Keempat, dalam melaksanakan karya pastoral, hendaknya kita melihat prioritas, melihat apa yang menjadi lebih dahulu dan yang menjadi kemudian. Selama berkarya sebagai Pastor Paroki, termasuk di Paroki Halilulik, kemudian di Paroki Tukuneno, saya lebih mengutamakan pendalaman iman umat. Sebab saya yakin, ketika orang benar-benar sudah beriman, artinya orang itu hidup dari imannya, maka dia sudah membangun rumahnya yaitu kehidupannya di atas dasar yang kuat....
Kelima, ketika saya mencap umat sebagai orang Katolik yang masih kafir, saya bicara tanpa beban. Namun dengan mencap mereka seperti itu, saya sudah menyamakan mereka dengan orang Kafir, yaitu orang yang menyembah berhala, sebenarnya saya sudah menghina mereka sebagai orang yang tidak beragama... Maka saya pun tidak saja bertobat, tetapi juga minta maaf kepada umat yang telah saya cap sebagai orang Katolik yang masih kafir itu....
Keenam, masa depan Gereja dan Negara berada di tangan kaum muda. Maka dalam melaksanakan karya pastoral, jangan lupa memperhatikan kaum muda. Selain mereka menjadi kader masa depan, mereka juga adalah orang-orang yang potensial. Mereka mengerjakan karya-karya pastoral yang besar, percayakan saja kepada mereka kaum muda. Mereka pasti melaksanakannya. Mereka membutuhkan  kepercayaan dari pihak kita....
Ketujuh, Â pengalaman pastoral saya di Paroki Halilulik selama hampir lima tahun sangat berguna bagi saya ketika menjadi pastor paroki St. Petrus Tukuneno.Pengalaman ini menjadi modal dasar untuk dipakai dan dikembangkan.Â
Kedelapan, ini yang terakhir tapi bukan yang terkecil bahkan yang terutama, dalam melaksanakan karya pastoral, kita tidak pernah boleh lupa untuk berdoa. Dengan berdoa, kita mengandalkan Tuhan dalam hidup dan karya....
Itulah kenang-kenangan terindah yang menjadi butir-butir refleksi seorang imam dan misionaris yang kini telah pergi untuk selama-lamanya. Selamat Jalan Imam Tuhan menuju surga abadi. Jasa-jasamu akan selalu dikenang oleh umat yang pernah engkau layani. Jadilah pendoa bagi mereka semua yang masih berziarah di atas bumi yang fana ini.***
Atambua, 13.07.22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H