Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Jokowi Kunci Jawa Timur, Prabowo Wajib Menang di 3 Provinsi Ini

28 September 2018   09:02 Diperbarui: 28 September 2018   11:55 1868
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedua pasangan yang akan berlaga di PIlpres 2019. Foto: KOMPAS.com/Kristianto Purnomo

Keputusan keluarga besar KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur mendukung pasangan petahana Joko Widodo -- Ma'ruf Amin membuat pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno, praktis tidak memiliki celah untuk meraih suara Nahdlatul Ulama (NU). Dukungan Yenny Wahid dan 9 elemen Gusdurian menjadi kuncian terbaik Jokowi untuk memenangkan pertarungan di Jawa Timur.

Tanda-tanda Yenny Wahid akan merapat ke kubu Jokowi-Ma'ruf sudah terbaca sejak dirinya menolak dimasukkan ke dalam draft tim pemenangan Prabowo-Sandiaga dengan alasan masih melakukan istikharah- meminta petunjuk Allah SWT.

Pada saat bersamaan mulai terdengar spekulasi sebenarnya Yenny tengah menunggu kepastian dari kubu Jokowi. Ketika muncul kabar Ma'ruf akan berkunjung, teka-teki ke mana arah dukungan Yenny, sudah dapat dipastikan. Terlebih ketika Ma'ruf Amin datang dengan ditemani Mahfud MD, yang juga representasi Gusdurian.

Bagi kubu Jokowi, masuknya gerbong Gusdurian, meski tanpa Sinta Nuriyah- istri Gus Dur yang memilih tetap netral sebagaimana pada Pilpres 2014, memberikan tambahan semangat untuk bisa menguasai Jawa Timur (Jatim), salah satu wilayah strategis dalam konteks gelaran elektoral tingkat nasional.

Terlebih pada Pilpres 2014 lalu, meski menang, selisih perolehan suara Jokowi-JK tidak terpaut jauh dari lawannya, Prabowo-Hatta Rajasa yakni hanya sekitar 6 persen alias sama dengan selisih perolehan keduanya secara nasional.

Posisi Jatim yang memiliki 30 juta lebih mata piih, cukup krusial bagi kubu Jokowi karena kemungkinan masih belum bisa menguasai Jawa Barat (Jabar), meski jika didasarkan beberapa hasil survei kondisinya sudah berbeda dibanding saat Pilpres 2014 yang dimenangi Prabowo dengan selisih nyaris 20 persen.  

Mengapa suara Yenny Wahid sangat penting? Jatim merupakan basis kaum Nahdliyin, sebutan untuk warga NU. Meski secara politik, tidak terpisahkan dengan PKB, tetapi situasinya akan berbeda dalam konteks pemilihan pemimpin politik, baik lokal maupun nasional.

Faksi Gusdurian sering berbeda suara dengan PKB terutama setelah terjadi perselisihan antara Yenny Wahid dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sejak 2007 lalu. Yenny sempat membentuk kepengurusan PKB tandingan sebelumnya akhirnya kalah di KPU menjelang Pemilu 2009.

Perselisihan antar Gusdurian dengan Muhaimin sempat mengemuka  ketika PKB mendukung Saifullah Yusuf di Pilgub Jatim 2018. Kubu Gusdurian memilih mendukung Khofifah Indar Parawansa yang dianggap lebih dekat dengan Gus Dur.

Faktor ini yang diduga menjadi penyebab kekalahan Saifullah. Sebab suara kaum nasionalis, yang merupakan terbesar kedua setelah Islam tradisional, diyakini bulat mendukung Saiful yang berpasangan dengan kader PDIP, Puti Guntur Soekarno.

Gesekan terbaru terjadi ketika Jokowi tidak jadi menunjuk Mahfud sebagai cawapres dalam sebuah drama  "memalukan" akibat "ulah" Muhaimin. Suara penolakan terhadap Jokowi-Ma'ruf Amin terdengar di Madura hingga sepanjang pesisir utara Jatim, meski belum meliputi seluruh wilayah tapal kuda. Keiklasan Mahfud dengan menyebut "tragedi" itu sebagai hal yang biasa dalam politik, tidak mempan untuk meredam gejolak Gusdurian.

Di sinilah arti pentingnya suara Yenny Wahid. Dengan adanya deklarasi dukungan yang disampaikan langsung oleh Yenny Wahid maka seluruh faksi NU, sudah berada dalam barisan Jokowi-Ma'ruf.

