Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Pangkat Tiga

14 Juli 2019   20:37 Diperbarui: 17 Juli 2019   19:10 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock.com

Dan bila terang tiada berawan
Kebenaran elak terbungkam
Sabar, kawan
Kisahkulah kisah sebuah rencana

Dan bila pintu fajar merekah
Keluh-kesah tak kenal batas dan tujuannya
Selusin aral melintang di batas angan mega
'Kan sirna jua di hamparan surya

Dan bila senja tiada berpesan
Senantiasa terukir kesan
Alam fana
Kulepas retas segala keraguan

Dan bila pintu fajar merekah
Keluh-kesah tak kenal batas dan tujuannya
Selusin aral melintang di batas cakrawala
'Kan sirna jua di hampar tubuhmu

Dan bila terang tiada berawan
Tiada mendung kelam, hangat teriknya suasana

Dan bila senja mengukir kesan
Asa menua, khayal semesta
Dan bila fajar, jiwa merekah
Sebening embun pagi bermandikan surya

Realita ini membuatku mulai berani menertawakan semua rasa takut yang ikut mengantarku berangkat ke ibukota. Aku memang ringkih, tapi kota ini ternyata juga sudah mulai ringkih. Ia ringkih karena tiap hari selalu bertemu keluh kesah dan segala rasa negatif lainnya. Tubuhnya tampak babak belur dihajar pencemaran lingkungan tanpa henti.

Aku juga tertawa terbahak-bahak, karena kota ini kadang terlihat absurd. Kata maaf bisa terucap semudah melempar sumpah serapah, dan ketidaktahuan sesekali bisa berkawan sangat akrab dengan kesoktahuan. Berbagai drama yang mewarnainya, sering membuat kesan "keras" bahkan "brutal" terlihat nyata. Walaupun, itu sebenarnya hanya sebuah absurditas.

Dalam segala absurditasnya, kota ini seolah mengajakku untuk belajar bersikap "bodo amat" dengan segala drama yang ada. Aku sendiri sadar betul, aku terlalu ringkih dan tubuhku tak didesain untuk menjadi absurd.

Dari sinilah, aku kadang merasa seperti kembali muda, meski tubuh ini lebih ringkih dari manula. Sikap "bodo amat" yang diajarkan kota ini sungguh membebaskan. Ia membuatku sadar,  manusia (siapapun dia) punya batas yang sudah ditetapkan Sang Pencipta.

Memang, banyak orang bilang, sekarang ini era lintas batas. Orang bisa bekerja kapanpun dan di manapun. Tapi, Tuhan tidak menciptakan manusia untuk bekerja kelewat batas. Lagipula, apa gunanya siang dan malam diciptakan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun