Di mana mengkritisi Birokrasi Pemerintahan Kabuapten Pulau Morotai demi pengembangan Morotai kedepannya yang sehat, cerdas dan sejahtera, sebab Morotai sebagai sebuah Kabupaten defenitif pada 20 Maret 2008 melalui UU No. 53 Tahun 2008 yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, dengan 6 (enam) Kecamatan yang terdiri dari 88 Desa, dan saat ini sudah berusia 15 Tahun dalam menjalankan Birokrasi Pemerintahan. Yang mana Pulau Morotai juga memiliki segala potensi Sumber Daya Alam yang mumpuni dan Panorama Bahari Lautnya serta spot-spot beragam Pulau yang sangat indah dan mempesona untuk dikembangkan melalui konsep yang cemerlang dan strategi yang cerdas lewat program-program kerja yang menyentuh dan berdampak langsung dalam meningkatkan taraf hidup seluruh masyarakat Pulau Morotai. Dengan analisa Bonus Demografi Penduduk Kabupaten Pulau Morotai berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2023 dari BPS Pulau Morotai adalah sebanyak 80.566 jiwa yang terdiri atas 41.461 jiwa penduduk laki-laki dan 39.105 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk tahun 2022, penduduk Kabupaten Pulau Morotai mengalami pertumbuhan sebesar 2,93 persen.
Sementara itu, angka rasio penduduk laki-laki terhadap perempuan sebesar 107,08. Inilah potensi sumber daya manusia yang harus dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya oleh Pemangku Kebijakan Birokrasi. Namun dalam pantauan konkret yang selama ini dilaksanakan oleh Pemangku Kebijakan dalam Birokrasi Kabupaten Pulau Morotai masih jauh dari harapan, terutama kurangnya Political Will (Kemauan Politik Birokrasi) dari Pemangku Kebijakan sehingga terlihat masih lemahnya penguatan kapasitas aparatur dan kurang optimalnya penghargaan atas kinerja aparatur yang berdampak langsung pada menurunnya kualitas pelayanan publik, serta pudarnya keteladanan dari Pemangku Kebijakan Birokrasi yang lebih cenderung berprilaku Politik Praktis.
Olehnya sebuah autokritik dari Max Weber terkait birokrasi yang juga ditegaskan lagi oleh Blau dan Page yang menunjukkan bahwa birokrasi tidak hanya dikenal dalam organisasi pemerintah, akan tetapi juga pada semua organisasi besar, seperti organisasi militer dan organisasi-organisasi niaga. Dengan demikian, birokrasi dapat dilihat pada setiap bentuk organisasi modern yang dihasilkan oleh proses rasionalisasi. Selain itu Menurut Fritz Morstein Marx, Pengertian Birokrasi adalah suatu tipe organisasi yang dipergunakan pemerintah modern untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang bersifat spesialis, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah. Dari uraian tersebut dapat dirumuskan bahwa birokrasi adalah suatu prosedur yang efektif dan efesien yang didasarkan oleh teori dan aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi menurut tujuan yang telah di tetapkan oleh organisasi atau instansi.
Lebih dari itu, untuk menilai Birokrasi dalam suatu daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, maka ada 8 (delapan) Karakteristik Birokrasi yang ditawarkan oleh Max Weber sebagai pedoman analisis bagi kita semua, yakni: Organisasi yang disusun secara hirarkis; Setiap bagian memiliki wilayah kerja khusus; Pelayanan publik (civil sevants) terdiri atas orang-orang yang diangkat, bukan dipilih, di mana pengangkatan tersebut didasarkan kepada kualifikasi kemampuan, jenjang pendidikan, atau pengujian (examination); Seorang pelayan publik menerima gaji pokok berdasarkan posisi; Pekerjaan sekaligus merupakan jenjang karir; Para pejabat/pekerja tidak memiliki sendiri kantor mereka; Setiap pekerja dikontrol dan harus disiplin; Promosi yang ada didasarkan atas penilaiaj atasan (superior’s judgments). Kondisi ini menunjukkan bahwa secara politik, karakteristik birokrasi menurut Weber hanya menyebut hal-hal yang ideal. Artinya, terkadang pola pengangkatan pegawai di dalam birokrasi yang seharusnya didasarkan atas jenjang pendidikan atau hasil ujian, kerap tidak terlaksana. Ini diakibatkan masih berlangsungnya pola pengangkatan pegawai berdasarkan kepentingan pemerintah yang kompromis. Di sini Weber mengemukakan pokok-pokok pikirannya tentang birokrasi dalam organisasi modern, Pengertian produksi atau administrasi adalah sebagai akktifitas perkantoran. Kepemilikan pribadi terpisah dari kepemilikan kantor (dinas); Pegawai diseleksi berdasarkan tehnik kualifikasi bukan dipilih begitu saja tanpa spesialisasi yang jelas. Mereka diberi kompensasi berupa imbalan dan penalti atau sanksi sesuai aturan. Jabatan pada organisasi merupakan suatu karier yang permanen. Pegawai merupakan pekerja full-time dan berpandangan ke depan kepada suatu kehidupan karier yang panjang. Sesudah beberapa periode mereka mendapatkan kenaikan atau promosi jabatan dan dilindungi dari pemecatan yang sewenang-wenang.
