Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Mimpi Relawan dan Penghadang Prabowo Melakukan Makar

5 Mei 2019   07:04 Diperbarui: 5 Mei 2019   07:30 1713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo tiba di kediamannya saat deklarasi kemenangan tanggal 19 April 2019-kompas.com

Gelora euforia atas mimpi kemenangan Prabowo masih saja dilakukan oleh para relawan di berbagai tempat. Diawali di rumah Seknas sekaligus Posko Prabowo-Sandi di Banyuwangi (22/04) oleh puluhan orang. Disusul doa syukur dan deklarasi mimpi kemenangan dilaksanakan di Aceh (29/04) dan Surabaya (3/5) yang dihadiri ratusan orang, dan terakhir di Karawang (04/5) yang dihadiri puluhan orang.

Patut dipuji karena deklarasi itu tidak selalu diisi hanya dengan teriakan sukacita, yel-yel. Mereka tidak menonjolkan kehebatan mereka memenangkan Prabowo-Sandi. Di Aceh dan Surabaya masih ingat Tuhan sehingga deklarasi itu diawali dengan doa bersama dan doa sujud syukur kepada Allah.

Mereka bersykur karena pelaksanaan Pemilu berjalan tertib, aman, dan lancar. Lebih-lebih karena Prabowo-Sandi berhasil mereka jadikan Presiden dan Wakil Presiden RI menurut data yang diklaim sebagai hasil real count di internal mereka sendiri.

Deklarasi Relawan di Surabaya-detik.com
Deklarasi Relawan di Surabaya-detik.com

Kendati demikian, rasa ragu tetap menghantui para relawan. Itulah sebabnya mereka tetap mengingatkan masyarakat agar tidak percaya dengan hasil quick count dari lembaga survey maupun real count dari KPU. Mereka hanya boleh percaya real count yang dilakukan secara internal berdasarkan form C1 yang diperoleh dari TPS, tegasTu Bulqaini Tanjungan, deklarator kemenangan Prabowo di Aceh.

Tidak Tahu Data

Yang aneh sekaligus lucu, ketika wartawan menanyakan persentase kemenangan Prabowo-Sandi kepada Ketua Dewan Penasihat BPP Prabowo-Sandi di Jatim, Soenarko, malah tidak tahu apa-apa.

"Aku belum cek ya. Tapi ada daerah yang menang ada daerah yang kalah. Ya peta besarnya saja. Mataraman kita kalah. Sudah jelas itu. Tapi tapal kuda kita bisa menang. Madura menang. Tinggal arek ini, mulai Bojonegoro sampai Sidoarjo. Itu masih dalam penghitungan. Karena laporannya masih beberapa. Ya itu tadi ada TPS yang belum selesai," ujarnya kepada wartawan.

Para relawan itu tentu saja tak bisa disalahkan. Mereka hanyalah orang-orang lugu, setia, yang mengikuti apa yang kata pimpinannya dari Jakarta. Mereka hanya melaksanakan apa yang diinstruksikan oleh Ketua Badan Pemenangan Prabowo-Sandi, Djoko Santoso.

"Saya sudah instruksikan di daerah-daerah Prabowo-Sandi menang itu diadakan syukuran dan deklarasikan," ujar Djoko Santoso kepada pers usai Prabowo mendeklarasikan kemenangannya tanggal 17 April lalu.

Deklarasi kemenangan Prabowo-sandi di Banyuwangi - detik.com
Deklarasi kemenangan Prabowo-sandi di Banyuwangi - detik.com

Sebagai orang-orang setia, tentu para relawan itu manut. Mustahil mereka melawan perintah atasan atau organisasi. Mereka telah diikat oleh sumpah setia. Terlebih lagi karena Deklarasi yang dilakukan Prabowo sudah mendapat dukungan dari Habib Rizieq, Ulama junjungan mereka.

"Deklarasi kemenangan yang dilakukan oleh Prabowo-Sandi bersama partai koalisinya sudah sangat tepat, logis, realistis dan argumentatif," ucap Rizieq melalui channel Youtube Front TV pada Minggu (21/4), sebagaimana diwartakan media. Bagi mereka, pernyataan Rizieq itu tak ubahnya Firman Tuhan yang selalu benar. Harus diikuti, tak boleh dibantah he he.

Apakah ini salah? Tentu bisa ya dan bisa tidak. Dari sisi hukum, etika, dan moral tentu salah. Pasalnya, perhitungan suara saja belum selesai, tapi sudah mengkalim diri menang. Perhitungan suara secara nasional masih berlangsung, tapi sudah berani mendeklarasikan menang 62%. Bahkan bisa mencapai 70% atau 80%, ungkap Ketua BPN Paslon 02, Djoko Santoso usai syukuran di TMII, 24 April 2019.

Untuk itu, jangan bicara hukum, etika, dan moral. Semua itu hanya berlaku dalam situasi wajar, normal. Bagi mereka situasi ini darurat. Oleh sebab itu, hal yang diperlukan meyakinkan semua relawan dan para pendukung agar tetap teguh pada pendirian bahwa Prabowo menang.

Supaya tidak goyah, maka jangan lihat data KPU. Jangan tonton TV yang menyiarkan perkembangan perhitungan suara. Kegiatan yang diperlukan cukup adakan doa bersama, doa sujud syukur, dan deklarasi kemenangan.

Kemungkinan Respon Prabowo

Bagaimana kalau ternyata Prabowo kalah berdasarkan perhitungan suara nyata (real count) oleh KPU? Tentu ada beberapa kemungkinan respon yang bisa muncul,  tergantung pada sikap Prabowo. Jika Prabowo menerima, maka para relawan setia ini akan manut juga.

Jika menolak, maka perjuangan wajar berikutnya semestinya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, kemungkinan ini terbilang sangat kecil. Salah satu tulang punggung Prabowo, Amien Rais, jauh-jauh hari sudah menyatakan tidak bakalan berurusan di MK.

Kalau demikian, mau apa? Apakah mau menggalang berjuta-juta massa dari berbagai daerah "berwisata" ke Jakarta untuk duduk-duduk, doa bersama, dan nyanyi-nyanyi di depan Istana Negara seperti yang direncakan oleh Risal Ramli dengan people power yang mereka sebut konstitusional? Bisa saja ya.

Prabowo Subianto
Prabowo Subianto

Namun, saya yakin Prabowo tidak menempuh cara itu. Mengapa? Kalau itu yang ia lakukan, maka ada beberapa kemungkinan tembok penghadang. Pertama, sudah pasti dia berhadapan dengan hukum. 

Polri dan TNI sudah siap siaga memberi jawaban matang, sebagaimana dikatakan Karopenmas Divhumas Polri, Brigjen Dedi Prasetio beberapa waktu lalu di Jakarta. Prabowo tahu itu, paham persis karaktristik Polri dan TNI.

Kedua, jika Prabowo bersama Amien Rais, Rizal Ramli, Bachtiar Nasir, atau lainnya tetap nekat memaksakan diri mewujudkan rencana itu, maka yang mereka hadapi bukan KPU atau lembaga survey atau Paslon 01 lagi, tetapi negara dan pemerintahan yang sah. Itu artinya makar dan pasti berujung di hotel prodeo. Prabowo juga paham konsekuenasi itu.

Sebagai seorang nasionalis, negarawan, sebagaimana diakuinya pada debat Pilpres, tentu saja Prabwo tidak mau gegabah lagi. Ia pasti melakukan perhitungan-perhitungan hukum dan politik sebelum melakukannya.

Ketiga, yang tak kalah penting dari dua hal di atas. Ia tidak mau kehilangan kesempatan untuk terus mencalonkan diri menjadi Capres. Entah pada Pilpres 2024-2029 maupun periode 2029-2034, dan seterusnya. Dengan melakukan makar, otomatis kesempatan tersebut langsung menguap. 

Saya kira, tembok-tembok itulah yang bisa meredam kenekatan Prabowo untuk menampik bisikan Amien Rais, Rizal Ramli, dan konco-konco lain yang kebelet menjadikannya Presiden RI. ***

Salam Kompasiana!

Artikel terkait:

Menyikapi Deklarasi Kemenangan Prabowo Bertubi-tubi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun