Mereka telah menabung dan merencanakan dengan matang resepsi pernikahannya. Untuk itu mereka memilih resepsi pernikahan yang sederhana  dengan undangan yang terbatas dan pada siang hari.
Tentu saja ini tidak terlalu memakan biaya. Namun kekurangannya adalah "rela" untuk dikatain oleh tetangga atau orang lain sebagai orang yang tidak mampu membuat pesta atau pelit atau berbagai 'cap' lainnya.
Namun ada juga yang sebenarnya belum siap untuk menyelenggarakan pesta sebesar itu. Harapan mereka pada bantuan orang tua. Apa lagi dengan kehadiran orang tua yang berpengaruh dalam masyarakat, mereka mau menyelenggarakan pesta pernikahan yang meriah.
Pestanya pada malam hari dengan banyak undangan yang hadir, dengan dekorasi yang glamour, dan berbagai acara yang meriah lainnya.
Tapi dari mana duit untuk penyelenggaraan pesta sebesar itu? Ayo coba ditebak, dari manakah itu?Â
Sumbernya sudah pasti: Pertama, dari melakukan kredit atau utang!Â
Kedua, dari mengharapkan kumpul keluarga atau 'Fui Tuak"Â
(cfr. https://www.kompasiana.com/yosef90274/673fbeaac925c434f07c81b4)
Maka akibatnya sudah bisa ditebak: pertama, memasuki perkawinan dan rumah tangga dengan membawa utang. kedua, hubungan dan relasi suami istri sejak awal menjadi tidak harmonis karena mulai dengan utang, ketiga, salah satu atau kalau tidak keduanya bekerja untuk menutup utang dengan cara menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Dan ujung-ujungnya adalah cerai. Ini tentu pengalaman yang sangat tidak enak dan tidak boleh ditiru oleh generasi muda saat ini!
Beberapa Tips untuk Menghindari Pesta Pernikahan dengan modal nekad dan sekaligus menjadi pembelajaran untuk kita
Bagaimana caranya untuk menghindari penyelenggaraan pesta pernikahan model seperti yang telah dikisahkan di atas? Â Â Â Berdasarkan pengalaman penulis, berikut beberapa tips untuk menghindarinya sebagai berikut: