Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Way Back", Kisah tentang Pencarian Jalan Pulang dan Penebusan Dosa Masa Lalu

2 Mei 2020   22:21 Diperbarui: 3 Mei 2020   04:11 575
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"I hope that one day you can see in me the man that you once hoped I would be." - Jack Cunningham (The Way Back)

Kadangkala luka masa lalu bisa terasa sangat menyakitkan hingga meninggalkan lubang yang begitu dalam bahkan sulit untuk diperbaiki. Kadangkala juga luka masa lalu bisa begitu melekat hingga sulit untuk dilepas.

Luka yang juga ditimbulkan oleh suatu hal yang kita anggap sebagai dosa di masa lalu itulah yang lantas membuat seseorang mampu berjalan jauh untuk mencoba meninggalkannya, namun seringkali justru membuatnya lupa akan jalan pulang. Jalan pulang menuju ke kehidupan yang normal, lepas dari bayang-bayang itu semua.

Hal itulah yang kemudian dialami oleh sang tokoh utama di film The Way Back (atau di beberapa negara disebut dengan Finding The Way Back) yaitu Jack Cunningham, yang diperankan oleh Ben Affleck.

Jack di masa sekolahnya adalah seorang bintang basket, yang karena prestasinya juga membuatnya mendapatkan 'tiket' khusus untuk menjadikannya pebasket profesional. Jack bisa dibilang sebagai fenomena di masa sekolahnya dulu.

Namun kekecewaan pada ayahnya ditambah kehilangan anak semata wayangnya yang juga berujung pada perceraian dengan sang istri, Angela (Janina Gavankar), semakin membuat Jack bergumul lebih dalam dengan alkohol dan kemarahannya. Jack jelas ketergantungan dan alkohol telah merampas kehidupannya.

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
"I spent a lot of time hurting myself. I made a lot of bad decisions. I have my regrets."- Jack Cunningham (The Way Back)

Masa keemasan Jack mungkin telah sirna, namun bukan berarti ia lantas dilupakan begitu saja. Prestasi Jack jelas masih diingat ketika ia kemudian dipanggil kembali oleh pihak sekolahnya dulu untuk melatih tim basket mereka yang sedang mengalami kesulitan di kompetisi antar sekolah selama bertahun-tahun.

Tawaran ini jelas memicu konflik batin dalam diri Jack. Di satu sisi ini adalah kesempatannya untuk mengambil lagi kehidupannya yang telah direnggut alkohol, namun di sisi lain ia juga merasa tidak percaya diri akan kemampuannya. 

Emosi yang tidak stabil menjadi alasan lain mengapa Jack kemudian bimbang akan pilihan yang harus diambilnya.

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Ketika ia kemudian memutuskan untuk kembali ke almamaternya dan melatih tim yang dipercayakan kepadanya, Jack pun nyatanya harus berjuang lebih banyak lagi. 

Bukan hanya berjuang untuk memperbaiki tim yang tidak ada motivasi tersebut, namun juga berjuang untuk menahan ego dan luapan emosinya yang kadang sulit untuk dikendalikan.

Formulaic Namun dengan Kadar yang Lebih Gelap

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Film bergenre sports drama nyatanya memang selalu menarik untuk diikuti. Tak peduli apa jenis olahraga yang diangkat, sports drama selalu memberikan pengalaman menonton yang seru, penuh makna, dan selalu berhasil memberikan insight baru yang positif entah tentang olahraganya atau pesan keseluruhan yang disajikannya.

Secara cerita bisa dibilang The Way Back cukup formulaic, di mana nampak tidak memiliki perbedaan dengan sports drama sejenis. Masih tentang tim yang tidak ada motivasi, kehilangan era keemasannya, dan tentang pelatih yang pada awalnya tidak dipercaya akan kemampuan dan kapasitasnya.

Bahkan secara sinematografi pun tak ada yang spesial. Sangat mirip dengan drama olahraga sejenis.

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Namun memang bukan hal tersebut yang nampak ditonjolkan oleh sutradara Gavin O'Connor, di mana film ini juga menjadi film keduanya bersama Ben Affleck setelah The Accountant. 

Gavin bersama penulis skenario Brad Ingelsby (Out of Furnace, Run All Night) justru fokus pada sosok Jack Cunningham dan usahanya melepas ketergantungannya pada alkohol serta menahan amarahnya, dengan sports drama menjadi pelengkapnya.

Itulah yang lantas membuat film ini jauh lebih gelap dibanding film bergenre sports drama lainnya. Pusat cerita memang ditumpukan kepada sosok Jack Cunningham, dengan berbagai konflik di masa kepelatihan basketnya difungsikan sebagai kendaraan yang mengantarnya kepada berbagai momen penentu bagi dirinya untuk menuju jalan pulang yang sesungguhnya.

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Hal itulah yang lantas membuat peran Ben Affleck begitu krusial di sini. Ben Affleck yang meskipun dibantu oleh berbagai supporting actor yang tidak mengecewakan seperti Al Madrigal sebagai asisten pelatih. 

Brandon Wilson dan Melvin Gregg sebagai pebasket yang dilatihnya, hingga Janina Gavankar yang apik berperan sebagai mantan istrinya, tetap bersinar seorang diri di sini. Membuat Ben Affleck layaknya one man show yang terus mendapatkan lampu sorot panggung tanpa tergantikan sedikitpun.

Bahkan menurut penulis, The Way Back menjadi film dengan penampilan terbaiknya setelah Argo dan Gone Girl. Ben jelas mencuri perhatian dengan penampilannya yang begitu meyakinkan sebagai alkoholik yang rapuh, memilih untuk berduka tanpa henti, serta selalu meluapkan emosinya melalui makian kepada wasit dan tim lawan dari pinggir lapangan.

Ben Affleck membuat sosok Jack Cunningham begitu hidup. Membuat kita sebagai penonton bersimpati akan keadaannya, bahkan tak jarang membuat kita juga berempati karena seakan turut merasakan kesulitan yang dideritanya.

Entah ketika ia menyendiri dengan segala kemarahan dan rasa sesal akan keputusan di masa lalunya atau ketika ia masih menyalahkan istrinya akan dosa yang dilakukannya, Ben Affleck nyatanya tetap konsisten memberikan penampilan terbaiknya. Pun ketika ia secara total menjalankan tugasnya sebagai pelatih.

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Namun ketika film menceritakan dari sudut pandang berbeda yaitu dari sudut pandang tim yang dilatih oleh Jack, kita diizinkan untuk melihat bagaimana sosok Jack memang dibutuhkan untuk mengembalikan semangat, motivasi, dan strategi tim yang selama ini tidak pernah digarap serius.

"You want to know why they’re leaving you open? It’s because they don’t think you can hit the ocean from the beach."- Jack Cunningham

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Jack yang apa adanya dan selalu berbicara blak-blakan, tentu dibutuhkan untuk mengatasi tim yang sedang mengalami krisis kemenangan. Sosok Jack nampak sebagai antitesis dari bagaimana gambaran pahlawan yang selama ini ada.

Jika sosok pahlawan yang ditugaskan mengembalikan kejayaan biasanya datang dari latar belakang orang baik ke lingkungan yang kurang baik, maka ini sebaliknya. Jack yang dianggap "kurang baik" justru dibutuhkan oleh sekolah swasta Katolik yang tentu saja berstigma baik di masyarakat.

Layaknya film bergenre sports drama lainnya, konflik internal tim seperti hilangnya sosok pemimpin dan anggota tim yang terkena star syndrome turut mewarnai drama di dalamnya. Porsinya pun cukup pas untuk melengkapi konflik utama yang ada dalam sosok Jack Cunningham.

Pun kemudian dilengkapi dengan visualisasi pertandingan khas sport drama yang seru, menegangkan, dan tak jarang turut membuat kita larut pada berbagai konflik yang muncul baik sebelum atau sesudah pertandingan berlangsung.

