Hal lainnya adalah kemungkinan adanya intervensi politik. Sebab, Â meski calon anggota dewas diseleksi oleh tim, namun untuk yang pertama ditunjuk langsung oleh presiden. Belum lagi terkait integritasnya karena de3was tidak dilarang rangkap jabatan dan bertemu dengan pihak yang berperkara sebagaimana penyidik dan komisioner KPK.
Sangat mungkin Presiden Jokowi "membaca" keresahan dan kekuatiran para penggiat antikorupsi dan pihak-pihak yang menyerang dirinya terkait isu pemberantasan korupsi ketika memilih nama-nama anggota dewas yakni Albertina Ho, Harjono, Artidjo Alkostar, Syamsuddin Haris dan Tumpak Hatorangan Panggabean. Â
Siapa yang meragukan kredibilitas dan integritas kelima anggota Dewas KPK tersebut? Mereka memiliki rekam jejak bersih dan tegas dalam penegakan hukum.
Harjono sebelumnya adalah Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggaran Pemilu (DKPP). Saat berlangsung Pemilu dan Pilpres 2019 lalu, DKPP banyak membuat keputusan tegas terkait pelanggaran yang dibuat para penyelenggaran pemilu. Salah satunya ketika memberhentikan Ketua KIP dan Ketua Panwaslih Kabupaten Aceh Besar Cut Agus Fathillah dan Adinirwan.
Albertina Ho dikenal karena kegigihan dan kecermatannya dalam memimpin sidang kasus suap dengan terdakwa pegawai pajak Gayus Tambunan membuat publik terkesan dan memberikan julukkan "Srikandi Hukum". Dengan posisinya sekarang, Albertina diyakini mampu menutup celah kemungkinan terjadinya "goreng kasus" oleh oknum KPK. Â
Untuk mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar, rasanya tidak perlu diulas lagi mengingat ketegasannya dalam penegakan hukum sudah dikenal luas. Artidjo sangat ditakuti koruptor karena rajin menaikkan hukuman di tingkat kasasi. Bahkan saat Artidjo masih menjabat, Â banyak tersangka koruptor yang enggan mengajukan kasasi karena takut hukumannya akan bertambah.
Demikian juga dengan Tumpak Hatorangan Panggabean. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2003-2007 ini dikenal memiliki ketegasan dan integritas tinggi. Lebih dari itu, sarjana hukum dari Universitas Tanjungpura Pontianak yang telah berkarier selama 30 tahun di kejaksaan ini  dapat menjadi guide bagi anggota dewas lainnya untuk memahami ritme kerja KPK.
Bagaimana dengan nama yang paling "asing" Syamsuddin Haris? Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini dikenal sebagai bagian dari kubu yang menolak revisi dan ikut menyuarakan agar Presiden Jokowi menerbitkan Perppu KPK.
Di samping mengajar pada Program Pasca-Sarjana Ilmu Politik pada FISIP Unas dan Program Pasca-Sarjana Komunikasi pada FISIP UI, laki-laki kelahiran Bima (NTB), 9 Oktober 1957 ini juga banyak menulis buku dan artikel utamanya tentang demokrasi.
Selain melantik dewas, hari ini Jokowi juga melantik pimpinan KPK periode 2019-2023 yang terdiri dari Firli Bahuri (ketua), Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, Nawawi Pomolango dan Alexander Marwata (anggota).
Kita berharap, meski tetap tidak sepakat dengan sejumlah poin dalam UU KPK yang baru, termasuk keberadaan dewas, tetapi mungkin ini jalan tengah yang terbaik. Â Kita menghargai keputusan Presiden Jokowi yang telah berani mengangkat anggota dewas yang memiliki integritas mumpuni dan tidak terkontaminasi kepentingan partai politik tertentu.