Gabungan NU dan nasionalis menjadi garansi kemenangan, bahkan kemungkinan dengan selisih di atas 6 persen. Sebab sebagian suara Gusdurian yang pada Pilpres 2014 memilih Prabowo karena sikap netral yang diambil keluarga Gus Dur, akan beralih ke Jokowi.

Dengan kemungkinan tersebut, sebaiknya Prabowo-Sandiaga tidak menghabiskan waktu untuk menggarap Jatim karena bisa blunder. Pasangan yang diusung Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat justru harus lebih fokus mempertahankan suara di Jabar dan Banten. Kemenangan di dua provinsi tersebut ditambah DKI Jakarta menjadi harga mati jika Prabowo tidak ingin kembali dipermalu oleh Jokowi.

Kans Prabowo untuk memenangkan DKI Jakarta cukup terbuka. Bukan saja karena selisih perolehan suaranya dengan Jokowi di Pilpres 2104 sangat tipis sebagaimana Jatim,  Prabowo diuntungkan oleh posisi Sandiaga sebagai mantan Wakil Gubernur DKI.

Seperti diketahui pasangan Anies Baswedan -- Sandiaga Uno yang diusung Gerindra dan PKS, ditambah PAN di putaran kedua, tampil sebagai jawara Pilgub DKI Jakarta 2017, mengalahkan pasangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) -- Djarot Saiful Hidayat yang diusung gabungan partai yang kini menjadi pengusung Jokowi -- Ma'ruf.

Jika pun ada sedikit pembeda, hanya pada PPP di mana saat itu PPP versi Romahurmuziy mendukung Anies -- Sandi, sedang PPP di bawah kepemimpinan Djan Faridz mendukung Ahok-Djarot.

Jika Prabowo mampu memenangkan Jabar, DKI dan Banten, maka suara di tanah Jawa akan terbagi rata karena Jokowi dipastikan bisa mempertahankan Jatim dan Jawa Tengah (Jateng), serta kemungkian DIY, meski survei terbaru LSI Denny JA menyebut elektabilitas Jokowi-Maruf di Jawa mencapai 52,6 persen sedangkan Prabowo-Sandiaga hanya 25,9 persen.

Dengan demikian siapa yang akan memenangkan kontestasi elektoral lima tahunan ini, akan ditentukan oleh perolehan di luar Jawa.  Apakah berarti Jokowi akan menang mudah seperti tergambar dari hasil survei LSI Denny JA?

Belum tentu. Prabowo kemungkinan bisa merebut sebagian wilayah di tanah Sumatera selain Aceh, Sumatera Barat,  Riau dan Sumatera Selatan  yang dimenangkan sebelumnya. Ingat, selisih perolehan keduanya di Pilpres 2014 sangat tipis baik di daerah yang dimenangi Prabowo maupun sebaliknya. Bahkan di Jambi, Jokowi hanya unggul 0,5 persen. Survei LSI menunjukkan selisih elektabilitas keduanya di Pulau Sumatera hanya 1 persen.  

Demikian juga di Sulawesi. Kemenangan telak Jokowi dengan prosentasi 58,9 persen berbanding 26,7 persen versi LSI, masih perlu diuji mengingat Sandiaga yang berdarah Bugis-Gorontalo, memiliki tingkat keterpilihan cukup tinggi, sekali pun mungkin belum bisa mengalahkan elektabilitas Jusuf Kalla yang menjadi penopang kemenangan Jokowi di Sulawesi pada Pilpres 2014.

Kekalahan jagoan PDIP di Kalimantan Barat -sekaligus menggusur dinasti Cornelis, serta Kalimantan Timur pada Pilgub 2018, jelas menjadi warning serius untuk Jokowi meski survei LSI menyebut elektabilitasnya di pulau kaya sumber daya alam itu mencapai 61,4 persen, sementara Prabowo hanya 30 persen.  

Namun sulit dipungkiri, Jokowi akan dengan mudah menguasai tanah Papua dan Papua Barat. Tetapi mata pilih di dua provinsi tersebut hanya sekitar 4 juta, kalah dibanding selisih kemenangan Prabowo di Jabar pada Pilpres 2014 yang mencapai sekitar 5 juta suara atau selisih kemenangan Jokowi di Jateng yang tercatat lebih dari 6 juta suara.

Pilpres 2019 tetap masih menarik sekalipun Prabowo kian tertekan setelah Jokowi mendapat tambahan dukungan dari Gusdurian. Prabowo masih memiliki kans jika mampu mengoptimalkan Sandiaga Uno dan isu-isu yang sedikit "nakal".

Salam @yb.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun