Pada awal masuk sekolah, coba-coba ini mendominasi cara belajar anak. Misalnya seorang anak yang baru masuk PAUD. Pada hari pertama, ia akan coba menaiki atau menggunakan alat-alat permainan luar yang disediakan itu dengan sangat hati-hati.Â
Namun pada hari kedua, minggu kedua, bulan dan tahun lama kelamaan  ia akan semakin biasa menggunakan alat-alat permainan tersebut.Â
Maka menurut para ahli, cara belajar coba-coba ini merupakan cara belajar yang awali dan bahkan sepanjang perkembangannya tidak pernah ditinggalkannya sama sekali.
Guru atau orang tua dapat mengembangkan metode atau cara belajar ini untuk membantu mengelola emosi anak menjadi lebih tenang.
Kedua, Belajar dengan Cara Meniru
Hampir sama dengan cara belajar coba-coba, anak pada awal akan berusaha mengamati hal-hal yang dapat membangkitkan emosi orang lain. Â Setelah itu ia berusaha meniru apa yang dilakukan orang lain itu. Namun dalam hal ini, guru atau orang tua mesti mengarahkan agar hal yang ditiru itu merupakan hal yang baik, bukan sebaliknya.Â
Misalnya seorang anak yang baru masuk kelas I Sekolah Dasar mengamati bagaimana gurunya menulis, lalu ia akan menirukan cara menulis itu. Maka yang diharapkan dari guru atau orang tua adalah memberi contoh yang benar supaya ditiru oleh anak.
Ketiga, Belajar dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
Anak pada umumnya senang menirukan apa yang dilakukan oleh orang dewasa, dalam hal ini guru atau orang tuanya. Menurut para ahli pendidikan, anak hanya menirukan perilaku dari orang yang dikagumi dan yang secara khusus mempunyai ikatan emosional yang kuat. Karena itu, guru atau orang tua hendaknya melakukan atau menampilkan diri apa adanya di hadapan anak. Dengan meniru atau mengagumi guru atau orang tua, dengan sendirinya ia kan terbantu untuk mengelola emosinya.
Ketiga cara belajar ini memang pada dasarnya paling top apabila diterapkan pada pendidikan anak usia dini (PAUD) atau pada kelas-kelas awal.Â
Karena cara belajar ini akan membantu guru dan orang tua untuk secara lebih intensif mendampingi anak-anak untuk perlahan-lahan mengelola emosi anak.
Terutama pada anak dengan emosi yang belum stabil. Misalnya pada contoh tadi, anak yang tidak bisa tidur sepanjang malam pada malam pertama tinggal di asrama karena menangis ingat orang tuanya, dengan menerapkan ketiga cara belajar ini, saya yakin akan membantu anak untuk  belajar coba-coba krasan di asrama, meniru teman-temannya yang tidak menangis ingat orang tuanya di asrama; dan belajar mempersamakan dirinya dengan bapak asrama atau gurunya.
Demikianlah uraian sederhana ini, semoga bermanfaat.