Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, mewujudkan berbagai media untuk pertukaran dan menyebarkan suatu pesan dapat ditempuh dengan cara apa saja. Salah satu media komunikasi massa yang mampu memberikan pesan dan menyampaikan pesan komunikasi yaitu melalui film.Â
Dalam menyampaikan pesan komunikasi, film selalu menggambarkan realitas yang tumbuh dalam masyarakat dan kemudian diproyeksikan ke dalam layar, sejarah, kebiasaan masyarakat, mitos, kehidupan keluarga dan lain sebagainya. Maka dari itu, setiap film mempunyai cara sendiri dalam menampilkan sebuah isu ataupun tema yang diangkat berdasarkan sebuah tujuan dari film tersebut.Â
Beberapa film juga kerap menyajikan suatu plot cerita berdasarkan isu sosial yang menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Salah satunya mengenai maraknya pembahasan isu LGBTQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Queer) dengan segala pro dan kontranya. Sebagai suatu isu yang sensitif dan seringkali memunculkan perdebatan di tengah masyarakat, sineas Garin Nugroho mengambil kesempatan tersebut dengan melahirkan suatu film berjudul "Kucumbu Tubuh Indahku".Â
Dalam film yang ditayangkan perdana pada tahun 2019 itu menceritakan seseorang bernama Juno di mana ia merupakan anak yang tumbuh dan juga besar tanpa kehadiran kasih sayang dari ayah maupun ibunya. Ia memiliki ketertarikan terhadap seni yang menjadi warisan dalam budaya di desanya yaitu Tari Lengger sebagai pelariannya atas ketidakhadiran kasih sayang kedua orang tuanya.Â
Namun di dalam perjalanannya menjadi penari Lengger ini, Juno mendapat banyak tantangan seperti pelecehan seksual yang dialami olehnya yang membuat dirinya dilanda trauma. Juno sendiri memiliki ketertarikan dengan seorang petinju amatir yang notabene memiliki gender yang sama dengannya. Namun ia tidak ingin ketertarikannya kepada sesama jenis ini menjadikannya dipandang sebagai orang aneh di masyarakat.Â
Pemaknaan Kisah Juno
Dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku", Garin Nugroho selaku sutradara mengatakan bahwa film tersebut bertujuan untuk memberi pesan bahwa trauma yang terpendam dalam kehidupan seseorang dapat mempengaruhi diri orang tersebut. Garin juga mengatakan bahwa metafora tubuh kita ini telah terperangkap di dalam trauma-trauma yang tidak dapat ditemukan pemecahan masalahnya. Garin pun menambahkan bahwa tujuan dari film untuk menyadarkan seseorang bahwa tubuh kita ini adalah suatu perpustakaan yang berisi sejarah, cerita dan juga trauma yang dialami sendiri-sendiri.Â
Dalam pemberian pesan yang dilakukan oleh filmmaker ini belum tentu dapat dipersepsikan oleh audiens dengan baik. Mungkin saja ada audiens yang kurang bisa memaknai pesan yang diberikan oleh filmmaker kepada audiens. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dianalisis tentang penerimaan audiens dalam menerima pesan terkait isu defisit afeksi dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku".Â
Mengenai pemaknaan pesan ini sendiri kita dapat berkaca dari proses encoding dan juga decoding pada pandangan Stuart Hall. Dalam teori Stuart Hall menyatakan bahwa suatu pesan yang di encode dari pengirim dapat dimaknai dan juga diterima menjadi suatu hal yang unik dalam penerima. Namun dalam proses ini sendiri pesan apa yang diberikan oleh pengirim tidaklah selalu dimaknai sama dihadapan penerima pesan.Â
Hal ini sendiri mengacu pada pernyataan Stuart Hall tentang teori resepsi di mana ia mengatakan bahwa "Kode encoding dan decoding mungkin tidak simetris sempurna. Derajat simetri---yaitu, tingkat 'pemahaman' dan 'kesalahpahaman' dalam pertukaran komunikatif---bergantung pada derajat simetri/asimetri (hubungan kesetaraan) yang ditetapkan antara posisi 'personifikasi', pembuat encode-produser dan decoder-penerima." (Hall, Hobson, Lowe, & Willis, 2005, h. 118). Artinya dalam pemaknaan suatu pesan, apa yang diinginkan oleh para pembuat pesan dan juga pemaknaan pesan dari penerima tidaklah selalu sama, hal ini sendiri diakibatkan oleh tingkat pemahaman pesan yang berbeda dari para penerima sehingga mungkin dalam pemaknaan pesan dapat berbeda.
Tanggapan Publik
Dalam tulisan ini saya telah memilih empat narasumber untuk mendapatkan data terkait tanggapan audiens atas isu defisit afeksi pada tokoh Juno yang mengalami penyimpangan seksual dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku".Â
Narasumber pertama adalah SF berumur 20 tahun asal Yogyakarta yang merupakan salah satu mahasiswa jurusan Antropologi semester 4 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Alasan saya memilih narasumber ini dikarenakan latar belakang narasumber pertama sebagai mahasiswa jurusan Antropologi. Antropologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai seluk beluk budaya yang dihasilkan oleh manusia. Dengan demikian, saya berharap latar belakang narasumber pertama ini  dapat cukup kompeten dalam memberikan jawaban seputar pesan film karena dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku" sangat kental unsur budayanya,  sehingga menurut saya SF cocok untuk dijadikan sebagai narasumber.
Narasumber kedua adalah LC, 20 tahun berasal dari Bekasi yang merupakan mahasiswa jurusan Psikologi semester 2 dari Universitas Esa Unggul. Menurut saya, LC cocok menjadi narasumber karena di dalam film ini banyak membahas hal terkait psikologi yang dialami tokoh Juno di dalam film  "Kucumbu Tubuh Indahku", sehingga  LC sangat tepat untuk menjawab pertanyaan seputar isu psikologi (dalam hal ini kondisi defisit afeksi) yang ada di dalam film ini. Â
Narasumber ketiga  adalah seorang aktor berusia 22 tahun yang memiliki inisial SR dan berasal dari Yogyakarta. Alasan saya memilih SR sebagai narasumber karena SR merupakan seorang aktor film dan short movie yang juga pernah berperan menjadi tokoh LGBT juga. Dalam hal ini menurut saya, SR berkompeten untuk membahas masalah LGBT dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku". Dari situ saya berpendapat bahwa narasumber ini dapat menjelaskan LGBT dalam perspektif pribadi berdasarkan pengalamannya dalam mengamati pelaku LGBT di Yogyakarta.
Narasumber keempat berinisial AG merupakan mahasiswi asal Salatiga yang berumur 22 tahun. AG merupakan mahasiswi semester 6 jurusan Psikologi di Universitas Kristen Satya Wacana. Alasan saya memilih narasumber ini karena dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku" banyak membahas masalah psikologi tokoh.Â
Keempat narasumber setuju bahwa seseorang yang mengalami defisit afeksi akan menimbulkan trauma bagi kehidupannya di masa yang akan datang. Premis tersebut berangkat dari asumsi bahwa manusia menentukan kehidupannya menurut makna yang ia berikan pada pengalaman masa lalu.Â
Tentunya, tidak ada pengalaman yang sendirinya menyebabkan keberhasilan dan kegagalan. Seseorang tidak akan menderita syok akibat dari pengalaman tersebut melainkan sebaliknya, maka kami mempertanyakan kebenarannya, "Apakah trauma merupakan keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani?".Â
Jika adanya kausalitas yang merujuk pada determinasi terhadap seseorang. Artinya, sebab akan mengontrol akibat, maka masa lalu menentukan masa kini dan masa depan sudah diputuskan oleh masa lalu dan tidak dapat berubah. Cerita dalam film ini mengarahkan pada terjadinya defisit afeksi yang menimbulkan trauma bagi kehidupan di masa mendatang.Â
Dalam hal ini saya menemukan bahwa persepsi narasumber 1 mengenai defisit afeksi dapat menimbulkan trauma bagi kehidupan seseorang di masa yang akan datang adalah menjawab benar adanya karena kurangnya kasih sayang atau defisit afeksi yang dialami tokoh utama (Juno) ini merupakan masalah turunan dari kesiapan orang tuanya untuk memiliki anak dan hal itu dibuktikan dengan pendapat SF:
"Menurut film saya setuju, tapi menurut saya bukan kurang kasih sayang saja. Kasih sayang tuh masalah turunannya, masalah pokoknya dari orangtua yang tidak siap menjadi orangtua, makanya dampaknya ke kasih sayang."
Lalu pada narasumber 2 berpendapat juga bahwa trauma yang dialami oleh tokoh utama itu disebabkan karena tidak adanya kasih sayang orang tua untuk tokoh utama dan itu ditunjukan melalui scene-scene pertama dimana ditunjukan jika ayah Juno di dalam rumah tidak terlalu memperhatikan Juno dan justru membiarkan Juno melakukan segala sesuatunya sendiri. Dalam hal ini juga menjelaskan bagaimana contoh dari scene yang membuat tokoh utama mempunyai suatu trauma yang ada dikatakan dalam kutipan wawancara :
"Setuju sih, karena kalau dilihat memang sedari awal Juno kurang perhatian, contohnya, waktu Juno melihat darah waktu si bapak yang pernah tidur sama dia berantem di tengah kebun jagung terus dia langsung lari serta menceburkan dirinya ke dalam air lalu mengamuk saat di dekati."
Lalu pada narasumber 3 memandang bahwa hal yang terjadi dalam kehidupan seseorang adalah pemaknaan dari dirinya sendiri. Hal tersebut ditunjukkan melalui kutipan berikut:
"Belum tentu sih, tergantung gimana seseorang itu memaknai, oke lah seseorang itu tertindas, tapi bukankah dunia memang sekejam itu ya? menurut saya karakter Juno yang dibangun sama film emang terlalu menginginkan keadaan yang ideal."
Kemudian ada juga narasumber 4 yang juga setuju seperti pendapat mayoritas karena menurutnya kasih sayang memiliki peran penting yang kemudian dapat berpengaruh juga pada emosi terutama pada anak kecil. Hal ini dibuktikan dalam hasil kutipan wawancara berikut:
"Benar, kasih sayang sangat berpengaruh dari adanya kesimbangan emosi seseorang. Pada saat anak berkembang dari fase prenatal stage sampe adolescence adalah masa dimana kasih sayang sangat dibutuhkan untuk menciptakan inner self yang seimbang dan tidak luka atau menghindarkan gangguan inner child. Sebab innerchild akan mempengaruhi sikap seseorang kelak menjadi dewasa atau pribadi dasar seseorang."
Uniknya Pesan Dalam Film
Penerimaan pesan dari keempat narasumber di satu sisi mungkin memiliki nada yang sama. Namun uniknya, jawaban dari masing-masing narasumber memiliki penekanan yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang mereka masing-masing. Dari sini dapat disimpulkan bahwa film adalah media yang unik dan khas untuk menyampaikan suatu pesan kepada publik. Bagaimana publik ingin menangkap pesannya, itu semua tergantung dari sudut pandang masing-masing khalayak.
Sumber referensi:
Hall, S., Hobson, D., Lowe, A., & Willis, P. (2005). Culture, media, language (2nd ed.). New York, USA: Taylor & Francis e-Library.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H