Mohon tunggu...
Yonathan Lu Walukati
Yonathan Lu Walukati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemalas yang kadang suka menulis

Panggil saja Jo.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kemarin Bapak Berulang Tahun

16 Juli 2023   08:46 Diperbarui: 16 Juli 2023   08:49 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Buah jatuh tak jauh dari pohonnya."

Barangkali, pepatah di atas bisa menjadi awal yang baik untuk tulisan ini. Tentu saja, bila tidak cocok, saya akan memaksakannya untuk cocok-cocok saja. Sebab, itulah yang kemudian terbaca di sini, bukan?

Saya mengutip pepatah itu lantaran menyaksikan perayaan ulang tahun bapak, yang, tentu saja bapak tidak tahu bahwa ia sedang berulang tahun. Setidaknya, sipit sedikit dengan saya, yang, tidak merayakan ulang tahun. Maka, benarlah pepatah itu, bukan?

Pukul 21.35 kemarin, saya dan kakak saya merencanakan "perayaan kecil-kecilan" untuk ulangtahun Bapak. Rencana awalnya, adalah saya dengan kakak pertama, sebab semuanya dalam rumah tidak ada yang tahu, bahwa bapak sedang berulang tahun pada 15 Juli. Lalu saya disuruh memanggil mama. Dan, jadilah mama yang akan membawa kue ulangtahun untuk bapak. 

"Ndappa pi-mbunya ba ulangtahun nggia," kata bapak. Ia sama sekali tidak tahu bahwa ia sedang berulang tahun. Singkatnya, bapak meniup lilin ulangtahunnya, lalu menyerahkan kue ulang tahun itu untuk dipotong oleh mama. Dan, di sini lagi-lagi pepatah pada awal tulisan ini saya munculkan. "Buah jatuh tak jauh dari pohonnya." Bapak memilih tidak memakan kue ulang tahunnya. 

Sampai di sini, kalian percaya saja, toh?

Oke, lanjut.

Tidak ada yang istimewa dalam perayaan ulang tahun yang tidak direncanakan ini. Pagi-pagi sekali, selepas minum kopi, bapak mengambil parang, lalu memotong kayu dari pohon kelengkeng yang telah mati dimakan hujan berturut-turut. Pohon yang mati itu, kayunya dipotong kecil-kecil agar bisa digunakan untuk memasak. 

Oh, iya. Ngomongin pohon, sejak kecil, saya sudah terbiasa melihat bapak menanam pohon. Pohon-pohon yang ditanamnya cukup banyak dan beragam. Mulai dari pohon kehi untuk pagar, pohon Jati, pohon Mahoni, Inju Watu hingga pohon Cendana. Pepohonan itu ditanamnya di sawah, di Padang dan di halaman rumah. Spirit leluhur telah bersemayam dalam diri bapak. Bapak percaya, bahwa menanam pohon, bukan semata untuk kehidupan kita, melainkan juga untuk berterima kasih pada alam yang telah menyediakan udara yang segar, cuaca yang sejuk dan tempat beristirahat yang aman untuk tidur siang.

Bapak adalah Orang Sumba Tulen, yang di dalam jiwanya mengalir ajaran leluhur untuk menjaga alam. Ajaran inilah yang membawa saya pada satu kesimpulannya kecil yang bisa berubah suatu waktu: Ambu luppa ta pa-ho mangu ummangu la umma wiki-nda. Jangan sampai kita menyapa tamu di rumah kita sendiri. Padahal, kitalah tuan rumah atas tanah kita, rumah kita. 

Saya dan Bapak 

Biar tulisan ini sedikit lebih panjang, saya sertakan satu kisah pada tahun 2021, tentang saya dan bapak. Tentu saja ini sebagai bentuk terima kasih saya untuk bapak. Begini ceritanya....

Februari 2021 lalu, saya pernah meminta uang pada bapak. "Jhaka ningu ndui, ku-semangat makka unna pa-ramma ha da-skripsi," demikian kata-kata saya. Saat itu, saya sudah tidak memegang sepeserpun uang. Bahkan saya belum regist. "Ai harui duyaka," balas bapak karena saat itu saya pasrah. Target bulan Mei terlewati begitu saja. Bukan hanya itu, saat belum ada dana, semangat saya kerja skripsi seperti tidak ada. Terhenti begitu saja. Namun, ketika melihat skripsi teman yang terbengkalai, saya memberikan pemahaman kepada mereka, lalu bersama-sama menyelesaikan yang belum selesai itu. 

Pada September 2021, waktu selesai yudisium, saya videocall-an dengan adik saya. Kemudian, ia memberikan HP-nya pada bapak untuk berbicara kepada saya. "Ai deningu manna na pa-panimu. Wullang hiwa wammu, wulang hiwa langatakka," kata bapak. Dua bulan sebelumnya saya meminta restu juga dana untuk ujian skripsi pada akhir bulan, dengan sebuah janji untuk selesai pada September. Saat wisuda kemarin, saya videocall-an lagi dengan bapak. Senyumnya merekah. Seperti ada harapan, bahwa anaknya yang 'pengangguran' ini akan ~jadi buzzerp~ segera pulang. 

Pada titik ini, wisuda tepat waktu adalah jawaban paling masuk akal yang saya berikan, agar terhindar jadi donatur tetap kampus. Kita tahu, bahwa kuliah, kadang bisa menjadi sangat asyik dan menyenangkan hingga membuat kita berlama-lama di kampus. Alibi paling meyakinkan, adalah sibuk berorganisasi. Padahal, antar berorganisasi dan berkuliah, hanya soal manajemen waktu. 

Kisah saya yang berurusan dengan kampus dan bapak, selesai sampai di sini. Kita lanjut pada cerita berikut:

Waktu hari ayah tahun 2022 kemarin, bapak dibelikan mie sebungkus oleh teman bapak-bapaknya untuk dimasak, lalu dimakan bersama. Hari yang sibuk hingga hanya menyempatkan diri untuk makan mie. Tidak lama kemudian, mienya hanya dimakan setengah. Sisanya ditawarkan kepada saya untuk melanjutkannya. 

"Naina mie," kata bapak yang langsung saya terima. Saya juga kepengen makan mie karena mereka berdua makan mie di halaman depan rumah dan saya jadi ngiler. Tanpa banyak kata, saya langsung melahap mie itu, sedangkan bapak minum segelas laru sebelum akhirnya ke posko misi umat untuk melanjutkan persiapan perpisahan dengan para pastor misi umat. 

Keesokan harinya, kopi sudah dibuatkan untuk bapak saat ia telah semenit berlalu dengan motornya mengantar adik saya ke Anda Luri. Sepulang dari sana, ia langsung tidur. Capek. Kopinya sudah dingin. Kemudian, saya mengambil kopi itu untuk diminum. Kopi kedua pagi untuk saya.

.

Seperti biasa, keistimewaan tidak ditempatkan khusus pada bulan-bulan tertentu. Namun, kisah di dalamnya, mungkin. Begitu juga yang terjadi dengan hari ulang tahun bapak. Walaupun bapak 'tidak merayakannya', tapi tetap juga malam kemarin kami makan kue ulang tahun milik bapak. Kami tidak memberikan ruang untuk membeda-bedakan hari istimewa dan tidak. Semuanya sama. Tidak ada tingkatan stratifikasi di dalamnya. Sebab cukup orang-orangnya saja, yang karena stratifikasi itu, kadang bikin rugi banyak. 

Saya dengan bapak tidak banyak berbicara, tidak banyak bercerita. Sebagai anak muda yang masih sangat belia, saya akui itu, karena saya masih mengikuti idealisme yang ada dalam diri saya. Saya berkeyakinan, bahwa segala sesuatu yang bisa dipertanyakan, masih akan bisa untuk dijawab. Tentu saja jawabannya adalah jawaban yang masuk akal dan tidak mengikuti arus kebanyakan orang. Misalnya, percakapan kami awal November tahun kemarin, pagi-pagi sekali, percakapan pertama saya dengan bapak adalah 'njaka ndui', yang orang-orang kota mungkin lebih mengenalnya dengan istilah resesi ekonomi. 

