Mohon tunggu...
Yosep Efendi
Yosep Efendi Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat Otomotif

Selalu berusaha menjadi murid yang "baik" [@yosepefendi1] [www.otonasional.com]

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lulusan Otomotif Kok Mau Bisnis Warung Makan dan Pakaian, Piye to?

11 Januari 2017   18:55 Diperbarui: 11 Januari 2017   20:35 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Orang Otomotif” Ingin Menjadi Peternak Lele

Rencanan kedua terinspirasi dari banyaknya warung tenda yang menjual Pecel Lele di sepanjang jalan Prabumulih – Palembang. Bukan berencana membuka warung pecel lele-nya, namun menjadi penyuplai Lele. Ilmu ternak lele pun dipelajari.

Media yang saya gunakan untuk kolam lele adalah kolam dari bahan Terpal tenda yang tebal. Selain itu, kebetulan, di samping rumah kolam yang sebenarnya untuk taman dengan gazebo di tengahnya. Kolam berdiameter sekitar 2,5meter yang sebenarnya untuk ikan hias itu saya alih-fungsikan untuk budidaya lele.

Pada penyebaran benih lele periode pertama, tiga kolam saya isi  5.000 ekor anakan Lele. Pada malam pertama setelah menyebar benih lele, turun hujan deras. Untungnya, semua kolam memiliki saluran pembuangan air, jadi tidak akan penuh atau luber saat hujan deras. Namun, tak diduga, di pagi hari, ribuan bibit lele mengambang di permukaan kolam. Lebih dari separuh bibit lele ukuran 3-5 cm yang saya sebar kemarin, tewas, -mengenaskan-. Ketiga kolam tersebut jadi mirip dengan mangkok dawet/cendol. Mengetahui itu, perasaan saya menjadi campur aduk, sangat kecewa, sekaligus penasaran. Penasaran perihal sebab matinya ribuan bibit.

Setelah mengeluarkan bibit lele yang mati di kolam dan menguburnya agar tidak bau, saya berusaha mencari informasi penyebab kematian massal bibit lele yang terkena hujan. Dari berbagai sumber di dunia maya, ternyata air hujan berdampak buruk berhadap perubahan asam air kolam lele. Ternyata ada solusinya, yaitu dengan memberi obat pada kolam. Hari itu juga, saya langsung berburu obat yang berwujud cair itu. Berbagai toko bahan pertanian saya datangi. Dapat, langsung saya aplikasikan.

Setelah belajar mengkondisikan keasaman air kolam, penanaman bibit lele periode kedua pun saya lakukan. Periode kedua ini saya menyebar sekitar 7500 lele anakan, dengan ukuran yang sama seperti periode pertama, yaitu 3-5 cm. Untuk jenis bibit kedua ini, saya membeli di tempat yang berbeda yaitu di pinggiran Kota Palembang. Katanya, di sana kualitas bibitnya lebih bagus.

Alih-alih ingin mendapat bibit kualitas yang baik, justru “petaka” yang didapat. Saat itu, jalan Palembang-Prabumulih ternyata macet parah, kerena ada kecelakaan. Jalan raya yang hanya berlebar sekitar 7 meter itu, penuh diisi kendaraan berhenti, entah berapa kilometer panjang kemacetannya. Waktu tempuh menjadi sekitar 6 jam, padahal jika normal hanya 1,5jam.

Selama perjalanan, saya sudah khawatir kalau ribuan bibit lele ini akan “mabuk perjalanan” alias stres. Benar saja, sampai rumah, bibit banyak yang mati. Bibit yang masih hidup langsung saya masukkan kolam.

Namun, keesokan harinya, bibit yang mabuk perjalanan ini pun ikutan mati. Kecewa lagi? Pasti. Namun, saya tidak, eh belum menyerah. Hingga, akhirnya saya menyerah setelah penanaman bibit periode ke empat. Periode ketiga dan keempat, masih juga gagal, banyak bibit yang mati. Berbagai ilmu dari internet, juga dari teman peternak yang lain, sudah saya aplikasikan, namun masih belum berhasil. Stop sampai di situ. Bibit lele yang tersisa dan berkembang, hanya untuk konsumsi sendiri dan dibagi ke tetangga.

“Orang Otomotif” Ingin Mejadi “Juragan” Batu Bata

Saya coba cari usaha lain, mungkin belum beruntung di usaha ternak Lele. Usaha ketiga adalah modernisasi produksi batu bata dari tanah liat. Usaha ini terinspirasi dari bisnis salah satu saudara, yaitu memproduksi batu bata. Mereka mencetak batu bata secara konvensional, dengan cetakan kayu dan mengandalkan tenaga manusia. Akibatnya, kapasitas produksinya sangat terbatas. Padahal, saat ini, mesin produksi (mesin Press) batu bata sudah cukup lama hadir dan digunakan oleh industri batu bata. Oleh sebab itu, saya merasa perlu untuk memodernisasi usaha cetak batu batu saudara saya itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun