Setelah mereka menyelesaikan pekerjaan untuk mencari tambahan makanan dan uang, mereka akan kembali ke kampung halamannya lagi. Dan biasanya para petani tradisional Timor sangat familiar dengan musim.
Ketika mereka mulai mendengar adanya bunyi guntur dan gemuruh sebagaimana disebutkan dalam Kitab Suci sebagai "Tanda-Tanda Zaman", maka mereka bergegas ke kebun atau ladang yang dulu telah mereka tinggalkan. Untuk apa mereka kembali ke bekas ladangnya yang sudah ditinggalkan beberapa tahun lalu? Mereka mulai melakukan tebas atau tebang bakar, yang kemudian kita kenal sebagai "Ladang Berpindah-Pindah".
Apa itu ladang berpindah-pindah?
Menurut sciencedirect.com, Ladang berpindah-pindah adalah suatu sistem pertanian tradisional yang dilakukan dengan membuka lahan, menebang dan membakar pohon, lalu menanam tanaman pangan. Biasanya setelah ladang itu ditanami beberapa tahun lalu kesuburan tanah dirasakan mulai menurun, lahan tersebut ditinggalkan dan diganti dengan lahan baru yang dibuka dengan cara yang sama.
Selanjutnya, ketika mereka (para petani tradisional) mendengar adanya bunyi gemuruh yang terus menerus, dan panas makin memuncak, mereka mulai membakar lahan-lahan yang tadi sudah ditebang dan dikeringkan, sehingga biasanya asap mengepul di mana-mana pada menjelang turun hujan, karena pada umumnya para petani itu baru saja membakar lahannya.
Bahkan ada semacam mitos dari para petani tradisional Timor:
"Bila ada petani yang begitu selesai membakar ladang atau kebunnya dan langsung turun hujan, itulah yang dilihatnya sebagai "Rejeki."
Akan tetapi bila, selesai membakar kebun atau ladangnya dan belum juga turun hujan, maka tetangga atau sesama petani harus menyiram si petani tadi dengan air, dengan maksud untuk mendinginkan dia atau mendatangkan "rejeki' untuknya.
Mengapa Praktik Ladang Berpindah-Pindah
Adanya praktek membuat ladang berpindah-pindah disebabkan oleh berbagai alasan, diantaranya:
Mata Pencaharian
Seperti sudah dikisahkan di atas, bagi para petani tradisional atau dalam hal ini dapat dikatakan sebagai masyarakat adat, perladangan berpindah sebenarnya merupakan mata pencaharian pokok mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena kebun atau ladang itu sudah lama, sudah tidak subur lagi, jadi, kalau tidak berpindah, tidak mendapatkan hasil, lalu keluarga makan apa?
Kearifan Lokal
Praktek ladang berpindah-pindah sudah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat adat dan para petani tradisional, seperti yang terjadi pada masyarakat Timor.
Penyesuaian Lingkungan
Seperti yang juga dipraktekkan oleh masyarakat adat Dayak di Kalimantan, pembakaran gulma sebelum menanam juga merupakan praktek kebiasaan masyarakat adat Timor untuk beradaptasi dengan lingkungan. Orang akan merasa 'adanya rejeki' apabila ketika membakar gulma itu, apanya tinggi menjulang dan besar, panas membara, sehingga meninggalkan abu dan arang yang dibutuhkan untuk menyuburkan tanah.