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Konflik yang kemudian merajut berbagai adegan dalam film hingga menemui titik akhirnya yang tak terasa menjadi glorifikasi personal. Karena pada akhirnya Jack memang berusaha untuk menang mengatasi masalah pada dirinya sendiri. Bukan mengejar kemenangan untuk memperbaiki nama baik atau reputasinya.

Meskipun nama baik dan reputasi yang muncul di masa depan jelas lahir sebagai akibat dari keputusan yang dibangun dan dipilih seseorang di masa lalu. Dan pesan tersebut tergambar jelas pada tiap penyampaian secara subtilnya di sepanjang film.

Cerita yang Terasa Personal dan Relevan

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
"I miss my son. And I don't believe he's in a better place. I think the best place for him was here with us."- Jack Cunningham

Cerita pada The Way Back yang memiliki tema besar tentang kecanduan, masalah kesehatan mental, dan penebusan dosa masa lalu juga semakin terasa personal dan mengena karena mirip dengan pergumulan hidup yang dilalui Ben Affleck di dunia nyata. 

Karena seperti kita tahu, Ben sempat menjadi alkoholik di mana juga berujung pada tragedi perceraiannya bersama Jennifer Garner yang belakangan juga turut disesalinya pada salah satu wawancaranya di salah satu media AS.

Meskipun diberikan embel-embel based on true story pada pembuka film, namun cerita tentang kejayaan Jack Cunningham tentulah fiktif belaka. Cerita fiktif yang memang diangkat dari kenyataan yang ada di sekitar kita tentang orang-orang yang memperjuangkan hal yang sama layaknya yang dilakukan oleh Jack Cunningham.

Selain itu The Way Back juga menyelipkan tema yang relevan dengan isu yang terus digaungkan saat ini yaitu tentang pentingnya kesehatan mental. 

Kesehatan mental yang nyatanya masih banyak orang tafsirkan secara mentah sebagai bentuk kegilaan, pada kenyataannya memiliki range yang sangat luas dan banyak bentuknya termasuk seperti yang dialami oleh Jack Cunningham ini.

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Alkohol sebagai media penyalur amarah dan kekecewaan akan kehidupan yang diderita oleh Jack, tentu menjadi bukti bahwa kesehatan mentalnya memang terganggu. Dan saat-saat dirinya menenggak alkohol menjadi semacam moment of peaceful yang memang dibutuhkannya.

Tentunya hal ini semakin membuka mata kita tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi orang-orang yang memerlukan bantuan tersebut. Sembari juga memberikan berbagai insight bagi diri sendiri untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental kita agar tidak menyulitkan diri sendiri bahkan orang lain di sekitar kita.

Penutup

Sumber gambar: Warner Bros Picture
Sumber gambar: Warner Bros Picture
Di samping jalan ceritanya yang formulaic dan tak jauh berbeda dengan genre sports drama kebanyakan, The Way Back jelas memberikan perbedaan melalui penampilan one man show yang mencuri perhatian dari Ben Affleck.

Membuat film ini tidak hanya terasa relevan berkat isu tentang bahayanya alkoholik dan mental health yang dibawanya, namun juga terasa personal karena mirip dengan apa yang dialami Ben Affleck di dunia nyata.

Sembari dilengkapi dengan berbagai gimmick pertandingan khas film drama olahraga yang membuat kita ikut larut dalam berbagai konflik dan ketegangan yang ada selama perjuangan para pebasket muda tersebut di atas lapangan. Seru dan mengaduk emosi tentu saja.

The Way Back juga menjadi satu dari sekian banyak film yang mendapatkan jadwal rilis pada digital platform yang dipercepat pasca merebaknya pandemi covid-19 ini. 

Di mana bagi teman-teman pembaca yang penasaran menyaksikan film ini lewat platform streaming legal bisa mendapatkan film ini di aplikasi Catchplay+ dengan metode sewa harian.

Bagi penulis The Way Back cukup worth sebagai pilihan #NontonDiRumah selama #DiRumahAja dan cukup layak diberikan nilai 8/10.

Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun