Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelanggaran Hukum dan Etika Fadli Zon - Fahri Hamzah pada Demo 4/11

10 November 2016   16:07 Diperbarui: 10 November 2016   16:14 1469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fadli Zon dan Fahri Hamzah | aktualpost.com

Dua pria gateng di DPR RI, Fadli Zon dan Fahri Hamzah (FZFH), bak dua sejoli yang lagi kasmaran. Hati, pikiran, dan jiwa mereka bak pinang dibelah dua. Kompak. Apa saja yang dikatakan FZ pasti mendapat anggukan FH. Demikian sebaliknya, FZ selalu mengiyakan apa yang dikatakan FH.

Pasca demo 4-11-2016, kedua wakil ketua DPR RI ini, makin terkenal. Mereka jadi buah bibir banyak orang. Wajahnya mereka yang ganteng dan berbadan subur membuat publik mudah ingat. Sampai-sampai ada yang bilang, FZFH ini sangat klop kalau diusung menjadi Capres dan Wacapres oleh PKS dan/atau Gerindra pada Pilpres 2019. Terserah mereka siapa yang menjadi Calon RI-1 dan RI-2. Mereka sama-sama bisa menjadi apa saja di kedua posisi itu. Pun kalau dijabat secara berganti-ganti.

Dalam demo 4-11-2016, keduanya hadir dan berorasi berapi-api. Tak kalah dengan Habib Rizieq dan Ahmad Dhani.

Sayang, bahwa tampilan fisiknya yang bagus bertolak belakang dengan posisi isi orasi mereka sebagai anggota DPR. Mereka tidak bicara layaknya anggota DPR yang terhormat dalam bingkai norma dan etika lembaga. Mereka justru memilih menjadi “kompor”, pembakar emosi massa lewat ucapan FH bernada makar. Ah masa iya? Mari kita bahas satu persatu.

Melanggar Ketentuan Tugas DPR

FZ dan FH bilang mereka ikut demo karena diundang. Bukan inisiatif sendiri. “Tugas anggota dewan secara umum adalah memenuhi undangan masyarakat. Kehadiran kami ditunggu, baik konstitusi langsung maupun tidak langsung,” ujar FH kepada media.

Sepintas, alasan ini masuk akal. Seolah menegaskan kepada publik bahwa mereka sangat penduli terhadap rakyat. Mereka pura-pura lupa bahwa ajakan, undangan (kalau benar diundang lho ya) untuk berdemo tidak wajib dipenuhi. Bayangkan apa akibatnya bila FZFH dan semua anggota DPR selalu memenuhi ajakan demo. Bukan saja pekerjaan DPR terbengkalai, tetapi sekaligus menihilkan fungsi, kewenangan, dan tugas formal DPR sebagai lembaga.

Ikut demo memang lebih gampang. Tak perlu pikiran serius, tenang, jernih, dan cermat. Cukup dengan modal semangat dan pengeras suara untuk teriak-teriak, siapa saja bisa ikut demo. Apalagi FZ dan FH yang sudah biasa bersuara keras, tentu makin mantap. Tapi, apakah itu yang layak dilakukan oleh wakil ketua DPR? Di mana nalarnya?

Pasal 72 huruf g UU No 17 Tahun 2014 tentang MD3 menegaskan bahwa DPR bertugas “menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat”. Ketentuan ini jelas mengatur apa yang wajib dilakukan FZFH. Bukan ikut demo. Tapi menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat!

Melanggar Etika DPR

Setelah menyerap, menghimpun, dan menampung aspirasi rakyat, maka FZFH perlu memelajarinya dengan cermat, menganalisis dari berbagai aspek, untung ruginya, bagi negara dan masyarakat secara keseluruhan. Bukan untuk para pendemo atau penyampai aspirasi semata. Pada tataran DPR, alat ukur analisis adalah nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, UU MD3 dan Tatip DPR. Bila perlu, hasil analisis itu disampaikan dalam fraksi dan/atau pleno DPR.

Bila ternyata sangat urgen, maka DPR perlu menindaklanjutinya kepada pihak terkait. Dalam kaitannya dengan tuntuan demonstran 4-11-2016, pihak terkait itu ialah Presiden dan Kepolisian. Ini bisa dilakukan dengan memakai jalur formal, misalnya bersurat kepada Presiden dan Kapolri.

