Mohon tunggu...
Yopi Ilhamsyah
Yopi Ilhamsyah Mohon Tunggu... Dosen - Herinnering

Herinnering

Selanjutnya

Tutup

Diary

Kuntilanak di Daerah Bekas Sungai

21 Desember 2021   12:19 Diperbarui: 26 Juli 2022   12:30 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang masuk komplek perumahan dinas di malam hari. Pohon Asam rimbun tumbuh di pinggir jalan dekat gerbang (sebelah kiri). Foto: Dokpri.

Awalnya saya merasa ngeri tinggal di sini. Dengan pemandangan luas terhampar ke berbagai sudut termasuk pantai, kalau kembali terjadi gempa diikuti Tsunami, boleh jadi ombak tinggi tersebut akan tiba lebih cepat di komplek ini. Ini pula yang bikin rekan-rekan yang menerima hibah rumah dinas enggan untuk tinggal di sini.     

Kembali ke kejadian di subuh itu, saya berjalan kaki hingga sampai di pertigaan. Bermaksud menyeberangi jalan, saya terkejut dan spontan melompat kala menoleh ke arah kiri (sebelah barat) yang berjarak 20 meter. Saya melihat sesosok mengenakan baju putih panjang, seperti seseorang sedang menggunakan daster putih bergelantung di ranting pepohonan asam yang tumbuh di tepi gerbang masuk komplek.  

Saya mencoba mengarahkan senter ke pohon asam jawa, boleh jadi yang saya lihat mungkin jemuran pakaian yang terbang terbawa angin dan menyangkut di pepohonan, mengingat di dekat pohon asam ada rumah orang kampung.

Ketika saya perhatikan, pakaian putih tersebut seperti sesosok yang sedang duduk dengan bagian bawah bergoyang. Bagian atas (kepala) gelap seperti ditutupi rambut. Perasaan mengatakan "jangan-jangan itu bukan jemuran pakaian", bulu kuduk pun menegang. Subuh atau malam sebelumnya tidak pernah tampak bentangan kain putih di balik rimbunnya dahan pepohonan asam. 

Sontak saya pun menghambur kembali ke rumah. Awalnya saya masuk ke kamar depan, kemudian saya membayangkan "sosok" tersebut boleh jadi mengikuti saya dan berada di balik jendela depan. Saya pun beralih ke kamar belakang, menyalakan lampu, menutup tirai, berbaring di ranjang dengan badan menghadap ke dinding sambil menutup mata.

Saya tertidur hingga pukul 09.00 WIB pagi. Setelah hari benar-benar terang, sekira pukul 11.00 WIB, saya sambangi kembali pohon asam jawa tersebut. Tidak ada bekas pakaian tersangkut di sana. Yang tampak hanya cabang ranting pepohonan menjulang tinggi di birunya langit. Lantas siapakah yang saya lihat subuh tadi?

Sejak kejadian itu, saya selalu pulang lebih awal, dengan lebih dahulu membeli bekal makanan untuk malam hari dan berdiam diri di rumah hingga esok paginya. Dua bulan kemudian saya menikah dan pindah ke kampung lain.

Beberapa hari berlalu, saya bertemu Bang Mandor di sebuah keudee (warung) kopi di kampung sebelah. Beliau awalnya adalah pekerja pada proyek pembangunan rumah dinas ini sebagai kepala tukang. Beliau kerap disapa "Bang Mandor" oleh anak buahnya, jadi-lah saya ikut memanggil beliau dengan Bang Mandor. Seusai proyek, Bang Mandor bekerja di salah satu rumah yang sedang di rehab. Bang Mandor orang Medan berperawakan tegap dengan janggut lebat menghiasi dagu. Sementara bekerja merehab rumah, beliau tinggal di sebuah ruangan di mushola yang sedang dibangun. Sehari-hari sembari bekerja, beliau juga bertindak sebagai marbot mushola termasuk muazin dan imam.

Beliau bertanya tentang saya yang tidak lagi terlihat di mushola. "Seram bang keluar maghrib dan juga subuh di seputaran komplek," jawab saya. Saya pun menceritakan kejadian subuh lalu kepada Bang Mandor.

"Iya itu kuntilanak," sebut Bang Mandor. "Anak-anak (para buruh bangunan) pernah melihatnya di pohon asam belakang komplek," sambung Bang Mandor. "Tidak jelas juga apakah kuntilanak itu berasal dari arwah orang meninggal sekitar sini akibat Tsunami atau mungkin sudah ada sebelum Tsunami. Tapi dia tidak mengganggu, hanya menampakkan diri saja, barangkali butuh teman," seloroh Bang Mandor yang namanya saya sudah lupa.

"Rambutnya panjang sampai ke bawah, duduk di dahan pepohonan. Satu anak (seorang buruh) melihat penampakan kemudian memberitahukan kawan-kawan lain, mereka beramai-ramai mengintip dari balik rumah lagi dibangun. Ngeri juga kata mereka, takutnya kuntilanak itu melihat ke arah mereka dan didatangi pula. Lucunya sambil tidur-tiduran, sesekali mereka masih mengintip dan si kuntilanak masih ada di sana," ujar Bang Mandor dibarengi tawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun