Sebagai orang tua yang juga mempunyai anak yang sedang menempuh pendidikan di bangku SMP, penulis menyayangkan tindakan kejahatan seperti ini.Â
"Kok bisa ya dilakukan anak-anak terhadap teman mereka sendiri!"
Terhadap kejadian seperti dalam video kriminalitas siswa atau anak tersebut, tentu banyak sekali argumen dan  sikap terhadap baik pelaku maupun terhadap korban.
Untuk itu pada bagian ini, penulis hendak mengemukakan beberapa sikap dan pandangan terhadap kejadian kriminalitas siswa atau anak  agar hal tersebut dapat diminimalisir bahkan ditiadakan sama sekali, supaya sekolah betul-betul menjadi tempat pendidikan dan saluran cinta bagi anak-anak atau siswa-siswi. Dan bukan sebaliknya menjadi tempat terjadinya praktek kriminalitas anak terhadap anak.
Sebelum mengemukakan sikap dan pandangan, penulis terlebih dahulu menelusuri sebab-sebab terjadinya kriminalitas siswa atau anak sekolah:
1. Â Faktor keluarga dan lingkungan
Benarlah bahwa apa yang dilakukan anak, ujung-ujungnya orang tua atau keluarga yang kena batunya. Seperti yang dikatakan Penginjil Lukas tadi, bahwa dari buahnyalah pohon dikenal.
Apa yang dilakukan anak terhadap temannya, sebenarnya merupakan cerminan pendidikan dalam keluarga. Â Para ahli sosiologi keluarga mengatakan, perceraian atau keluarga yang tidak harmonis berisiko menimbulkan penurunan pengawasan terhadap pengembangan sikap anak, sehingga memperbesar kemungkinan anak atau remaja dapat terlibat dalam pergaulan bebas yang rentan melakukan tindakan kriminal.
Demikian pula faktor pengaruh lingkungan yang buruk, seperti adanya geng kejahatan  akan menjadi pencetus bagi anak melakukan tindakan kriminal. Anak-anak akan dengan mudahnya meniru tindakan yang buruk yang dilakukan orang dilingkungannya.  Selain itu adanya kecendrungan solidaritas yang salah antar anggota geng sehingga membuat mereka rela untuk melakukan tindak apapun supaya diakui  dalam kelompok gengnya.Â
Tiadanya pendidikan dalam keluarga  karena orang tua pisah atau sibuk dapat menyebabkan anak melakukan kejahatan terhadap temannya sebagai sebuah pelarian.
Selain itu, anak sendiri juga mungkin menyaksikan kekerasan yang dilakukan di keluarga baik oleh orang tua maupun kakak di rumah  satu terhadap yang lain. Hal ini menjadi preseden buruk terhadap pendidikan anak dalam keluarga.