Mohon tunggu...
Muhammad Yorga Permana
Muhammad Yorga Permana Mohon Tunggu... Guru - Seorang peneliti

Muhammad Yorga Permana, Seorang mahasiswa di Manajemen Rekayasa Industri ITB, peneliti di Lingkar Studi Melukis Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jarak Kita dengan Partai Politik

16 Oktober 2013   22:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:27 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai Masuk Kampus, Kenapa Tidak?

Siapa yang tidak mengenal Kamila Valejo? Valejo adalah seorang gadis cantik yang menjadi Presiden Federasi Mahasiswa Universitas de Santiago Chile. Pada tahun 2011 ia memimpin ribuan mahasiswa turun ke jalan untuk menolak komersialisasi pendidikan. Aksinya ternyata menginspirasi ratusan ribu mahasiswa lain se-Amerika Latin untuk sama-sama turun ke jalan. Bahkan, the Guardian dan Times menobatkan Vallejo sebagai tokoh terpopuler tahun 2011. Yang menarik Valejo adalah seorang kader terdaftar dari Partai Komunis Chile dan dimajukan sebagai calon anggota kongres Chile tahun 2013 ini. Bagi Vallejo, keterlibatan mahasiswa dalam momentum pemilihan sangat penting untuk tetap menjaga pengaruh gerakan mahasiswa di tengah sektor-sektor sosial yang luas di masyarakat.

Mark Rutte, perdana menteri Belanda sejak tahun 2010 merupakan loyalis Partai Liberal Belanda (VVD). Ia direkrut oleh VVD saat masih menjadi mahasiswa Sejarah di Universitas Leiden. Pada tahun 1988 – 1992, saat masih mahasiswa, dirinya menjabat sebagai ketuaYouth Organisation Freedom and Democracy, sayap pemuda partai VVD.

Begitu pula Ismail Haniya Perdana Menteri Palestina dari Hamas, Erdogan Presiden Turki dari AKP, maupun Mursi dari Ikhwanul Muslimin Mesir, ketiganya sama-sama berinteraksi dengan organisasi politik sejak masih mengemban status mahasiswa.

Barangkali tak perlu jauh-jauh kita mengambil contoh. Partai politik adalah keniscayaan dalam memperjuangkan demokrasi. Bahkan kalau kita mundur satu abad ke belakang, partai politik menjadi satu entitas yang punya peran penting dalam mewujudkan kemerdekaan. Baik Soekarno, Hatta, maupun Semaun memimpin partai politik pada usia muda, usia mahasiswa.

Walaupun baru mendirikan PNI setahun setelah lulus dari ITB (waktu itu THS), Soekarno merumuskan pandangan politiknya Marhaenisme sejak dirinya masih mahasiswa. Begitu pula Semaun, meskipun tidak meneruskan pendidikannya hingga bangku kuliah, ia memisahkan diri dari Sarekat Islam dan mendirikan Partai Komunis Indonesia pada usia 21 tahun. Tidak jauh berbeda dengan Muhammad Hatta. Bagaimanapun Perhimpunan Indonesia yang ia pimpin ketika berkuliah di Belanda bukan sekadar organisasi sosial, tetapi juga organisasi politik.

Partai adalah satu entitas, meminjam istilah Donny Gahral, yang mengorganisasikan ide dan perbuatan untuk menciptakan kenegarawanan.  Partai seharusnya menjadi sarana kaderisasi bagi insan-insan muda untuk tumbuh menjadi negarawan di kemudian hari. Selain itu, sebagai konsekuensi dari demokrasi, partai politik menjadi instrumen bagi masyarakat untuk mengorganisasi kan ide dan gagasannya agar diterapkan dalam pemerintahan.

Oleh karena itu, merupakan satu pilihan bagi siapa pun yang menjadi agen perubahan sosial di dalam suatu masyarakat untuk berpartisipasi dalam aktivitas partai politik atau paling tidak menitipkan aspirasinya kepada partai politik, termasuk di dalamnya pemuda dan mahasiswa.

Apakah artinya penulis sepakat dengan gagasan partai masuk kampus? Tentu maknanya bukan setiap mahasiswa harus menjadi anggota partai politik, sekali lagi itu pilihan. Bukan pula kebebasan institusi kampus untuk memihak kepada satu partai atau tokoh politik tertentu. Secara institusional, kampus adalah entitas yang harus tetap menjaga independensinya.

Namun, sebagai individu, hak berpolitik menjadi hak setiap warga negara, termasuk pemuda dan mahasiswa. Pemihakan mahasiswa kepada partai politik tertentu tidak perlu dipandang sinis, sama halnya dengan deklarasi dukungan mahasiswa kepada sosok Joko Widodo, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, atau Dahlan Iskan misalnya.

Terlepas pekerjaan rumah yang menumpuk bagi partai politik (seperti korupsi sistematis, inkapabilitas kader, skandal seks para pengurusnya, yang akan saya kupas di tulisan selanjutnya), fenomena-fenomena ini seharusnya tidak membuat kita terus-menerus menjaga jarak dengan partai politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun