Memahami Misteri Kematian (Refleksi atas Kematian Pastor Yohanes Eduard, SVD)
"Di hadapan mautlah teka-teki kenyataan manusia mencapai puncaknya. Manusia sungguh menderita bukan hanya karena rasa sakit dan semakin rusaknya badan, melainkan juga, bahkan lebih lagi, karena rasa takut akan kehancuran yang definitif. Memang wajarlah perasaan berdasarkan naluri hatinya, bila mengelak dan menolak kehancuran total dan tamatnya riwayat pribadinya untuk selamanya."
Demikian kata bapak-bapak Konsili Vatikan II mengenai misteri kematian dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern, Gaudium et Spes, no. 18.
Kematian itu kadang tidak bisa diterima manusia dengan akal sehat karena sering datang secara mendadak, menimpa orang-orang baik, yang masih muda, dan justru pada orang-orang yang kita cintai.Â
Tulisan ini hendak menjelaskan atau sekurang-kurangnya mengobati rasa penasaran dari segi pandangan gereja Katolik, untuk menerima kematian sebagai sebuah misteri yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seorang anak manusia.
Tulisan ini juga ditampilkan penulis sehubungan dengan kematian Pastor Yohanes Eduard, SVD, Provinsial SVD Timor, yaitu Pemimpin para Imam dan Bruder dari Societas Verbi Divini (SVD) Â atau yang dikenal dengan Serikat Sabda Allah, pada Sabtu, 07/12/2024.
Tulisan ini berturut-turut membahas tentang mengapa kematian itu menimpa orang-orang baik yang kita kenal dan cintai; Kematian bukan akhir, melainkan perubahan hidup; Siapakah sosok Pastor Yohanes Eduard, SVD itu; dan mengakhiri tulisan dengan sebuah kesimpulan.
Mari kita ikuti satu per satu bagian. Semoga bermanfaat.
Mengapa Kematian Menimpa Orang-Orang Baik dan yang Kita Cintai?
Sebuah pertanyaan abadi yang selalu dilontarkan menghadapi kematian seseorang yang dianggap orang baik, seorang yang dikasihi dan tokoh yang mati muda.
Berhadapan dengan peristiwa kematian seperti itu teologi gereja Katolik mengajarkan bahwa kematian itu ialah kenyataan yang paling pasti di dalam hidup kita. Hidup manusia di dunia ini bukanlah hidup tetap yang tidak berakhir, melainkan hidup yang berlangsung hanya selama jangka waktu tertentu, yang tidak begitu lama. Kenyataan kematian itu mewarnai seluruh hidup manusia. Lantas, mengapa justru orang baik harus mati lebih dahulu?
Persoalan siapa lebih dahulu, siapa kemudian, juga adalah persoalan abadi yang tidak pernah tuntas mendapatkan jawabannya. Apakah Tuhan Sang Pemberi kehidupan itu, pilih kasih dalam hal ini? Tentu saja tidak.
Ia adalah Allah yang Maha baik untuk semua orang, "yang  menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik, dan menurunkan hujan bagi orang-orang benar dan orang yang  tidak benar" (Mat 5: 45).Â
Ia juga adalah Allah yang adil bagi semua orang, Â karena Allah adalah Hakim yang adil (Mzm 7).
Dalam hal ini Konsili Vatikan II mengakui bahwa "kenyataan maut sama sekali tidak terbayangkan."Â
Meskipun ajaran gereja Katolik tidak menjawab secara tuntas pertanyaan atau persoalan mengapa kematian itu menimpa orang-orang baik, tetapi para pengkhotbah selalu berusaha memberikan jawaban bahwa Allah justru membutuhkan orang-orang baik itu supaya mereka berbahagia di surga.Â
Dan karena mereka baik, Allah membutuhkan mereka, supaya "tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab sesgala sesuatu yang lama itu telah berlalu" (Why 21: 4).
Pertanyaan berikutnya, mengapa Allah membiarkan orang-orang jahat tetap hidup? Tentu saja Allah tidak menghendaki supaya orang jahat tetap jahat, tetapi Allah memberikan mereka waktu supaya mereka bertobat di dunia ini, sebelum mereka mati.
Kematian bukan akhir, melainkan Perubahan Hidup
Gereja Katolik memandang kematian sebagai akhir dari perjalanan manusia di dunia, tetapi bukan akhir dari kehidupan. Kematian justru merupakan pintu masuk menuju kehidupan abadi. Kematian itu sendiri adalah proses menuju pencapaian definitif hubungan kita dengan Allah.
Otto Hentz, SJ dalam "Pengharapan Kristen" mengatakan kematian adalah peristiwa melalui sesuatu, bukan setelah sesuatu dalam mencapai kehidupan kekal. "Kematian tidaklah seperti turun  dari kereta ke kereta lain, melainkan seperti mengemudikan pesawat, turun ke landasan kemudian lepas landas ke dalam bentuk perjalanan yang sama sekali berbeda" (2005:77).
Buku Iman Katolik menegaskan bahwa kematian berarti penyelesaian "pengembaraan" manusia. Namun itu tidak berarti bahwa manusia mengambil keputusan definitifnya pada saat kematian. Tetapi selama seluruh masa "pengembaraan" di dunia ini, ia mengambil sikap, lama sebelum kematian. Apakah menjadi orang baik atau orang jahat?
Siapakah Sosok Pastor Yohanes Edward SVD itu?
Pater John Edu, begitulah biasa dipanggil baik dikalangan  para konfrater maupun umat yang mengenalnya. Beliau dengan nama lengkap Yohanes Edward.Â
Kelahiran Lara, Rekas, Manggarai Barat, 3 Februari 1973.  Ayahnya bernama Karolus Ko'o dan ibunya Filomena Wela. 11 bersaudara.
Setelah menyelesaikan pendidikan calon imam, ia ditahbiskan imam pada tahun 2003.
Pastor John Edu adalah seorang spiritualis. Sebelum terpilih menjadi Provinsial SVD Timor pada bulan Juni 2023, beliau adalah Magister Novisiat SVD Timor di Nenuk-Atambua.Â
Artinya selama menjadi imam, ia hanya berada di seputaran formasi sebagai seorang formator, yang meletakkan dasar formasi panggilan menjadi imam SVD mulai dari novisiat.
Siapa yang tahu saat kematiannya akan tiba?
Setelah ia terpilih menjadi Provinsial SVD Timor pada Juni 2023, ia mempunyai banyak rencana dan cita-cita akan membawa ke mana kiprah serikat Sabda Allah Timor?
Ia pergi menghadiri pertemuan SVD sejagat di Roma. Menghadiri berbagai rapat umum dan perencanaan misi SVD sedunia. Dan di tanah air, SVD hendak membuka tempat misi yang baru di Keuskupan Agung Makasar.
Dikisahkan bahwa pada Jumat, 6 Desember 2024, Pastor John baru kembali dari Makasar, setelah mengunjungi para konfrater yang akan memulai misinya di sana.
Setelah beristirahat semalam di Kupang, ia meneruskan perjalanan darat ke Nenuk-Atambua pada Sabtu, 7 Desember 2024. Seperti biasanya, beliau gemar bermain badminton.Â
Hari itu ketika baru tiba di Kefamenanu (pertengahan perjalanan Kupang-Atambua), kira-kira pukul 13.00. Pastor John mengirimkan pesan melalui WhatsApp kepada Magister Novis, Pater Karni Doman, SVD untuk bersiap-siap supaya begitu beliau tiba mereka pergi ke Atambua untuk bermain badminton (Romei Atambua).
Menurut penuturan Pater Karni, beliau bersama sopirnya tiba di Biara Nenuk sekitar pkl. 15.00 lalu bergegas bersamanya menuju Atambua untuk bermain badminton.Â
Selanjutnya dalam sebuah video amatir yang sempat diabadikan seseorang memperlihat pada saat-saat akhir Pater John terjatuh hingga tak sadarkan diri dan menghembuskan nafas terakhirnya.Â
Suatu kematian yang begitu cepat, sehingga banyak orang hampir tak bisa percaya bahwa ia telah pergi untuk selamanya!
Kesimpulan
Salah satu hal yang tidak pasti dalam hidup adalah kita tidak tahu kapan kita mati, dengan cara apa, Â dan di mana kita akan mati. Namun yang pasti bahwa semua manusia akan mati.
Maka sedih itu wajar, tetapi jangan sampai dikuasai oleh kesedihan. Karena sekali lagi  kematian bukanlah akhir dari segala-galanya. Tetapi kematian adalah pintu menuju kehidupan yang kekal. Karena hidup bukanlah dilenyapkan, tetapi hanyalah diubah.
Selamat Jalan "Orang Baik", Selamat Jalan Pater John Edu SVD!Â
Atambua: 08.12.2024
Referensi:
Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi, Konferensi Waligereja Indonesia, 1997
Pandangan Kristen tentang Dunia dan Manusia, G. Kirchberger, SVD, Nusa Indah 1986
Pengharapan Kristen, Otto Hentz, SJ, Kanisius, 2005
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H