"Jangan menstigma silaturahim Pak Prabowo itu bagi-bagi kursi. Coba pikirkan juga bagaimana para pendukung yang masih punya banyak masalah. Ada yang ditahan, ada yang masih terima surat panggilan polisi, lalu ulama yang ada masalah gara-gara pilihan pemilu," kata Andre, beberapa hari sebelumnya.
Setidaknya ada dua hal yang menarik dalam pernyataan Dahnil dan Andre. Pertama, pendukung Prabowo-Sandi yang diproses secara hukum masih saja dipersepsi sebagai tindakan kriminalisasi. Padahal tindakan yang mereka lakukan jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.
Kasus chat mesum yang memaksa Habib Rizieq kabur ke Mekkah misalnya, walaupun kasusnya sudah dihentikan sejak tahun lalu, serta penghinaan yang dilakukannya terhadap Pancasila dan Presiden pertama RI, Soekarno, masih saja dianggap kriminalisasi.
Demikian pula kasus Ahmad Dhani, Eggi Sudjana, dan Kivlan Zen juga terus diungkit seolah proses hukum atas diri mereka dilakukan Polisi secara suka-suka. Sama sekali tidak dipedulikan bahwa tindakan Habib Rizieq dan kawan-kawannya nyata-nyata melanggar hukum positip.
Kalau pandangan ini diterus-teruskan, jangan-jangan pencuri ayam, pembunuh, dan koruptor yang kebetulan mendukung Prabowo-Sandi apabila tertangkap tangan misalnya juga disebut kriminalisasi.
Kedua, terus saja dibangun persepsi bahwa tanpa adanya rekonsiliasi maka situasi negara ini tetap rawan. Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin akan mandeg, Rakyat tidak bisa hidup tenang.
Tidak disadari bahwa persepsi semacam ini mengandung makna buruk terhadap Prabowo-Sandi. Prabowo-Sandi dikategorikan sebagai pribadi-pribadi jahat yang pasti mengganggu, menjadi trouble maker dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mereka tidak sadar bahwa anggapan semacam itu sama sekali tidak memberi nilai positip bagi Prabowo-Sandi.
Kalau saja Dahnil dan Andre mau berpikir jernih, mereka semestinya sadar bahwa perubahan sikap Prabowo terhadap hasil Pilpres merupakan tanda bahwa dirinya tidak seburuk anggapan Dahnil dan Andre. Keputusan Prabowo menggugat hasil Pilpres di MK, kendati kalah, semestinya dipahami bahwa Prabowo lebih percaya pada proses hukum ketimbang tindakan inkonstitusional.
Tidak bersemangatnya Prabowo untuk bertemu dengan Jokowi, tentu saja bukan tanpa alasan. Boleh jadi Prabowo berpendapat bahwa pertemuan antara dirinya dengan Jokowi bukan lagi peristiwa penting. Sudah tidak memiliki nilai menurunkan tensi politik. Karena saat ini memang sudah tenang. Terutama, di kalangan masyarakat luas sampai ke desa-desa.
Bahwa masih ada yang merasa tensi politik tinggi, bisa saja benar. Tetapi itu terbatas di kalangan orang tertentu saja, seperti Dahnil dan Andre atau para pendukung yang masih belum bisa move on.
Kemungkinan besar, pandangan seperti inilah yang mendasari pemikiran salah seorang ahli hukum tata negara, Margarito Kamis, ketika menanggapi isu rekonsiliasi. Bagi Margarito, saat ini sudah tak perlu ada rekonsiliasi.