Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Surya Paloh Perlu Belajar Hal Ini kepada Megawati

6 Oktober 2022   10:06 Diperbarui: 9 Oktober 2022   06:23 2401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri saat bertemu dengan Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh di Bandara Juanda, Surabaya, Jawa Timur, Senin (17/3/2014).(KOMPAS.com/Indra Akuntono)

Tsunami pertama dialami PDIP pasca Pemilu 1999 yang dimenangkanya. Saat itu PDIP kebanjiran anggota baru. Bukan main-main, sejumlah tokoh gerot dan tajir masuk ke kandang banteng dengan membawa tujuan masing-masing.

Untuk mengakomodir masuknya kader-kader baru, PDIP "membuang" pengurus lama yang "lusuh" dan hanya bermodal "semangat".

Akibatnya, terjadi kericuhan saat pemilihan pengurus di berbagai daerah. Banyak kader-kader PDIP yang kemudian hengkang karena pengurus pusat lebih berpihak pada kader baru.

Eros Djarot ada dalam barisan ini, yang kemudian mendirikan Partai Nasionalis Bung Karno (PNBK).

Surya Paloh dan Megawati. Foto: Tempo
Surya Paloh dan Megawati. Foto: Tempo

Tsunami kedua ketika tokoh-tokoh sekelas Sukowaluyo Mintohardjo, Laksamana Sukardi, dan Roy BB Janis mundur secara serentak menjelang menjelang Kongres PDIP di Bali tahun 2005.

Mereka menolak calon tunggal dan adanya hak prerogatif ketua umum untuk menentukan calon kepala daerah dan capres.

Mereka kemudian mendirikan Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP). Belakangan Sophan Sophiaan yang saat itu Ketua Fraksi PDIP di DPR, hengkang dan bergabung dengan PDP.

Dimyati Hartono mengikuti jejak Sophan Sophiaan dengan mundur dari DPR dan pengurus pusat PDIP. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Semarang itu mundur tahun 2002 dan langsung mendirikan Partai Indonesia Tanah Air (PITA).

Di Jawa Tengah juga sempat terjadi friksi menjelang Pilkada 2013 karena Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri lebih memilih Ganjar sebagai calon gubernur dibanding Rustriningsih yang kala itu menjabat wakil gubernur Jawa Tengah dan mantan bupati Kebumen 2 periode.

Jangan bandingkan elektabilitas Ganjar dengan Rustriningsih. Dalam beberapa survei elektabilitas Ganjar hanya 13 persen, sedang Rustriningsih konsisten di atas 30 persen. Rustriningsih sempat ngambek dan "mengancam" mendukung calon dari partai lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun