Namun, saya yakin Prabowo tidak menempuh cara itu. Mengapa? Kalau itu yang ia lakukan, maka ada beberapa kemungkinan tembok penghadang. Pertama, sudah pasti dia berhadapan dengan hukum.Â
Polri dan TNI sudah siap siaga memberi jawaban matang, sebagaimana dikatakan Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Dedi Prasetio beberapa waktu lalu di Jakarta. Prabowo tahu itu, paham persis karaktristik Polri dan TNI.
Kedua, jika Prabowo bersama Amien Rais, Rizal Ramli, Bachtiar Nasir, atau lainnya tetap nekat memaksakan diri mewujudkan rencana itu, maka yang mereka hadapi bukan KPU atau lembaga survey atau Paslon 01 lagi, tetapi negara dan pemerintahan yang sah. Itu artinya makar dan pasti berujung di hotel prodeo. Prabowo juga paham konsekuenasi itu.
Sebagai seorang nasionalis, negarawan, sebagaimana diakuinya pada debat Pilpres, tentu saja Prabwo tidak mau gegabah lagi. Ia pasti melakukan perhitungan-perhitungan hukum dan politik sebelum melakukannya.
Ketiga, yang tak kalah penting dari dua hal di atas. Ia tidak mau kehilangan kesempatan untuk terus mencalonkan diri menjadi Capres. Entah pada Pilpres 2024-2029 maupun periode 2029-2034, dan seterusnya. Dengan melakukan makar, otomatis kesempatan tersebut langsung menguap.Â
Saya kira, tembok-tembok itulah yang bisa meredam kenekatan Prabowo untuk menampik bisikan Amien Rais, Rizal Ramli, dan konco-konco lain yang kebelet menjadikannya Presiden RI. ***
Salam Kompasiana!
Artikel terkait:
Menyikapi Deklarasi Kemenangan Prabowo Bertubi-tubi