Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Inikah "Pengkhianatan" yang Dilakukan Novel Baswedan?

29 Desember 2019   11:40 Diperbarui: 29 Desember 2019   20:36 16456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelaku penyerangan penyidik KPK Novel Baswedan RB saat akan dibawa menuju Bareskrim Mabes Polri, di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (28/12/2019)| Sumber: Kompas.com/Ryana Aryadita Umasugi

Teriakan RB, salah satu tersangka penyerangan terhadap penyidikan KPK Novel Baswedan menyisakan tanda tanya di tengah gumulan pertanyaan soal motifnya. Siapa atau apa yang telah dikhianati Novel sehingga harus dibalas dengan penyiraman air keras?

Ketika dipindah dari Polda Metro Jaya ke Bareskrim Mabes Polri, setelah sebelumnya ditangkap di Cimanggis, Depok, Kamis malam lalu bersama RM, dan menjalani pemeriksaan sekitar 35 jam, dengan nada tinggi RB meminta wartawan untuk mencatat pernyataannya, "Tolong dicatat, saya nggak suka sama Novel karena dia pengkhianat!"

Jika perbuatan Novel yang dijadikan sebagai motif- alasan pendorong untuk berbuat, pertanyaannya apa yang telah dilakukan Novel dan siapa yang dikhianati?

Ada dua dugaan yang bisa dikemukakan untuk mencari tahu tindakan apa yang telah dilakukan Novel yang kemudian oleh RB dianggap sebagai "pengkhianatan" sepanjang dimaksudkan terhadap institusi kepolisian.

Pertama terkait kasus penembakan terhadap pencuri sarang burung walet tahun 2004. Banyak yang mengatakan tindakan Novel- yang saat itu menjabat Kasat Reskrim Polres Kota Bengkulu berpangkat Iptu, telah melanggar disiplin dan sehingga mendapat teguran keras serta dihukum kurungan selama 7 hari.

Novel sudah beberapa kali membantah dirinya berada di lokasi. Bahkan saat ditangkap oleh Polda Bengkulu pada 5 November 2012, di mana saat itu sudah menjadi penyidik KPK berpangkat Kompol, Novel tetap membantah keterlibatannya dalam kasus tersebut. 

Mungkin RB dan RM memiliki persepsi sendiri jika tindakan Novel bukan hanya pelanggaran namun juga bentuk pengkhianatan terhadap lembaga.

Jika benar demikian RB tentu keliru karena kasus sarang burung walet baru mencuat setelah Novel mengusut dugaan korupsi simulator SIM di Korlantas Polri. 

Aroma adanya upaya untuk "menjegal" langkah Novel mengusut kasus simulator SIM begitu kuat sehingga akhirnya Presiden (saat itu) Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan.

Penyidikan kasus pencuri sarang burung walet pun dihentikan dan Novel sukses menuntaskan pengusutan korupsi simulator SIM dengan menyeret mantan Kakorlantas Irjen Djoko Susilo ke penjara bersama sejumlah tersangka lain.

RB, salah satu tersangka penyerang Novel Baswedan. Foto: KOMPAS.com/Tsarina Maharani
RB, salah satu tersangka penyerang Novel Baswedan. Foto: KOMPAS.com/Tsarina Maharani
Kedua, secara umum Novel terlibat langsung dalam beberapa penyidikan yang mengarah ke institusi Polri, padahal dirinya polisi, setidaknya mantan polisi (mundur dari Polri tahun 2012 karena memilih menjadi pegawai tetap KPK).

Selain kasus simulator SIM, Novel juga "terlibat" dalam pengusutan beberapa kasus korupsi yang diduga dilakukan sejumlah perwira tinggi kepolisian dari mantan Kabareskrim Susno Duadji hingga mantan Wakapolri (kini Kepala BIN) Budi Gunawan, meski pengusutan terhadap nama terakhir tidak berlanjut setelah praperadilannya diterima PN Jakarta Selatan.

Namun dampaknya, Budi Gunawan gagal menjadi Kapolri padahal sudah diusulkan Presiden Joko Widodo dan sempat menjalani fit and proper test di DPR.

Itukah pengkhianatan Novel yang dimaksud RB? Jika benar, maka RB jelas keliru. 

Tindakan Novel selaku penyidik KPK adalah dalam rangka melaksanakan amanat UU pemberantasan korupsi. Novel membongkar praktik korupsi yang dilakukan oleh oknum, bukan lembaga, Polri.

Sama seperti halnya ketika Polda Metro Jaya menangkap RB yang adalah anggota polisi. Tidak ada pengkhianatan di dalamnya karena hukum berlaku untuk siapa saja, termasuk aparat penegak hukum itu sendiri.

Ataukah "pengkhianatan" yang diseru RB hanya motif yang dipaksakan untuk menutupi hal lainnya? Masih terlalu dini untuk menyimpulkan. 

Yang jelas, pengungkapan pelaku penyerangan terhadap Novel sudah seperti benang-kusut dan mungkin akan menjadi "monumen" jika saja tidak ada tekanan publik dan perintah Presiden Jokowi.

Ingat, jauh sebelum penangkapan terhadap RB dan RM, Polda Metro Jaya pernah menangkap beberapa terduga di antara AL, pada Mei 2017 atau sekitar satu bulan setelah peristiwa penyerangan terhadap Novel. 

Saat itu Polisi mengatakan AL ditangkap berdasarkan foto yang diberikan Novel. Belakangan AL dilepas karena tidak ditemukan cukup bukti.

Polisi juga sempat menangkap M alias Miko yang menuduh Novel telah menyuapnya untuk bersaksi palsu dalam kasus suap sengketa pilkada dengan terdakwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Seperti AL, Miko pun akhirnya dilepas karena tidak ada bukti keterlibatannya.

Bukan hanya melakukan penangkapan, polisi juga sempat membuat beberapa sketsa wajah terduga pelaku penyerangan terhadap Novel. Sketsa pertama diperlihatkan oleh Kapolri (saat itu) Tito Karnavian usai menghadap Presiden Jokowi tanggal 31 Juli 2017. 

Sedang sketsa kedua disebar tanggal 24 November 2017. Menurut Idham Azis yang saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya (kini Kapolri), sketsa dibikin setelah pihaknya memeriksa 66 saksi.

Artinya, polisi pernah begitu kesulitan mengungkap pelaku penyerangan, apalagi motifnya. Jika akhirnya motifnya hanya rasa "nggak suka", tentu akan menjadi tamparan banyak pihak, termasuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus Novel yang dibentuk Tito Karnavian (kini menteri dalam negeri).

Dari laporan terkait dugaan pelakunya, secara pokok TGPF menyimpulkan ada keterkaitan dengan perkara high profile yang ditangani Novel akibat penggunaan kekuasaan secara berlebihan. 

Jika kata "pengkhianat" digabung dengan hasil TGPF maka benang merahnya adalah Novel dianggap berkhianat oleh RB karena menangani kasus high profile dengan penggunaan kekuasaan secara berlebihan.

Persoalannya, dari 6 kasus high profile yang disebut TGPF yakni korupsi e-KTP, suap kepada Akil Mochtar, korupsi mantan Sekjen MA Nurhadi, korupsi mantan Bupati Buol Amran Batalipu dan korupsi Wisma Atlet, tidak ada yang bersinggungan secara langsung dengan oknum perwira atau mantan perwira polisi, apalagi institusi kepolisian.

Tanpa mengurangi apresiasi terhadap upaya yang telah dilakukan polisi, kita tetap berharap kasus ini tidak berhenti pada motif sakit hati RB karena "pengkhianatan" Novel Baswedan.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun