- dan Profil 5 Anggota Dewan Pengawas KPK
Kesan Presiden Joko Widodo membiarkan, bahkan turut andil, terhadap upaya pelemahan pemberantasan korupsi sulit dihindari pasca terjadinya sejumlah peristiwa yang memiliki tendensi ke arah itu. Tidak ingin kesan tersebut terus melekat, Jokowi membuat liukkan cantik di luar dugaan publik.
Kesan pertama terjadi ketika Presiden Jokowi membiarkan proses revisi kedua UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan pemerintah, melalui Kementerian Hukum dan HAM terlibat aktif dalam proses tersebut.
Demo berseri yang digelar mahasiswa dan pelajar serta elemen pro antikorupsi, termasuk sejumlah tokoh ternama, gagal menghentikan. Meski tidak menandatangani hasil revisi UU KPK, kesan Presiden ikut melegalkan tetap melekat karena sesuai ketentuan Pasal 20 ayat 5 UUD 1945 rancangan UU yang telah disahkan DPR otomatis menjadi UU setelah 30 hari.
Kesan itu semakin kuat karena hingga hari ini Jokowi menolak  mengeluarkan Perppu untuk menganulir hasil revisi yang kini telah menjadi UU yakni UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Belum  usai soal UU KPK yang baru, Presiden Jokowi kembali membuat kebijakan kontroversi yang kian mengesakan tidak peduli dengan upaya pemberantasan korupsi yakni ketika memberikan grasi kepada mantan Gubernur Riau  Annas Maamun, terpidana korupsi kasus alih fungsi lahan.
Jokowi semakin jauh dari KPK ketika memilih menyaksikan aksi teaterikal sejumlah menteri di SMA 57 Jakarta dalam rangka peringatan Hari Antikorupsi Sedunia. Jokowi menugaskan Wakil Presiden Ma'ruf Amin untuk menghadiri kegiatan serupa di KPK.
Setelah menjadi sasaran kritik para penggiat antikorupsi, Presiden Jokowi pun membuat manuver cantik yang dipastikan dapat membelah opini para pengiat antikorupsi. Disebut "cantik" karena hal itu dilakukan tepat pada isu yang menjadi titik didih yakni Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Seperti diketahui, munculnya Dewas KPK mendapat tentangan luas karena dianggap akan mengebiri upaya pemberantasan korupsi terutama terkait dengan penyadapan yang menjadi ruh dari operasi tangkap tangan (OTT). Sebab setelah berlakuknya UU KPK yang baru, maka penyadapan, penggeledahan dan penyitaan  yang dilakukan penyidik KPK harus seizin dewas.
Salah satu kekuatiran yang mengemuka adalah kemungkinan upaya penyadapan dalam untuk membongkar dan merangkai alur korupsi akan bocor. Proses izin juga kemungkinan memakan waktu  sehingga kemungkinan objek sudah selesai melakukan transaksi korupsi sebelum KPK melakukan penyadapan.