Tanggal 27 September diperingati sebagai Hari Pariwisata Dunia oleh UNWTO, adalah hal yang tepat bilamana kita kembali menyoroti isu pariwisata dunia termasuk di level lokal.Â
Maka, pada kesempatan ini penulis mengangkat isu pariwisata dan konservasi di wilayah Taman Nasional Komodo (selanjutnya ditulis TNK ) dan Labuan Bajo. Ulasan ini sebagai usaha memperkaya perspektif dan bukan suatu pretensi menolak secara total pembangunan yang sedang berjalan.
TNK menyimpan rupa-rupa potensi.Â
Sumber daya yang ada mempunyai nilai ekonomi yang fantastis. Keberadaanya sangat mendukung kelangsungan industri pariwisata Labuan Bajo-Flores yang sudah dipredikat sebagai pariwisata super premium.Â
Menyambung hal tersebut, tidak salah banyak investor asing coba merebut zona konservasi ini sebagai ladang investasi.Â
Mendapat restu dari Negara (baca: pemerintah) semacam surplus tersendiri karena mimpi mengais pundi-pundi rupiah di kawasan TNK akan terwujud.Â
Pemerintah optimis bahwa memberikan izin kepada pihak tersebut, maka secara agregat ekonomi; pendapatan Negara akan meningkat dan tersedianya lapangan kerja yang baru.
Sebagaimana diketahui bahwa TNK adalah habitat asli binatang purba komodo dan merupakan zona konservasi.Â
Target investasi dan upaya privatisasi kawasan tentu menuai polemik (pro-kontra) di tengah masyarakat.Â
Fenomena seperti ini, perlu didiskusikan secara intensif karena komodo bukan menjadi tanggung jawab pemodal dan pemerintah semata.Â
Keberlangsungan dan keberlanjutannya adalah tanggung jawab kita bersama. Mengacu pada tuntutan di atas, perlunya merumuskan kembali masalah yang ada. Â