MEMBACA Topik Pilihan yang disampaikan Kompasiana baru-baru ini  bahwa di Medan, Sumatera Utara, seorang driver ojol meninggal dunia lantaran kelaparan akibat tak memiliki uang. Saat kejadian, driver tersebut tengah menerima orderan untuk membeli  sebuah makanan.
Saya secara pribadi merasa kaget dengan kejadian tersebut dan seakan-akan tidak percaya. Sebab pertama, bagaimana mungkin seorang Ojol bisa meninggal dunia karena kelaparan akibat tak punya uang. Memangnya manusia makan uang? Pada hal saat kejadian itu sang driver sedang menerima orderan untuk membeli sebuah makanan.
Kedua, bagaimana mungkin seorang Ojol bila mati kelaparan di tengah keramaian kota Medan yang penuh dengan berbagai macam merk makanan dan aneka rumah makan yang menjajakan makanan. Kematian ini ibarat tikus yang mati di tengah lumbung beras.
***
Meninggalnya Ojol di Sumatera Utara itu menjadi suatu tamparan kepada kemanusiaan kita. Pada hal, Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia dan di Sumatera.Â
Kota Medan dikenal juga sebagai Kota Melayu Deli. Yaitu sebuah sebutan yang mengacu pada Kesultanan Deli yang konon memegang kekuasaan sejak Perang Dunia II.
Apakah penduduk kota sebesar Medan itu tidak mampu memberikan makanan kepada satu orang Ojol sehingga ia harus meninggal dunia secara mengenaskan seperti itu?
Sekali lagi terhadap kematian Darwin Mangudut Simanjuntak (49 tahun) gara-gara antrean orderan customer pada Minggu (11/8/2024) itu menimbulkan 2 (dua) syak wasangka:
Pertama, Kurang Keterbukaan atau Sikap Tertutup dari sang Ojol.
Orang boleh saja mengejar uang setoran atau pun apa itu namanya, tetapi soal kesehatan dan makan sebenarnya harus bisa dikomunikasikan dengan orang lain. Apa lagi di kota besar seperti Medan.Â