Ini pun tak perlu dilakukan dengan teriak-teriak dari jalan raya. Andaikata pihak Kepolisian dan Presiden tidak memberikan respon yang wajar, maka DPR dapat menggunakan hak-hak DPR. Entah hak memanggil, meminta penjelasan, atau hak apa pun yang sesuai dengan ketentuan UU dan Tatip DPR.

Menindaklanjuti inspirasi rakyat dengan teriak-teriak, hanya menunjukkan kekurangdewasaan diri. Ini jelas melanggar etika DPR. Ketentuan Pasal 12  huruf h Peraturan DPR No 1 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR, mewajibkan DPR, termasuk FZFH, untuk menindaklanjuti inspirasi rakyat dengan menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain. Tapi ini, diabaikan oleh FZ dan FH.

Ini artinya, dengan turut demo dan teriak-teriak di jalan raya, FZ dan FH bukan cuma telah ingkar tugas sebagaimana diatur pada Pasal 72 UU MD3, tetapi telah melanggar etika sebagaimana diatur pada pasal 12 Tatip DPR.

Pertanyaannya, MKD menilai hal ini wajar atau malahan semua anggota D PR sepaham dengan FZFH? Mari kita tunggu jawaban MKD

Sinyal Makar

Yang lebih mengkuatirkan adalah sinyal makar yang dikemukakan FH. Dalam orasi di depan Istana Presiden, FH bilang, menjatuhkan presiden itu ada dua cara, pertama lewat parlemen ruangan dan kedua lewat parlemen jalanan."

Mengapa tiba-tiba muncul pernyataan ini? Apakah sekedar cara mendesak Presiden Jokowi agar tidak mengintervensi proses hukum bagi Ahok, atau merupakan ekspresi pergolakan batin yang sudah lama dia pendam sejak kubu KMP gagal memenangkan Pilpres? Hanya Fahri yang tahu. Yang jelas, itulah pernyataannya di depan publik.

Pada saat orasi, FH memang mengimbau agar Presiden Jokowi berhati-hati dalam menyikapi proses hukum terhadap Ahok. Sebab, menurut pengamatannya dalam proses hukum tersebut Presiden mengintervensi.

"Jadi hukum harus ditegakkan seadilnya tanpa intervensi. Kalau tidak, parlemen ruangan bisa bertindak untuk menggalang mosi tidak percaya atau parlemen jalanan yang bertindak menuntut Presiden mundur," lanjutnya seperti dikutip Komas.com.

Dengan pernyataan ini, makin terkuak kepada publik bahwa keterlibatan FZFH dalam demo 4-11-2016 bukan karena diundang. Bukan pula sekedar membidik Ahok. Secara sadar mereka lakukan dengan tujuan hendak menggulingkan Presiden Jokowi.

Anggapan ini dikuatkan dengan sikap FH yang –kalau tidak dihalangi polisi—mengizinkan demonstran tidur di Gedung DPR. Orang pasti curiga, demo sudah selesai, tetapi mengapa harus tidur di gedung DPR? Sikap inilah yang banyak dibicarakan di media. Ada yang bilang bahwa hal itu dilakukan untuk meneruskan demo keesokan harinya sampai tuntutan mereka terpenuhi. Bukan cuma mendesak proses hukum Ahok, tetapi hendak mengulang peristiwa 1998 ketika Presiden Suharto dilengserkan.

Kalau anggapan tersebut benar, maka FZFH makin memerlihatkan diri mereka yang asli. Kendati bajunya DPR, namun secara hakiki mereka belum mampu mengemban tugasnya secara wajar di DPR. Semestinya kalau Presiden Jokowi telah melakukan pelanggaran, maka FZFH tak perlu merencakan makar. Jalur formal ada, sebagaimana diatur pada Pasal 7A  UUD 1945.

Hal itu bisa diusulkan oleh DPR kepada MPR dengan lebih dahulu mengajukan permintaan kepada MK untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/ata Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan kepada negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela, dan seterusnya. Semua syarat dan proses yang perlu ditempuh sudah diatur dalam Pasal 7B ayat (1) sampai ayat (7) UUD 1945.

Lha, jalur formal sudah ada, kuasa melengserkan juga juga sudah ada di tangan FZFH, mengapa tidak digunakan? Mengapa justru menempuh cara-cara yang melanggar norma hukum dan etika? Atau cara-cara itukah yang dimaksudkan FZFH sebagai upaya menegakkan konstitusi, Pancasila, NKRI, Bhineka Tunggal Ika?

100% saya tidak percaya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun