Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Presidium Alumni 212 Berjuang Melawan Ilusi

29 September 2017   11:29 Diperbarui: 29 September 2017   14:56 4254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Presidium Alumni 212, Slamet Maarif (http://nasional.kompas.com)

Misi Demo 299

Menurut Slamet Ma'arif, aksi 299 merupakan lanjutan dari aksi 287. Tuntannya ada dua. Pertama, mendesak DPR menolak Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Masyarakat. Kedua, meminta DPR menolak dan melawan kebangkitan PKI yang mereka nilai semakin menguat belakangan ini. Bersamaan dengan itu, mereka juga hendak mengingatkan DPR agar tak ada yang mencoba mencabut TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 yang memuat pembubaran PKI.

Kendati banyak ormas yang mundur dari rencana aksi karena dinilai tak perlu, Slamet Maarif yakin pesertanya puluhan ribu. Bahkan ia sempat mengatakan mencapi 50 ribu peserta. Fadli Zon sendiri tidak keberatan adanya aksi tersebut. Ia malah mendukung. Pimpinan DPR sendiri akan diusahakannya menemui peserta aksi, ujarnya kepada media.

Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti. Dikatakannya, aksi diakui dan diizinkan secara konsistitusional. Namun, perlu diingat bahwa demonstrasi besar-besaran dari daerah bisa menimbulkan masalah baru, kegelisahan dan ketakutan massa, katanya sebagaimana diberitakan media.

Selain itu, Mu'ti mengingatkan bahwa demonstrasi anti PKI bisa menimbulkan masalah baru. Oleh sebab itu harus hati-hati. Jangan sampai membuka luka lama, kata Ma'ti.

Peringatan Mu'ti tersebut tentu saja logis. Kalau hanya menyampaikan dua tuntutan itu, mengapa harus demo dengan peserta beribu-ribu orang? Bukankah hal itu bisa disampaikan secara tertulis? DPR toh bisa membaca. Menyampaikan tuntutan dalam bentuk demo jelas mengandung kontradiksi. Di satu sisi peserta demo menggantungkan harapannya di pundak DPR, tetapi di sisi lain dan pada saat yang sama, mereka melecehkan anggota DPR karena dianggap tak bisa memahami tuntutan tertulis tanpa demo.

Lagi pula tuntutan yang disampaikan sama sekali bukan baru. Soal penolakan Perppu No 2 Tahun 2017 sudah lama disuarakan. Termasuk oleh Amien Rais dan Yusril Ihza Mahendra. Penolakan PKI juga begitu.

Yang membuat saya makin bengong di bawah tempurung, mereka menolak Perppu No 2 Tahun 2017 yang mendasari pembubaran HTI. Padahal HTI sendiri merupakan organisasi anti NKRI, anti Pancasila dan UUD 1945 yang selalu berjuang menggantinya dengan ideologi khilafiah Islamiyyah. Ini sudah ada di depan mata dan terang-terangan. Sementara PKI yang terus mereka isukan sudah lama mati. Hanya ada dalam pembicaraan-pembicaraan mereka sendiri lewat orasi-orasi para pimpinan FPI seperti Habib Rizieq, Bachtiar Nasir, Munarman, Ahmad Sobri Lubis, Buya Yahya, Alfian Tanjung, plus Amien Rais, Kivlan Zen, Sri Bintang Pamungkas, dan masih banyak lagi.

Sebagai penduduk tempurung, tentu saja saya makin bengong. Bagaimana mungkin orang yang menamakan dirinya anti PKI menolak Perppu yang nyata-nyata melarang dan mencegah paham anti NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Mungkinkah orang yang menamakan dirinya anti PKI membela mati-matian Ormas yang hendak mengganti Pancasila dan UUD 1945 seperti yang diperjuangkan PKI? Mengapa orang-orang anti NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 yang ada di depan mata atau malah dalam mata sendiri dianggap tidak ada, bukan ancaman, sementara PKI sebagai ilusi terus dikejar-kejar? Bagaimana caranya melawan ilusi? Hayo... jawab!? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun