Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Grace Natalie Musuh Terbaik Anies Baswedan

5 Oktober 2022   15:41 Diperbarui: 5 Oktober 2022   16:30 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kolase foto: Kompas.com

Pernah menonton filn The Best of Enemies? Film bertema rasial yang diangkat dari kisah nyata ini sangat tepat untuk menggambarkan perseteruan politik antara Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dengan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie.

Dikisahkan dalam film The Best of Enemies, Ann Atwater yang diperankan dengan apik oleh Taraji P. Henson, selalu berseteru dengan Clairbone Paul Ellis, pria berkulit putih yang merupakan pemimpin kelompok ras tertinggi dari Ku Klux Klan.

Tidak terhitung lagi intimidasi hingga kekerasan fisik yang dilakukan Clairbone terhadap Ann dan warga kulit hitam lainnya di Durham, North Carolina, Amerika Serikat. Orang-orang kulit putih pimpinan Clairbone yang diperankan Sam Rockwell tidak ingin dominasinya terganggu. Mereka juga tidak ingin warga kulit hitam "mengotori" kotanya.

Namun di akhir cerita, Clairbone justru tampil menjadi pembela Ann, seorang pejuang hak asasi manusia. Sangat dramatis. Silakan tonton film yang dirilis tahun 2019 itu di situs resmi. Tulisan ini bukan resensi, apalagi spoiler.

Lalu di manakah persamaan film The Best of Enemies dengan perseteruan antara Grace dan Anies? Silakan tarik nafas dulu, seruput kopi dan duduk dengan nyaman untuk membaca uraiannya. Silakan juga memaki, namun biasakan membaca tulisan sampai tuntas dan dinalar dengan baik.

Perseteruan antara Grace dan Anies dimulai saat gelaran Pilkada DKI Jakarta 2017. Meski demikian kata perseteruan di sini mungkin kurang tepat karena menurut KBBI Online perseteruan adalah bermusuhan di mana kedua pihak sama-sama menganggap pihak lainnya sebagai musuh, sementara Anies tidak pernah secara terbuka menempatkan Grace sebagai musuh.

Pada Pilkada DKI 2017 Anies maju menantang petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Grace membentuk barisan relawan untuk mendukung Ahok sehingga secara otomatis berhadapan dengan Anies.

Usai pilkada yang dimenangi Anies, Grace mulai menempatkan diri sebagai oposan Anies. Puncaknya terjadi ketika dalam Pemilu 2019, di mana PSI, partai bentukan Grace usai Pilkada DKI 2017, memperoleh suara signifikan di Jakarta dengan menempatkan 8 kadernya sebagai anggota DPRD Jakarta.

Grace menginstruksikan Fraksi PSI di DPRD Jakarta menjadi oposisi dan selalu mengkritisi kebijakan Anies. Tidak ada langkah Anies yang luput dari komentar miring anggota Fraksi PSI.

Di tingkat pusat, kader-kader PSI pun sangat rajin mengkritik semua kebijakan Anies. Bahkan sekedar pembuatan lubang biopori, sumur resapan, dikritik habis-habisan. Semua kritik disertai ancaman interpelasi.

Seolah PSI memang "dilahirkan" hanya untuk menjadi lawan Anies. Sebab sekali pun di daerah lain terjadi banjir hebat, kepala daerahnya tidak bekerja, hingga tertangkap tangan melakukan korupsi, yang disorot dan dikritik tetap Jakarta.  

Kebijakan Grace dilanjutkan Giring Ganesha setelah menerima tampuk kepemimpinan PSI. Tidak berbeda dengan Grace, Giring pun sering mencuit kalimat-kalimat "provokatif" ketika menyerang kebijakan Anies termasuk kasus terperosoknya saat meninjau lahan yang akan dijadikan sirkuit Formula E di Ancol.

Saat gelaran Pemilihan Presiden 2024 mulai memasuki ruang publik, PSI langsung memasang tagline "tidak akan mendukung Anies". Sesuatu yang sudah diprediksi bahkan sebelum kontestasi Pilpres 2019.

Para pendukung Anies pun rajin membalas serangan yang dilancarkan kubu PSI. Perdebatan di ruang media-media sosial seperti Twitter, sering hanya dihiasi antara pendukung Anies dengan kader dan simpatisan PSI ditambah akun-akun yang ditengarai sebagai buzzer pendukung pemerintah pusat.

Namun, meski tidak pernah dinyatakan, sepertinya Anies justru "memanfaatkan" kritik PSI sebagai pelecut untuk menuntaskan semua program dan janji politiknya. Dari rumah DP nol rupiah hingga penataan trotoar dan taman, tuntas dalam 5 tahun. Wajah Ibu Kota berubah dratis dibanding sebelumnya.

Tentu masih ada kekurangan, termasuk target jumlah unit rumah DP nol rupiah. Tetapi siapa pun sulit memungkiri jika Jakarta saat ini adalah kota yang damai dan nyaman bagi pejalan kaki, ramah anak dan perempuan, sangat peduli dengan kaum difabel, dengan moda transportasi kota yang terintegrasi.

Ketika anak-anak dari wilayah sub-urban datang ke Jakarta, menjadikan beberapa titik seperti kawasan Sudirman dan Senen, sebagai teras dan halaman bermain bagi mereka, adalah bukti sahih tentang keramahan Jakarta untuk semua kalangan. Sesuatu yang tidak terbayangkan sebelumnya.

Ketika taman dan jembatan penyebarangan orang (JPO) menjadi, dalam istilah Anies, ruang ketiga setelah rumah dan kantor, di mana semua warga bisa berinteraksi secara setara tanpa sekat dan jarak, sulit untuk tidak mengakuinya sebagai prestasi kecuali bagi hati yang dipenuhi dengki.   

Anies juga mampu merombak birokrasi di Balai Kota menjadi lebih efisien, bebas korupsi, dan 5 tahun berturut-turut mendapat penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Capaian-capaian Anies tidak terlepas dari kritik terus-menerus kelompok oposisi di Jakarta, utamanya PSI. Ingat, kritik setajam apa pun, adalah pil pahit yang menyehatkan bagi penguasa. Tanpa kritik, penguasa di level mana pun, tidak terkontrol dan mungkin saja berjalan semaunya.

Lalu tibalah saat yang manis di ujung perseteruan. Sebab Anies akan mengakhiri masa jabatannya pada 16 Oktober mendatang.

Bermula ketika Partai Nasional Demokrat (NasDem) dengan gempita mendeklarasikan Anies sebagai calon presiden, Senin 3 Oktober 2022 atau tepat 2 minggu sebelum Anies meninggalkan Balai Kota.

Tidak lama setelahnya muncul beragam tanggapan. Dan seperti biasanya, kelompok yang sejak awal memposisikan diri menolak move on dari kekalahan jagoannya di pentas Pilkada DKI 2017, langsung memberondongnya dengan cuitan-cuitan "kasar dan brutal".

Seolah dikomando, cuitan mereka sangat seragam yakni "Anies tidak punya empati terhadap tragedi Kanjuruham", "dalam masa dduka tidak elok bicara politik". Bahkan Giring Ganesha menyebut deklarasi capres Anies nir empati dan partainya tidak akan berbicara tentang politik selama masa duka, sekalipun cuitannya sangat ambigu karena diakhiri dengan pernyataan politik.

Sebagai catatan, tragedi Kanjuruhan adalah peristiwa tewasnya ratusan suporter Aremania usai laga Liga I antara Arema FC kontra Persebaya Surabaya, Sabtu malam, 1 Oktober 2022.

Tentu saja cuitan dan pernyataan sejumlah tokoh, termasuk Ketua DPR Puan Maharani, tidak tepat. Sebab pada Minggu pagi, 2 Oktober 2022, Anies sudah mengunggah ucapan belasungkawa disertai foto hitam dan tulisan duka yang menyentuh di akun Instagram-nya.

Sebelum acara deklarasi, semua yang hadir di NasDem Tower juga melakukan hening cipta untuk para korban tragedi Kanjuruhan.

Fakta lainnya, konser musik di Prambanan, Jawa Tengah, juga tetap digelar di malam tragedi itu. Laga antara Timnas Indonesia versis Guam, 2 Oktober sore juga tetap digelar di Stadion Pakansari, Bogor dengan dipenuhi penonton.

Meski demikian framing bahwa Anies nir empati terus digelorakan. Hal yang bagi pendukung Anies sudah bisa ditebak. Sebab, sekali pun deklarasi capres Anies dilakukan sebulan sebelumnya, atau bahkan setahun mendatang, tetap saja salah di mata para pembencinya.

Tetapi di luar dugaan, Grace justru tampil menjadi "sekutu" Anies. Tanpa basa-basi, zonder pemberitahuan, Grace mendeklarasikan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden dan Yenny Wahid sebagai calon wakil presiden pada Senin sore, 3 Oktober 2022..

Deklarasi capres PSI bukan hanya membungkam kritik Giring. Grace juga membungkam kritik pihak-pihak lain terkait deklarasi Anies. Netizen yang sebelumnya bersuara keras, tiba-tiba senyap.

Mengatakan Anies dan NasDem nir empati terhadap tragedi Kanjruhan menjadi bumerang karena langsung menohok PSI dan Ganjar.

Kali ini, Grace benar-benar tampil sebagai "pembela" Anies. Sungguh akhir yang manis seperti film The Best of Enemies.

Silakan perseteruan dilanjutkan dalam kontestasi Pilpres 2024. Hanya politisi matang yang paham kapan waktunya berseteru, kapan saatnya bersama karena apa pun partai politiknya, apa pun ideologinya, selama masih dalam koridor Pancasila, pasti memiliki semangat dan tujuan yang sama untuk membangun Indonesia.

Salam @yb  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun