Sebagai orang-orang setia, tentu para relawan itu manut. Mustahil mereka melawan perintah atasan atau organisasi. Mereka telah diikat oleh sumpah setia. Terlebih lagi karena Deklarasi yang dilakukan Prabowo sudah mendapat dukungan dari Habib Rizieq, Ulama junjungan mereka.
"Deklarasi kemenangan yang dilakukan oleh Prabowo-Sandi bersama partai koalisinya sudah sangat tepat, logis, realistis dan argumentatif," ucap Rizieq melalui channel Youtube Front TV pada Minggu (21/4), sebagaimana diwartakan media. Bagi mereka, pernyataan Rizieq itu tak ubahnya Firman Tuhan yang selalu benar. Harus diikuti, tak boleh dibantah he he.
Apakah ini salah? Tentu bisa ya dan bisa tidak. Dari sisi hukum, etika, dan moral tentu salah. Pasalnya, perhitungan suara saja belum selesai, tapi sudah mengkalim diri menang. Perhitungan suara secara nasional masih berlangsung, tapi sudah berani mendeklarasikan menang 62%. Bahkan bisa mencapai 70% atau 80%, ungkap Ketua BPN Paslon 02, Djoko Santoso usai syukuran di TMII, 24 April 2019.
Untuk itu, jangan bicara hukum, etika, dan moral. Semua itu hanya berlaku dalam situasi wajar, normal. Bagi mereka situasi ini darurat. Oleh sebab itu, hal yang diperlukan meyakinkan semua relawan dan para pendukung agar tetap teguh pada pendirian bahwa Prabowo menang.
Supaya tidak goyah, maka jangan lihat data KPU. Jangan tonton TV yang menyiarkan perkembangan perhitungan suara. Kegiatan yang diperlukan cukup adakan doa bersama, doa sujud syukur, dan deklarasi kemenangan.
Kemungkinan Respon Prabowo
Bagaimana kalau ternyata Prabowo kalah berdasarkan perhitungan suara nyata (real count) oleh KPU? Tentu ada beberapa kemungkinan respon yang bisa muncul, Â tergantung pada sikap Prabowo. Jika Prabowo menerima, maka para relawan setia ini akan manut juga.
Jika menolak, maka perjuangan wajar berikutnya semestinya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, kemungkinan ini terbilang sangat kecil. Salah satu tulang punggung Prabowo, Amien Rais, jauh-jauh hari sudah menyatakan tidak bakalan berurusan di MK.
Kalau demikian, mau apa? Apakah mau menggalang berjuta-juta massa dari berbagai daerah "berwisata" ke Jakarta untuk duduk-duduk, doa bersama, dan nyanyi-nyanyi di depan Istana Negara seperti yang direncakan oleh Risal Ramli dengan people power yang mereka sebut konstitusional? Bisa saja ya.