Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Arus Balik Kepemimpinan Megawati

10 Januari 2024   09:16 Diperbarui: 10 Januari 2024   19:40 1510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Foto: Kompas.com

Hari ini, PDI Perjuangan genap berusia 51 tahun. Di samping keberhasilan menempatkan kadernya sebagai presiden, PDIP juga berhasil memenangkan dua gelaran pemilu terakhir. Capaian itu membuktikan PDIP mampu mengelola loyalitas dan militansi kader, sekaligus memelihara simpati dan dukungan rakyat melalui program kerjanya.

Pemilu dan Pilpres 2024 akan menjadi ujian bagi PDIP, di tengah gejolak internal dan eksternal sebagai dampak perbedaan pilihan politik antara Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan salah satu kader kesayangannya, Presiden Joko Widodo.

Sebelum membahas hal itu secara mendalam, ada baiknya kita flashback sedikit perjalanan PDIP sebagai landasan untuk memprediksi hasil pemilu serta sikap politiknya usai kontestasi elektoral 2024.

PDIP menggunakan tanggal lahir mengacu pada pendirian PDI hasil fusi beberapa partai yakni PNI, Murba, IPKI, Perkindo dan Partai Katoliik, sesuai kebijakan Presiden Soeharto tahun 1973.

Namun Megawati baru bergabung pada tahun 1986 di tengah kecemasan pengurus PDI, termasuk suaminya, Taufik Kiemas  (alm), yang sudah terlebih dulu bergabung di bawah kepemimpinan Soerjadi, akibat penurunan suara di pemilu sebelumnya.

Terbukti, bergabungnya Megawati membawa dampak signifikan di Pemilu 1987. Bahkan Megawati berhasil duduk di Senayan sebagai anggota MPR/DPR periode 1987-1992.

Megawati mampu membangkitkan romantisme pendukung Soekarno yang sebelumnya tiarap akibat kebijakan represif Orde Baru. Tapi perlu dicatat, bergabungnya Megawati ke PDI mendapat tentangan dari keluarga besarnya karena dianggap berkompromi dengan Soeharto yang telah menggulingkan bapaknya dari kursi presiden.

Terhadap hal itu, Megawati tidak terlalu menggubris. Megawati bahkan menjadi pengurus struktural partai yakni Ketua DPC PDI Jakarta Pusat. Jalan politik Megawati terbentang luas karena keberaniannya berhadapan langsung dengan Soeharto, sekaligus membalikkan asumsi dirinya berkompromi dengan Orde Baru.

Pada Pemilu 1992 perolehan kursi PDI di MPR/DPR kembali meningkat. Momentum ini berhasil mendongkrak posisi Megawati dengan terpilih menjadi Ketua Umum PDI melalui Kongres Surabaya, Desember 1993.

Seperti kita ketahui, Orde Baru kemudian mencoba menganulir hasil Kongres Surabaya melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Medan yang mengembalikan Soerjadi sebagai ketua umum. Polarisasi kubu Megawati dan Soerjadi yang didukung pemerintah akhirnya berujung bentrok perebutan kantor PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996.

Megawati muncul sebagai ikon perjuangan melawan Orde Baru. Pergerakan demokrasi yang sudah tumbuh di sejumlah daerah dan terutama di kampus-kampus, jauh sebelum Megawati turun ke gelanggang politik, semakin mengkristal karena memiliki figur sentral secara nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun