Keluarga Mengalami Krisis
Saat ini banyak keluarga diterpa krisis. Ada banyak sekali krisis yang dialami keluarga-keluarga, baik keluarga muda, dewasa, maupun tua. Tentu saja dengan kadar krisis yang berbeda-beda.
Ada krisis kepercayaan dalam keluarga antara suami istri dan anak. Krisis kepercayaan karena hilang kepercayaan terhadap peran dan fungsi masing-masing. Ada banyak hal yang menjadi penyebab krisis kepercayaan ini, antara lain pengaruh media komunikasi yang semakin canggih.
Canggihnya teknologi tidak sebanding dengan kemajuan berpikir, pengetahuan dan pengalaman manusia yang menggunakan teknologi komunikasi yang canggih itu.
Dunia android yang semakin maju, tidak sepadan dengan pengetahuan para pengguna termasuk keluarga-keluarga untuk memfilter segala praktek di dalamnya. Suami istri tidak saling percaya dalam segala hal.
Ada krisis ekonomi menimpa keluarga-keluarga saat ini karena berbagai kemahalan. Bisa kita bandingkan dengan ditutupnya ratusan Alfamart di seluruh Indonesia dengan salah satu alasan adalah rendahnya daya beli masyarakat.
Mengapa daya beli masyarakat berkurang atau rendah? Bukan hanya harga barang yang mahal sehingga tidak bisa dijangkau oleh masyarakat, tetapi cara untuk mendapatkan uang pun semakin sulit.
Akibat lanjutnya adalah terlilit utang, terutama utang pinjol. Karena sudah menempuh berbagai cara namun tidak bisa mendatangkan uang, maka salah satu pelarian yang paling tepat adalah Pinjaman Online alias Pinjol yang katanya dijamin cepat, mudah, murah, dan tanpa jaminan.
Maka menimbulkan krisis lain yaitu krisis iman. Dalam keadaan yang serba tidak pasti seharusnya mereka bersandar pada kekuatan iman, entah dari agama apa pun. Iman bisa menyelamatkan mereka dari keterpurukan itu kalau mereka semakin mendekatkan diri kepada Tuhan.
Namun itu tidak mereka lalukan. Malah mereka semakin menjauh dari Tuhan dalam hal iman. Maka dalam situasi seperti itu, iman yang seharusnya menjadi jaminan bagi mereka, malah ditinggalkan. Akibatnya tidak ada kekuatan dan sandaran bagi mereka, maka jalan pintas yang ditempuh. Bunuh diri, menurut mereka pilihan yang paling tepat, pada hal tidak seharusnya demikian.
Bagaimana Seharusnya?
Jumlah keluarga yang memilih mengakhiri hidup bersama-sama seperti yang dialami keluarga AF, Â YL dan AH bukanlah yang pertama kali, tetapi merupakan korban yang kesekian kali dan banyaknya.