Itulah yang membuat mereka frustrasi. Yang terjadi malahan sebaliknya. Bukan hanya gagal menjatuhkan Jokowi, satu persatu pimpinan FPI dibuat jongkok karena terjerat kasus hukum. Habib Rizieq yang sempat merasa di atas angin selama demo berjilid-jilid justru terus bersembunyi di Arab guna menghindari proses hukum atas kasus penghinaan terhadap Pancasila, Presiden Sukarno, dan chating pornonya dengan Firza Husein.
Para ulama yang sempat terkecoh pada provokasi GNPF-MUI dan Rizieq berhasil dirangkul kembali oleh Jokowi atas dukungan penuh Kapolri Tito Karnavian dan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo.
Kedua, menyigkirkan Jokowi. Dengan gagal menjatuhkan Jokowi lewat demo, satu-satunya harapan yang tersisa adalah bermain politik dengan cara mereka sendiri. Untuk itu tahun politik 2018 dan 2019 mereka nilai sangat penting. Mereka berharap Pilkada serentak tahun 2018 dan Pilpres serta Pileg serentak tahun 2019 dapat mereka kendalikan melalui isu PKI. Targetnya, PDIP dijauhi rakyat dan Jokowi tidak lagi diusung menjadi Capres. Dengan begitu, jago mereka yang terkapar pada Pilpres 2014 bisa memenangkan Pilpres 2019.
Lalu, mengapa memilih jalur isu PKI, dan bukan membangun partai mereka sendiri? Karena mereka sangat paham bahwa PKI adalah musuh bersama yang bisa dipakai untuk meraih simpati rakyat sehingga bisa diajak untuk apa saja demi memenangkan Pilkada dan Pilpres 2019.
Oleh sebab itu setiap kesempatan tidak disia-siakan. Tak peduli bahwa PKI sudah dinyatakan sebagai partai terlarang. Juga tak peduli bahwa mendiskusikan PKI tidaklah identik dengan mendirikan partai komunis. Pokoknya mereka menggunakan setiap celah sekecil apa pun untuk menciptakan dalam pikiran publik bahwa PKI ada dan tengah berjuang mendeklarasikan diri.
Jangankan organisasi PKI muncul, ada gambar yang mirip dengan simbol-simbol PKI mereka langsung bilang PKI sudah ada di depan mata. Contohnya adalah Rizieq yang pernah hendak melaporkan Gubernur BI ke Polisi karena logo pada hologram uang Rp 100 ribu yang dinilainya mirip dengan logo PKI.
Contoh lainnya Sri Bintang Pamungkas usai pemungutan suara pada Pilpres 2014, yang menyatakan "Prabowo boleh kalah, tapi Jokowi tidak boleh menang". Yang terbaru adalah pernyataan Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Poyuono yang menyamakan PDIP dengan PKI, atau tuduhan bahwa Presiden Jokowi sebagai anak PKI.
Hal itu dilakukan, tidak lain, untuk membangun citra buruk Jokowi di mata rakyat agar dijauhi atau disingkirkan bersama PDIP. Tanpa citra buruk, mereka selalu khawatir bahwa Jokowi akan dicalonkan lagi dan akan membuat jago mereka di Pilpres 2019 nanti kembali gigit jari seperti pada Pilpres 2014.
Tantangan Jokowi
Presiden Jokowi sendiri pernah menantang siapa saja untuk membuktikan tuduhan atas dirinya dengan menelusuri silsilah keluarganya. Beliau bilang, "Orang tua saya juga jelas, tinggal di desa mana, kampung mana. Begitu juga kakek dan nenek saya. Semua bisa dicek," kata Jokowi seperti dikutip kompas.com dari akun Facebook Presiden Joko Widodo, 6/6/2017.
Bukan Cuma itu. Presiden Jokowi juga menantang siapa yang bisa menunjukkan anggota PKI yang mereka sebut-sebut ada di depan mata. "Pertanyaannya, di mana? Di mana? Kalau ada tunjukkan kepada kita. Kepada saya. Saya gebuk detik itu juga!" kata Jokowi. "Soal PKI itu, hukumnya jelas sudah dilarang. Apalagi sampai disorong-sorongkan ke saya, seolah-olah saya melindungi," tambah beliau, ketika berbicara di acara Kajian Ramadhan di Universitas Muhammadiyah Malang, Sabtu, 3/6/2017 (kompas.com).