Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agenda Rahasia di Belakang Demo 4/11 (Bagian-2)

14 November 2016   11:36 Diperbarui: 14 November 2016   11:48 2909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan adanya potensi multi efek itu, mereka mestinya ditindak secara hukum. Tujuannya, minimal dua. Pertama, mencegah mereka melakukan hal yang sama atau lebih ngeri pada masa yang akan datang. Saat ini memang FH dan kawan-kawannya tampak diam, tiarap. Tapi jangan dikira sikap diam itu berarti kapok. Sikap diam bisa mengindikasikan bahwa mereka tengah menyusun strategi baru, antara lain, dengan demo yang maha akbar dengan peserta jutaan atau lebih dari Sabang sampai Merauke seperti diisukan di media sosial.

Kedua, perlu diingat bahwa FH bukan penakut. Tipenya petarung sejati. Tak pernah kenal kata: kalah atau menyerah. Yang dia kenal dalam politik hanya satu kata: menang, dengan cara apa pun. PKS sendiri sudah membuktikan hal itu. Salim Segaf Al Jufri dan Hidayat Nur Wahid, sebagai Ketua dan Wakil Ketua Majelis Suyro PKS, serta M Sohibul Iman, PhD sebagai Presiden PKS dibuatnya tak berkutik ketika ia dipecat dari PKS. Pemecatannya dari keanggotan dan seluruh kepengurusan PKS tak berefek. Jabatannya siabagi wakil ketua DPR dari PKS masih nyaman. Apalagi kali ini, dia tidak sendiri. Orang-orang cerdas, politikus, dan agamawan yang seiya-sekata dengannya sangat banyak. Entah mereka yang mendukung FH, atau sebaliknya, atau mungkin saling mendukung, hanya mereka yang tahu.

Diakui bahwa menjerat FH dengan delik makar maupun menghasut tidak mudah. Tulisan Daniel H.T., telah menguraikan hal itu secara detail. Pasalnya, delik makar hanya mungkin diterapkan apabila ada permulaan pelaksanaan tindakan sebagaimana diatur pada Pasal 87 jo 53 KUHP. Delik menghasut di Pasal 160 KUHP pun begitu. FH baru bisa dijerat dengan delik ini apabila hasutannya pada demo 4/11 telah mengakibatkan orang lain melakukan tindak pidana.

Tapi, itu, belum terjadi. Perbuatan yang mengarah makar belum ada. Itulah sebabnya ia begitu sinis ketika ia dilaporkan ke Bareskrim Polri. Ia tahu betul bahwa ia tidak bisa disentuh dengan delik itu. Ia benar-benar merasa di atas angin.

Yang paling mungkin diterapkan adalah ketentuan Pasal 72, UU No 17 Tahun 2014 tentang MD 3 dan Pasal 12 huruf d, g, h, i, j, dan k, Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 Tentang Tatip DPR bagi anggota legislatif. Ketentuan Pasal 65 ayat (1) huruf a, b, dan g UU No 9 Tahun 2015 Tentang Pemda bagi Gubernur NTB. Dan ketentuan Pasal 10 dan 11 UU No 5 Tahun 2014 Tentang ASN bagi pegawai negeri sipil.

Berdasarkan peraturan tersebut, pelanggaran yang dilakukan FH dan kawan-kawannya, termasuk Gubernur NTB, merupakan pengingkaran tugas, kewajiban, dan pelanggaran etika kelembagaan. DPR/D tidak menangani aspirasi rakyat sesuai aturan. Gubernur tidak masuk kerja untuk kegiatan yang tak ada kaitannya dengan tugas pemerintahan.

Pada pelanggaran seperti ini, ancamannya terbatas pada teguran atau peringatan tertulis. Persoalannya, apakah MKD mau menegakkan ketentuan hukum ini bagi anggota DPR/D? Parahnya lagi, apakah pelanggaran ini dapat ditangani bila di antara anggota MKD misalnya banyak yang sepaham dengan FH?  Apakah DPRD NTB memiliki nyali untuk memroses pelanggaran Gubernur NTB karena sebagian anggotanya melakukan pelanggaran yang sama?

Inilah salah sau kelemahan hukum. Peraturan yang bisa memotong kerumitan di atas belum ada. Mencegah dan menghukum pejabat publik yang berkata sesukanya terhadap kepala negara belum ada. Padahal di mata awam, rasa keadilan masyarakat, tindakan tersebut layak dihukum karen merusak tatanan, etika, dan moral.

Mengancam Pancasila dan UUD 1945

Tapi itu belum seberapa. Yang lebih menakutkan adalah adanya agenda rahasia di balik desakan memroses Ahok. Pada tulisan sebelumnya telah diutarakan, yang dikehendaki rombongan FH bukan proses hukum yang lazim. Mereka hanya menghendaki agar dugaan penistaan Qur’an dan ulama dibenarkan, lalu Ahok ditangkap, ditahan, dihukum, dan dipenjara.

Bila target itu gol, Presiden Jokowi tak akan diganggu. Sepanjang Jokowi tidak mengambil kebijakan yang mengusik mereka, mereka tidak neko-neko. Sebab, dasar pijakan mereka sudah tercapai. Penafsiran sepihak mereka atas Almaidah 51 mendapat pembenaran hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun