Semua umat mengenakan pakaian daerahnya. Dengan itu sangat terasa keberagaman dalam kesatuannya.
Demikian pun dalam Liturgi Pentakosta itu, rumusan doa-doa dan lagu-lagu diambil dari berbagai bahasa yang dipakai oleh umat yang ada dalam gereja tersebut. Ada lagu berbahasa Indonesia, berbahasa Ende, berbahasa Manggarai, berbahasa Dawan, Tetun, dan lain-lain.Â
Hal ini semata-mata untuk mengungkapkan bahwa biar pun kita berbeda-beda bahasa, suku dan budaya, namun kita adalah satu gereja yaitu Gereja Kristus.
Ketiga, Pentakosta juga dirayakan sebagai hari syukur atas panen
Pada hari Minggu Pentakosta (kemarin,28/5/2023) umat membawa hasil panen mereka yang berasal adri kebun mereka masing-masing  berupa jagung, padi, umbi-umbian, ada juga yang membawa buah-buahan berupa pisang, jeruk, alpukat, tomat, dan lain-lain.Â
Semuanya itu dipersembahkan kepada Tuhan sebagai wujud syukur atas hasil panen yang diterima dari Tuhan. Itupun mau menunjukkan keragaman hasil panen kita yang akan dipersembahkan dan disatukan kepada Tuhan.
Demikianlah umat Kristiani merayakan dan memaknai peristiwa Pentakosta sebagai Hari Raya Turunnya Roh Kudus menjiwai Gereja-Nya sekaligus dirayakan sebagai Hari Raya Keragaman dan Lintas Budaya.
Terima kasih kepada para Kompasianer yang berkenan membaca tulisan sederhana ini.
Semoga membawa manfaat.
Atambua, 29.05.2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H