Gambaran tersebut di atas menurut Weber merupakan tipe ideal dari birokrasi sebagai suatu model yang disederhanakan (bukan suatu model yang dilebih-lebihkan) yang di fokuskan pada sisi yang paling penting. Weber menyadari bahwa bentuk “birokrasi yang ideal” itu tidak ada dalam realita. Yang mana menggambarkan tipe organisasi tersebut dengan maksud menjadikannya sebagai landasan untuk berteori tentang bagaimana pekerjaan dapat dilakukan dalam kelompok besar. Teorinya tersebut menjadi contoh desain struktural bagi banyak organisasi besar sekarang ini termasuk di negara Indonesia ini dalam pelayanan publik sesuai Undang-Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah undang-undang yang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang baik yang merupakan efektifitas fungsi-fungsi pemerintahan itu sendiri. perlayanan publik yang dilakukan oleh pemerintahan atau koporasi yang efektif dapat memperkuat demokrasi dan hak asasi manusia, mempromosikan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, mengurangi kemiskinan, meningkatkan perlindungan lingkungan, bijak dalam pemanfaatan sumber daya alam, memperdalam kepercayaan pada pemerintahan dan administrasi publik.
Wajah Buram Birokrasi: Sebuah Tantangan
Fakta mencatat bahwa sebuah Pemantapan Ketahanan Nasional dan Tata Kelola Kepemerintahan merupakan tipe ideal dari birokrasi sebagai suatu model yang disederhanakan sebagai salah satu pilar dalam melaksanakan visi kebangsaan Indonesia Emas 2045. Memang menuju Indonesia Emas 2045 adalah komitmen bersama untuk mewujudkan cita-cita bangsa yang maju, adil, dan makmur. Dengan kerja keras, inovasi, dan persatuan, Indonesia dapat mencapai posisi yang lebih kuat di kancah internasional dan memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.
Menuju Indonesia Emas 2045 bukan tanpa tantangan. Beberapa tantangan utama yang mungkin dihadapi, diantaranya adalah perubahan iklim yang dapat mempengaruhi ketahanan pangan dan bencana alam; dampak revolusi industri 4.0 yang dapat menggantikan banyak pekerjaan tradisional; dinamika politik internasional yang dapat mempengaruhi stabilitas nasional.
Selain itu, tantangan birokrasi secara spesifik dilaksanakan oleh Pemangku Kebijakan dalam Birokrasi Kabupaten Pulau Morotai masih jauh dari harapan, terutama kurangnya Political Will (Kemauan Politik Birokrasi) dari Pemangku Kebijakan sehingga terlihat masih lemahnya penguatan kapasitas aparatur dan kurang optimalnya penghargaan atas kinerja aparatur yang berdampak langsung pada menurunnya kualitas pelayanan publik, serta pudarnya keteladanan dari Pemangku Kebijakan Birokrasi yang lebih cenderung berprilaku Politik Praktis.
Namun, peluang yang ada juga besar, seperti bonus demografi. Indonesia diproyeksikan memperoleh bonus demografi yang menjadi the window of opportunity sebagai negara maju, menurut Ray (1998) dalam (Sutikno, 2020) melalui bukunya Economic Development yang mendefinisikan bonus demografis sebagai ledakan jumlah penduduk di suatu negara yang akan memberikan dampak terhadap penduduk dalam pembangunan ekonomi. Kekayaan sumber daya alam dapat menjadi salah satu peluang yang perlu dikelola secara bijak demi keberlanjutan.