Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kudeta Militer, Daw Suu dan Gus Dur

22 Februari 2021   14:35 Diperbarui: 23 Februari 2021   10:37 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hanya tidak mampu melawan, Suu Kyi justru terlihat bergantung kepada militer. Jangankan membuang klausul di dalam konstitusi untuk menutup kembalinya militer ke ranah sipil, sekedar melindungi warga minoritas Rohingya pun gagal.

Bahkan di panggung International Court of Justice di Den Haag Belanda, peraih Nobel Perdamaian yang dielu-elukan Barat sebagai pejuang demokrasi itu, terang-terangan membela aksi genosida yang dilakukan tentara dan kelompok ultranasionalis berbasis agama, tentara terhadap Muslim Rohingya.

Hal ini juga yang mungkin menjadi pertimbangan sejumlah negara menghadapi situasi di Myanmar. Toh di masa sipil berkuasa, peran militer tetap dominan. Tidak banyak perubahan dibanding junta militer yang berkuasa sebelumnya.

Tentu ada juga faktor pandemi Covid-19 di mana seluruh negara sedang sibuk dengan urusan kesehatan dan ekonomi di dalam negerinya.

Artinya, meski terjadi gejolak dan penolakan rakyat Myanmar terhadap kudeta, bisa dipastikan, kekuasaan militer tetap akan bertahan setidaknya sampai setahun sesuai janji Hlaing, jenderal bengis yang pernah tiga kali gagal masuk militer.

Gus Dur

Mengapa Aung San Suu Kyi tidak mencontoh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam merontokkan cengkeraman kekuasaan  militer di ranah sipil? Meski tidak berhasil sepenuhnya, saat menjadi Presiden RI (1999-2001) Gus Dur berani melawan militer yang masih terkenang dengan romantisme Orde Baru.

Gus Dur berani mengganti Panglima TNI (saat itu) Jenderal Wiranto yang telah bersumpah akan melindungi mantan Presiden Soeharto. Gus Dur kemudian mengangkat Laksamana Widodo AS, Panglima TNI pertama yang tidak berasal dari Angkatan Darat (AD).

Kebijakan yang meruntuhkan dominasi AD di level komando tertinggi TNI itu bukan tanpa perlawanan, terutama setelah Gus Dur mengganti Pangkostrad Letjen TNI Djaya Suparman dengan Letjen Agus Wirahadikusumah.

Senior TNI banyak yang gerah dengan sikap Agus Wirahadikusumah. Terlebih setelah keluar Dokumen Bulak Rantai pertengahan tahun 2000. Meski menolak disebut berada di balik dokumen tersebut, tudingan Agus Wirahadikusumah sedang membuat plot untuk menggeser Widodo AS dan sejumlah petinggi militer lainnya, tetap berhembus kencang.

Widodo AS pun melakukan perlawanan dengan meminta Gus Dur mencopot Pangkostrad dan sejumlah jenderal lain di posisi kunci. Namun Gus Dur tidak mau didikte tentara. Gus Dus justru mencopot Wakil Panglima TNI Jenderal Fachrul Razi sekaligus menghapus jabatan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun