Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Butir-Butir Refleksi Sang Imam dan Misionaris

13 Juli 2022   12:13 Diperbarui: 13 Juli 2022   12:18 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
P. Alex Magu SVD, Imam dan Misionaris (alm.) sumber: dok.pribadi

Tulisan ini kuturunkan untuk mengenang kebersamaan kami dengan Almarhum P. Alex Magu SVD sang Imam dan Misionaris SVD di Pulau Timor, khususnya di Paroki Roh Kudus Halilulik, Keuskupan Atambua, Indonesia. Beliau dipanggil Sang Khalik untuk kembali ke rumahNya pada Selasa, 12 Juli 2022 pukul 13.50 di Rumah Sakit Marianum Halilulik, Timor.

Penulis mengenalnya ketika pada tahun 1991, ia bertugas sebagai Pastor Paroki Halilulik. Ketika itu, beliau membutuhkan seorang Katekis muda yang energik untuk mendampinginya mengelola pastoral di parokinya.

Lamarannya kepada Uskup Keuskupan Atambua kala itu, Mgr. Anton Pain Ratu SVD, akhirnya jatuh kepada saya. Maka sejak Juni 1991 saya resmi diangkat sebagai katekis fulltimer di Paroki Roh Kudus Halilulik untuk membantu sang imam dan misionaris ini berkeliling ke desa-desa se-Kecamatan Tasifeto Barat.

Walau kebersamaan kami hanya berkisar 5 bulan yaitu dari bulan Juli hingga November 1991 namun cukup berkesan. Melakukan patroli atau tourne bersama imam dan katekis sungguh menarik. Seorang katekis dipercaya untuk membimbing dan mempersiapkan umat untuk merayakan ekaristi yang akan dipimpin oleh seorang imam. Dialah P. Alex Magu SVD. Pada akhir November 1991, beliau meninggalkan Halilulik untuk mengikuti Kursus Pastoral Kitab Suci di Nemi, Italia.

Sepulangnya dari Nemi, Italia, beliau mendapat bennuming baru sebagai Deken Belu Utara dan ketua Komisi Kitab Suci Keuskupan Atambua.

Pada tahun 2018, ketika Paroki Roh Kudus Halilulik hendak merayakan 1 abad berdirinya paroki, penulis meminta beliau untuk menuliskan kesan dan pesan memorialnya tentang pastoral bersama umat di Paroki Halilulik. Beliau menyetujui permintaanku dan menuliskan sebuah kenangan dengan judul "Menjadi Pastor Paroki Halilulik". Sebuah tulisan dan refleksinya yang cukup mendalam. Sebab memang almarhum dikenal sebagai seorang imam yang kritis dan rasional.

Berikut penulis turunkan butir-butir refleksi yang ia tuliskan pada  buku : Mengendus Jejak Misioner Para Misionaris yang diterbitkan oleh Penerbit Bajawa Press, Mei 2018 dengan editor: Yosef M.L. Hello, S.Pd.M.Hum. 

Sebagai penutup dari syering pengalaman pastoral selama berkarya di Paroki Halilulik, saya coba mengangkat sejumlah hal penting sebagai butir-butir refleksi:

Pertama, ketika kita dipercaya untuk menjadi Pastor Pembantu di salah satu paroki, hendaknya kita menjaga kepercayaan itu dengan baik. Untuk itu kita harus bekerja dengan penuh tanggung jawab. Manfaatnya bukan pertama-tama untuk orang yang memberikan kita kepercayaan, tetapi untuk kita yang diberi kepercayaan itu. Kita mulai belajar pastoral praktis....

Kedua,ketika dipercaya menjadi Pastor Paroki, hendaknya sadar bahwa kita diberi kepercayaan untuk mengemban tugas yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Kita hendaknya melaksanakan kepercayaan itu dengan baik dan penuh tanggung jawab. Maka, pengalaman pastoral selama menjadi Pastor pembantu hendaknya dijadikan bekal yang sangat berarti dan berguna untuk dipakai dan kesempatan untuk mengembangkannya....

Ketiga, selama bekerja sebagai Pastor Paroki Halilulik, hendaknya kita merangkul sebanyak mungkin orang, kalau tidak bisa semua, dan tentu tidak bisa semua. Untuk itu, hendaknya kita mengetahuyi tokoh-tokoh penting yang menjadi tokoh-tokoh kunci dalam paroki atau seturut istilah Khalwat 3 Ber, orang-orang berpengaruh, berkedudukan dan berpendidikan. Ketika mereka ini sudah dirangkul, maka kita sudah mulai dengan awal yang baik dalam bekerja....

Keempat, dalam melaksanakan karya pastoral, hendaknya kita melihat prioritas, melihat apa yang menjadi lebih dahulu dan yang menjadi kemudian. Selama berkarya sebagai Pastor Paroki, termasuk di Paroki Halilulik, kemudian di Paroki Tukuneno, saya lebih mengutamakan pendalaman iman umat. Sebab saya yakin, ketika orang benar-benar sudah beriman, artinya orang itu hidup dari imannya, maka dia sudah membangun rumahnya yaitu kehidupannya di atas dasar yang kuat....

Kelima, ketika saya mencap umat sebagai orang Katolik yang masih kafir, saya bicara tanpa beban. Namun dengan mencap mereka seperti itu, saya sudah menyamakan mereka dengan orang Kafir, yaitu orang yang menyembah berhala, sebenarnya saya sudah menghina mereka sebagai orang yang tidak beragama... Maka saya pun tidak saja bertobat, tetapi juga minta maaf kepada umat yang telah saya cap sebagai orang Katolik yang masih kafir itu....

Keenam, masa depan Gereja dan Negara berada di tangan kaum muda. Maka dalam melaksanakan karya pastoral, jangan lupa memperhatikan kaum muda. Selain mereka menjadi kader masa depan, mereka juga adalah orang-orang yang potensial. Mereka mengerjakan karya-karya pastoral yang besar, percayakan saja kepada mereka kaum muda. Mereka pasti melaksanakannya. Mereka membutuhkan  kepercayaan dari pihak kita....

Ketujuh,  pengalaman pastoral saya di Paroki Halilulik selama hampir lima tahun sangat berguna bagi saya ketika menjadi pastor paroki St. Petrus Tukuneno.Pengalaman ini menjadi modal dasar untuk dipakai dan dikembangkan. 

Kedelapan, ini yang terakhir tapi bukan yang terkecil bahkan yang terutama, dalam melaksanakan karya pastoral, kita tidak pernah boleh lupa untuk berdoa. Dengan berdoa, kita mengandalkan Tuhan dalam hidup dan karya....

Itulah kenang-kenangan terindah yang menjadi butir-butir refleksi seorang imam dan misionaris yang kini telah pergi untuk selama-lamanya. Selamat Jalan Imam Tuhan menuju surga abadi. Jasa-jasamu akan selalu dikenang oleh umat yang pernah engkau layani. Jadilah pendoa bagi mereka semua yang masih berziarah di atas bumi yang fana ini.***

Atambua, 13.07.22

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun