Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Igauan Mewaspadai PKI

22 September 2017   17:30 Diperbarui: 23 September 2017   22:24 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerusuhan di depan kantor LBH senin dini hari, 18/9/2017 berawal dari gerudukan sekelompok orang yang menamakan diri anti PKI. Bagi mereka diskusi yang tengah berlangsung di kantor LBH memfasilitasi bangkitnya PKI, bahkan pesertanya dituduh sebagai anggota PKI. Sebagian besar di antaranya yang ada dalam kantor dengan penjagaan ketat polisi, mereka minta keluar dengan teriakan-teriakan, "PKI enggak bisa keluar, ayo gabung! Ganyang! Ganyang PKI sekarang juga!" teriak massa di luar kepada peserta diskusi yang berada dalam kantor LBHI.

Tuduhan itu jelas karangan. TNI dan Polri sendiri menyatakan bahwa acara di LBH Jakarta sama sekali tidak terkait dengan PKI. Namun, mereka tetap ngotot pada anggapannya. Mereka malah mau main hakim sendiri terhadap peserta diskusi sehingga akhirnya bentrok dengan anggota Polri.

Pertanyaannya, mana yang menakutkan? Peserta diskusi yang berolah pikir dalam gedung LBH ataukah para pendemo yang melempar polisi dengan batu dan merusak mobil warga yang ada di dekat mereka? Pikir sendiri ya!

Isu bangkitnya PKI memang sudah lama. Sebelum Pilpres sudah dimulai oleh tabloid hoax "Obor Rakyat". Setelah pembohongan Obor Rakyat terbongkar, mereka tidak berhenti. Di saat Jokowi memimpin NKRI, isu itu terus digaungkan oleh sekelompok orang yang jagonya terkapar di atas ring kompetisi Pilpres 2014 oleh Jokowi.  

Simaklah misalnya pernyataan-pernyataan para pimpinan FPI, Sri Bintang Pamungkas, Amien Rais, Kivlan Zen (ada yang menulisnya Kivlan Zein), dan beberapa ustadz dalam orasi-orasi mereka di berbagai kesempatan. Ada yang diwartakan media cetak, on line, dan sebagian di youtube.

Mereka selalu mengatakan bahwa PKI tengah menyusun kekuatan untuk bangkit kembali di Indonesia. Bahkan sudah ada di depan mata, ungkap Amien Rais ketika melontarkan protesnya atas Perppu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas dan pembubaran HTI, Juli 2017 lalu dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

"Kalau HTI dibubarkan kemudian komunisme dikembangkan itu apa hasilnya? Jelas sekali PKI di depan mata dibiarkan. Ya toh? Nggak diapa-apakan. Kalau HTI nggak pernah berbuat, hanya punya prinsipil yang berbeda dengan kita dan nggak ada kata 'makar'. Jadi ini kesalahan fatal bagi Jokowi kalau HTI dibubarkan," ujar Amien di kantor DPP PAN, Senopati, Jakarta Selatan, 12/7/2017 (detik.com).

Apa yang dikatakan Amien persis sama dengan apa yang selalu disebarluaskan oleh para pimpinan FPI lewat youtube. Di antaranya ialah Habib Rizieq, Bachtiar Nasir, Munarman, Ahmad Sobri Lubis, Buya Yahya, Alfian Tanjung yang nadanya sangat rasis dan bertujuan mendiskreditkan Ahok dan Jokowi.

Sekedar contoh silakan tonton video Bachtiar Nasir yang mengatakan "Komunis Sudah Bangkit di Indonesia", video Ahmad Sobri Lubis berjudul "Spirit 212 : Bangkitnya PKI di Negeri Kita", video Buya Yahya berjudul "PKI Mulai Bangkit", atau "Bahaya Kebangkitan Antek-antek PKI" orasi Ustadz Alfian Tanjung, dan masih banyak lagi.

Ngawur

Yang tak kalah ngawur adalah pernyataan Sri Bintang Pamungkas, yang mengatakan bahwa PDIP memelihara Komunis (Jurnals.com). Atas pernyataan ini, PDIP sempat mengancam melayangkan somasi kepada Sri Bintang, namun ditunda terus. Publik sebenarnya berharap agar ancaman itu segera diwujudkan untuk menunjukkan kengawuran Sri Bintang Pamungkas kepada publik.

Yang lebih ngawur, pernyataan Kivlan Zen di Solo Mei 2016, ketika berbicara di depan Dewan Syariah Kota Surakarta (DSKS) yang melakukan kajian terhadap isu PKI, 23 Mei 2016. Dia bilang, pada tahun 2017 (tahun ini) PKI akan akan memplokamirkan Republik Cina-Indonesia.

Untuk meyakinkan publik, Kivlan sampai bilang bahwa PKI telah membentuk struktur partai mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Ada 15 juta pendukung, katanya sebagaimana diberitakan banyak media.

"Susunan partai sudah ada, pimpinan Wahyu Setiaji. Dari tingkat pusat sampai daerah," ujar Kivlan saat ditemui juru warta di sela acara Simposium Nasional 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain' di Balai Kartini, Jakarta, 1/6/2016 (tribunenews.com).

Namun, siapa sosok Wahyu Setiaji itu, sama sekali tidak dijelaskan oleh Kivlan Zen. Mengapa tidak dijelaskan? Hanya Kivlan yang tahu. Namun, tanpa penjelasan detail, nyata, tentu wajar bila Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly mengatakan bahwa Kivlan Zen ngarang, mengada-ada. Ideologi komunis tak akan bisa hidup lagi di Indonesia, tegas Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Luhut Binsar Pandjaitan. Sebab ada parameter regulasi yang sudah menjadi pegangan bersama, tegas Luhut. (Komas.com)

Frustrasi

Pada titik ini, Polri dan TNI sebenarnya bisa mengambil tindakan tanpa harus menunggu perintah presiden. Para pimpinan FPI, Amien, Kivlan Zen, Sri Bintang Pamungkas perlu diminta pertanggungjawabannya atas pernyataan itu agar tidak terus memprovokasi rakyat yang pada gilirannya bisa mengganggu keamanan dalam negeri.

Saat ini mungkin saja masih bisa dikendalikan. Tapi pada saat Pilkada serentak tahun 2018 dan Pilpres Pileg serentak tahun 2019, keadaannya bisa meledak. Kendati mereka selalu bilang bahwa gerakan mereka demi Pancasila dan NKRI, namun melihat sepak terjang mereka selama ini siapa yang percaya selain kelompok mereka sendiri?.

Ada setidaknya dua target mereka untuk terus menggaungkan isu PKI. Pertama, mengganti falsafah dan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Target besar ini merupakan perjuangan pokok FPI. Juga merupakan titik temu antara FPI dan HTI.

Sepintas mereka memang terkesan hanya menyerang PDIP, Ahok, dan Jokowi. Namun, sasaran itu, sebagaimana banyak dibicarakan di media sosial, hanyalah target antara. Kendati demikian, sasaran antara ini penting karena dapat menjadi penentu tercapai tidaknya target akhir.

Lewat demo berjilid-jilid sejak Oktober 2016, terget menjatuhkan Ahok memang behasil. Ahok dijauhi para pemilihnya sehingga kalah pada Pilgub putaran kedua. Harapan mereka sebenarnya, pada saat demo-demo itu, utamanya November 2016, Jokowi juga tumbang. Tapi, gagal!

Itulah yang membuat mereka frustrasi. Yang terjadi malahan sebaliknya. Bukan hanya gagal menjatuhkan Jokowi, satu persatu pimpinan FPI dibuat jongkok karena terjerat kasus hukum. Habib Rizieq yang sempat merasa di atas angin selama demo berjilid-jilid justru terus bersembunyi di Arab guna menghindari proses hukum atas kasus penghinaan terhadap Pancasila, Presiden Sukarno, dan chating pornonya dengan Firza Husein.

Para ulama yang sempat terkecoh pada provokasi GNPF-MUI dan Rizieq berhasil dirangkul kembali oleh Jokowi atas dukungan penuh Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo.

Kedua, menyigkirkan Jokowi. Dengan gagal menjatuhkan Jokowi lewat demo, satu-satunya harapan yang tersisa adalah bermain politik dengan cara mereka sendiri. Untuk itu tahun politik 2018 dan 2019 mereka nilai sangat penting. Mereka berharap Pilkada serentak tahun 2018 dan Pilpres serta Pileg serentak tahun 2019 dapat mereka kendalikan melalui isu PKI. Targetnya, PDIP dijauhi rakyat dan Jokowi tidak lagi diusung menjadi Capres. Dengan begitu, jago mereka yang terkapar pada Pilpres 2014 bisa memenangkan Pilpres 2019.

Lalu, mengapa memilih jalur isu PKI, dan bukan membangun partai mereka sendiri? Karena mereka sangat paham bahwa PKI adalah musuh bersama yang bisa dipakai untuk meraih simpati rakyat sehingga bisa diajak untuk apa saja demi memenangkan Pilkada dan Pilpres 2019.

Oleh sebab itu setiap kesempatan tidak disia-siakan. Tak peduli bahwa PKI sudah dinyatakan sebagai partai terlarang. Juga tak peduli bahwa mendiskusikan PKI tidaklah identik dengan mendirikan partai komunis. Pokoknya mereka menggunakan setiap celah sekecil apa pun untuk menciptakan dalam pikiran publik bahwa PKI ada dan tengah berjuang mendeklarasikan diri.

Jangankan organisasi PKI muncul, ada gambar yang mirip dengan simbol-simbol PKI mereka langsung bilang PKI sudah ada di depan mata. Contohnya adalah Rizieq yang pernah hendak melaporkan Gubernur BI ke Polisi karena logo pada hologram uang Rp 100 ribu yang dinilainya mirip dengan logo PKI.

Contoh lainnya Sri Bintang Pamungkas usai pemungutan suara pada Pilpres 2014, yang menyatakan "Prabowo boleh kalah, tapi Jokowi tidak boleh menang". Yang terbaru adalah pernyataan Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono yang menyamakan PDIP dengan PKI, atau tuduhan bahwa Presiden Jokowi sebagai anak PKI.

Hal itu dilakukan, tidak lain, untuk membangun citra buruk Jokowi di mata rakyat agar dijauhi atau disingkirkan bersama PDIP. Tanpa citra buruk, mereka selalu khawatir bahwa Jokowi akan dicalonkan lagi dan akan membuat jago mereka di Pilpres 2019 nanti kembali gigit jari seperti pada Pilpres 2014.

Tantangan Jokowi

Presiden Jokowi sendiri pernah menantang siapa saja untuk membuktikan tuduhan atas dirinya dengan menelusuri silsilah keluarganya. Beliau bilang, "Orang tua saya juga jelas, tinggal di desa mana, kampung mana. Begitu juga kakek dan nenek saya. Semua bisa dicek," kata Jokowi seperti dikutip kompas.com dari akun Facebook Presiden Joko Widodo, 6/6/2017.

Bukan Cuma itu. Presiden Jokowi juga menantang siapa yang bisa menunjukkan anggota PKI yang mereka sebut-sebut ada di depan mata. "Pertanyaannya, di mana? Di mana? Kalau ada tunjukkan kepada kita. Kepada saya. Saya gebuk detik itu juga!" kata Jokowi. "Soal PKI itu, hukumnya jelas sudah dilarang. Apalagi sampai disorong-sorongkan ke saya, seolah-olah saya melindungi," tambah beliau, ketika berbicara di acara Kajian Ramadhan di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu, 3/6/2017 (kompas.com).

Tantangan presiden itu ternyata tidak ada yang merespon. Amin Rais tidak, Kivlan Zen tidak, Sri Bintang Pamungkas tidak, para ustad FPI juga tidak. Kalau begitu, di mana PKI yang dikatakan telah bangkit?

Ternyata PKI dimaksud bukan di dunia nyata atau di Indonesia yang dapat dilihat dengan mata, tetapi dalam hati dan pikiran mereka sendiri. Mereka tengah mengigau, mengangankan PKI lahir kembali agar mereka bisa bemain api, melihat darah membanjiri parit-parit dan sungai seperti yang terjadi pada tahun 1965.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun