Pemilu Serentak 2024, semua pihak diharapkan ikut berpartisipasi untuk menyukseskan hajatan tersebut. Tak terkecuali, pihak Gereja Keuskupan Atambua melalui Komisi Kerasulan Awam merasa terpanggil untuk mempersiapkan atau setidaknya mengenalkan kepada masyarakat hal-hal yang harus dipersiapkan guna menyongsong pesta demokrasi ini.
MenghadapiUntuk itulah pada Sabtu, 17/6/2023 pihak Keuskupan Atambua menyelenggarakan seminar politik dengan menghadirkan narasumber dari Komisi Kerasulan Awam Konferensi Wali Gereja Indonesia dan Pemerintah dari tiga Kabupaten dalam wilayah Keuskupan Atambua serta pihak penyelenggara Pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu Kabupaten Belu.
Seminar politik berlangsung di Aula Santo Dominikus Emaus Pastoral Centre, 7 km dari Kota Atambua di Perbatasan RI-Timor Leste.
Apa yang dibahas dalam seminar politik ini?Â
Ketua Komisi Kerasulan Awam Keuskupan Atambua, Ir. Tisera Antonius dalam laporannya menyampaikan maksud dan tujuan diadakannya seminar ini yakni secara internal mencaritahu kesiapan umat Katolik di paroki-paroki menghadapi hajatan politik nasional ini; dan secara eksternal KPU dan Bawaslu selaku penyelenggara Pemilu serentak 2024 menyampaikan tahapan-tahapan pemilu yang bakal dihadapi masyarakat Indonesia, termasuk umat Katolik di Keuskupan Atambua.
Dua panel diskusi.Â
Diskusi politik ini menghadirkan pihak pemerintah dalam hal ini tiga Bupati yaitu Bupati Malaka, Bupati Belu, dan Bupati TTU; pihak Gereja Katolik, dalam hal ini Komisi Kerasulan Awam KWI dan Uskup Keuskupan Atambua, serta pihak penyelenggara Pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu Kabupaten Belu.
Ketiga bapak Bupati membagikan pengalaman mereka sebagai umat Katolik yang diberi kepercayaan oleh masyarakat untuk mengemban tugas dan panggilan sebagai pemimpin eksekutif di daerahnya masing-masing.
Menurut Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH.MH, "Terlibat dalam dunia politik merupakan anugerah yang terbesar, mengingat misteri inkarnasi sendiri langsung berkaitan dengan hal tersebut". Â Demikian beliau memandang tugas yang diemban sebagai Bupati Malaka saat ini merupakan panggilan untuk ikut terlibat dalam karya perutusan Tuhan sendiri, meski terasa berat.
Sementara itu Bupati Belu, dr. Agustinus Taolin, SpPD,KGEH, FINASIM dalam sharing politiknya mengemukakan hal-hal apa saja yang telah dijalankannya sebagai perwujudan panggilan Tuhan dan tanggung jawabnya terhadap rakyat Belu yang telah memercayainya menjadi Bupati Belu periode 2021-2026, namun akan berlangsung efektif hingga 2024.
Bupati Timor Tengah Utara, Drs. Djuandi David tidak berkesempatan hadir karena pada waktu yang sama menghadiri rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten TTU. Beliau diwakili oleh Kepala Badan Kesbangpol. Timor Tengah Utara.
Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pastor Hans  Jeharut, Imam Projo Keuskupan Pangkal Pinang itu membawakan materi bertajuk: "Kerasulan Awam Sinodal: Tanggap dan Terlibat".
Menurut Imam Projo Keuskupan Pangkal Pinang itu, Jalan baru pastoral kerawam adalah melakukan cara baru menghadirkan Gereja di Indonesia dalam situasi sosial politik saat ini sehingga Gereja bisa lebih berkontribusi untuk Indonesia yang lebih baik.Â
Jalan baru atau cara baru itu terpotret dari seluruh keuskupan secara nasional ditemukan mengerucut pada persoalan Sumberdaya Manusia Gereja untuk mencetak Kader Awam. Kerasulan awam hendaknya fokus menyiapkan sumberdaya (manusia dan dana), konsisten melakukan kaderisasi awam, menyelenggarakan pendidikan politik dan menganimasi umat.Â
Hal ini diarahkan pula pada upaya Gereja membangun kesadaran dan keterlibatan sosial politik umat secara konkret. Selain itu, dalam kerja ini perlu membangun sinergitas, koordinasi, dan kolaborasi, secara internal keuskupan sampai ke tingkat paroki maupun juga eksternal antar keuskupan.Â
Kerja kerawam juga diharapkan selalu dihidupi oleh semangat keKatolikan, semangat pastoral transformatif, dan menumbuhkan kesadaran ekologi.
Pembicara kedua dari KWI, Ari Nurcahyo adalah Direktur Eksekutif PARA Syndicate. Mas Ari mengemukakan bahwa Pemilu 2024 merupakan Pemilu serentak dan paling kompleks.
Mengapa dikatakan paling kompleks?
Menurut Ari Nurcahyo, kompleksnya pemilu 2024 terletak pada adanya 6 (enam) tantangan sosial dan politik menuju Pemilu 2024 yaitu:
Pertama, adanya tantangan kebangsaan; Konstitusi dan Ideologi: Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika.
Kedua, adanya polarisasi politik seperti politik identitas, politik sara dan pembelahan masyarakat;Â
Ketiga, demokrasi elektoral yaitu How to vote well: one man one vote, emotional vs rational, abundant of information vs lack of knowledge.
Keempat, politik uang dan korupsi seperti adanya politik transaksional: Candidacy Buying (mahar politik), Vote Buying (membeli suara).
Kelima, Â disinformasi dan hoaks seperti adanya berita bohong, informasi keliru yang sengaja direkayasa untuk membohongi masyarakat.
Keenam, perlambatan ekonomi  di mana politik nasional memanas di tengah perlambatan ekonomi akibat krisis global dan persaingan geopolitik-geoekonomi.
Pada panel kedua, tampil Ketua KPU Kabupaten Belu bersama Ketua Bawaslu Kabupaten Belu memberi pencerahan politik kepada para peserta seminar yang terdiri dari para pastor, biarawan-biarawati, dan para pimpinan Ormas Katolik seperti Pemuda Katolik, ISKA, WKRI dan PMKRI.
Ketua KPU Kabupaten Belu, Mikhael Nahak, SH menggambarkan dengan lengkap tahapan-tahapan Pemilu serentak baik Pemilihan Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden, dan DPD; maupun Pilkada berupa Pilbup dan Pilgub.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Belu, Andreas Parera, S.Fil menyampaikan tentang fungsi pengawasan Bawaslu dalam pemilihan umum serentak tahun 2024.
Pada akhir seminar, Uskup Keuskupan Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku, menarik beberapa kesimpulan untuk menjadi pegangan sekaligus tugas yang harus disosialisasikan kepada seluruh masyarakat di mana setiap peserta dan hadirin berada.Â
Menurut Uskup Domi, menjalankan tugas politik dengan baik dan berusaha menjauhi segala praktek yang bertentangan dengan pelaksanaan pemilu serentak 2024 akan semakin mewujudkan tugas dan tanggungjawab politik kita sebagai warna negara yang baik sesuai moto: "Pro Ecclesia et Patria". Dan di atas semuanya itu "Jadilah umat Katolik 100% dan warga negara Indonesia 100%" sebagaimana slogan umat Katolik Indonesia yang digaungkan oleh Pahlawan Nasional kita, Uskup Agung Soegiyopranoto SJ.***
Atambua: 21.06.2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H