Resesi ekonomi oleh beberapa influencer, adalah penyakit yang harus ditakuti. Resesi ekonomi adalah dampak dari sebuah sebab yang tidak bisa dihindari. Dan, ya, harus diakui perputaran uang tidak berjalan dengan baik. Para penjual mengeluh karena kurang pembeli, para pembeli mengeluh karena uang tidak ada. "Aih, jhapu naka ahi na ndui na dha tau," kata bapak pasrah. 

Meski demikian, kehidupan mesti terus berlanjut. Sekalipun ada konten-konten yang menebar ketakutan atas nama resesi ekonomi, kehidupan di pasar tetap berlanjut. Demikian juga dengan kehidupan di kampung-kampung yang tingkat interaksi jual-beli tidak seramai di pasar. Namun, mereka tetap berjualan. Yang membeli tetap membeli makanan. Tentu saja dengan melakukan siasat terlebih dahulu. Apalagi pemasukan minim, pengeluaran pun sebisanya diusahakan minim juga, namun tetap bisa menghidupi.

Orang-orang yang merasa takut justru mereka yang terpelajar, yang, dicekoki dengan konten-konten influencer penebar ketakutan. Masyakarat tetap menikmati makan sehari sekali. Karena ketakutan terbesar mereka adalah masih bisa makan hari ini atau tidak.

Perihal Mendidik Anak 

Mendidik anak itu, susahnya minta ampun. Selain repot, kau harus punya kesabaran yang tinggi. Sebab, fase kanak-kanak, adalah fase dimana mereka sangat aktif bermain dan bermain. Jangan mencegah mereka bermain, tapi perlu diingatkan agar dalam bermain, anak diajarkan sedikit demi sedikit mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Ini, barangkali bisa meminimalisir kenakalan mereka.

Biasanya, sejauh yang saya lihat, ketika ada anak yang bandelnya sudah tidak tertolong, orangtuanya kadang suka beralibi, "dia ikut bapaknya waktu kecil. Dulu, bapaknya nakal kayak begini juga," dan kalimat-kalimat lainnya yang bahkan dilebih-lebihkan. Padahal, bila sedikit saja menurunkan ego orangtua, kita bisa melihat nakalnya anak itu karena ada sebab. Dan, yang paling pertama adalah sebab didikan orangtuanya. 

Anak yang nakal, lalu diberitahu oleh orangtuanya agar tidak nakal lagi, tapi karena anak sedang aktif-aktifnya, kata-kata orangtuanya tidak didengarkan. Lalu, solusi paling memungkinkan yang bisa dilakukan orangtuanya agar anak itu diam adalah dengan memukulnya. Kekerasan yang dilakukan orangtuanya itu, sakitnya memang hanya sesaat, tapi ingatan sang anak tentang orangtuanya yang jahat akan abadi. 

Tapi ada satu hal yang, lagi-lagi, sejauh pengamatan saya, orangtua kerap menenangkan anaknya dengan gadget. Tiap kali lihat anak yang main main HP, menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk nonton YouTube, saya kadang bergumam sendiri, "jangan sampai anakmu diasuh oleh gadget." Pokoknya, jangan sampai itu terjadi. Namun, bila melihat kenyataan yang ada, yang pernah saya lihat langsung, orangtua anak tidak akan rela melihat anaknya menangis. 

Maka, untuk menenangkan anaknya bila ia sedang menangis, diberilah HP. Disuruh nonton sampai puas. Anak senang nonton, orangtuanya senang karena tidak mendengar anaknya rewel. Namun, yang dilupakan oleh orangtuanya adalah, si anak ini telah diasuh oleh gadget. Ini kenyataan yang miris, tapi lagi-lagi, alasan yang paling sering saya dengar adalah, "mau bagaimana lagi? Mau anak ini menangis terus?"

.

Cerita di atas, adalah kisah yang tidak pernah saya alami, tapi saya pernah lihat, bahkan sesering mungkin. Saya menulisnya karena saya tidak diwariskan oleh bapak saya hal-hal semacam itu. Saya lahir, dan besar tanpa diasuh oleh gadget, layaknya anak-anak di masa sekarang. Saya menulisnya untuk pertama-tama berterima kasih pada bapak saya, karena meskipun saya dimanja, bapak tidak pernah membelikan saya segala sesuatu yang ada unsur elektroniknya. 

Sayangnya, anak-anak sekarang tidak diwariskan kebahagiaan yang sama seperti yang orangtuanya peroleh dulu. Kebahagiaan anak-anak sekarang, bisa dibilang adalah kebahagiaan berbayar. Top up game, mainan robot, mobil-mobilan dan lain sebagainya yang mengeluarkan uang. 

Di satu sisi, orangtuanya dengan bangga bercerita; "dulu, mainan bapak tidak seperti ini. Kami dulu, kalau lihat botol minyak goreng, sudah bahagia. Karena botol-botol minyak bim*li, bisa dijadikan mobil-mobilan. Kadang, kalau lebih kreatif, bisa jadi truk pengangkut tanah. 

Mainan-mainan itu, sanggup membuat kami pergi pagi pulang petang. Kadang, bila kelewatan, kami hanya akan pulang bila kayu asam sudah berada di balik manis senyum panggilan ibu. Apakah setelah mendapat pukulan kasih, kami jera? Tidak! Besoknya, kami main hal yang sama lagi. Kadang, kami juga suka mengganggu tidur siang orang. Kaleng bekas susu ataupun kaleng ikan sarden, bisa jadikan dokar yang ketika didorong, bunyinya bisa sampai di rumah tetangga saking berisiknya.

.

Pada akhirnya, kami merayakan ulang tahun bapak, kemarin, dengan hanya berenam saja, anggota inti keluarga. Dimulai dari bapak yang berulang tahun, mama, yang memberikan doa dan harapan ulang tahun dengan cara menghafal urutannya setelah ucapan selamat ulang tahun, lalu semoga panjang umur dan seterusnya, ketiga kakak saya, dan saya sendiri. Seharusnya kami berdelapan. Hanya saja, kakak nomor dua masih berada di Bali dan adik bungsu, masih berkelana untuk memenuhi kesenangannya yang masih kosong. Maklum, masih muda. Beban pikiran belum begitu mengganggu. 

"Ulang tahun bhaya unna, nggarrai."

Lalu bapak meniup lilin ulangtahunnya, membuat harapan. Dan kau tahu? Setelah itu bapak menjelaskan:

"Tentu saja bapak akan marah-marah, apabila melihat banyak ketidakberesan dalam rumah, seperti halaman rumah tidak bersih, piring tidak dicuci, makanan tidak dimakan kasih habis dan lain sebagainya. Itu semua ada sebabnya."

Saat sesi potong kue, yang membagikan dan memberi makan kue malah mama. Pikir mama, bapaklah yang akan kami semua beri makan kue. Ini salah satu momen lucu, sesungguhnya. Namun, tidak memunculkan tawa, karena yang ada hanyalah sukacita. Setelah kuenya dipotong-potong, bapak lalu menyuapi kami satu persatu. Tentu saja dimulai dari mama terlebih dahulu, dan diakhiri oleh saya karena kemarin hanya saya yang mewakili adik paling akhir. 

Selepas makan kue, kakak pergi membeli beer dua botol, lalu diminum bersama. Kali ini, mama melunak, "tidak apa-apa minum beer," katanya. "Karena ini sesekali saja. Bapak lalu menuangkan beer di gelas mama, dan ia minum sambil saya memvideokan. Beberapa lainnya menyusul, kecuali saya. 

Singkat waktu, singkat cerita, kami lalu bercerita banyak hal, termasuk Luri Tanji, yang, tentu saja diidam-idamkan semua orang. Orang-orang kota menyebutnya sebagai integritas. Hidup yang berkesesuaian antara kata-kata dan tindakan-sesuatu yang langka, yang hanya dimiliki oleh orang-orang kuat. Bahkan belum tentu dimiliki oleh mereka yang setiap Minggunya ke gereja. 

.

.

Terjemahan:

1. Saya tidak tahu juga kalau saya berulang tahun.

2. Kalau ada uang sebenarnya, saya bersemangat untuk kerja ini skripsi 

3. Ai susah sudah datang

4. Betul katamu. Bulan sembilan yang kamu janjikan, kamu tepati betul di bulan sembilan

5. Ini mie

6. Kesusahan mendapatkan uang (resesi)

7. Barangkali uang milik orang-orang sudah habis

8. Ulang tahun saja toh, mau apa juga.

9. Hidup lurus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun