"I hope that one day you can see in me the man that you once hoped I would be."Â - Jack Cunningham (The Way Back)
Kadangkala luka masa lalu bisa terasa sangat menyakitkan hingga meninggalkan lubang yang begitu dalam bahkan sulit untuk diperbaiki. Kadangkala juga luka masa lalu bisa begitu melekat hingga sulit untuk dilepas.
Luka yang juga ditimbulkan oleh suatu hal yang kita anggap sebagai dosa di masa lalu itulah yang lantas membuat seseorang mampu berjalan jauh untuk mencoba meninggalkannya, namun seringkali justru membuatnya lupa akan jalan pulang. Jalan pulang menuju ke kehidupan yang normal, lepas dari bayang-bayang itu semua.
Hal itulah yang kemudian dialami oleh sang tokoh utama di film The Way Back (atau di beberapa negara disebut dengan Finding The Way Back) yaitu Jack Cunningham, yang diperankan oleh Ben Affleck.
Jack di masa sekolahnya adalah seorang bintang basket, yang karena prestasinya juga membuatnya mendapatkan 'tiket' khusus untuk menjadikannya pebasket profesional. Jack bisa dibilang sebagai fenomena di masa sekolahnya dulu.
Namun kekecewaan pada ayahnya ditambah kehilangan anak semata wayangnya yang juga berujung pada perceraian dengan sang istri, Angela (Janina Gavankar), semakin membuat Jack bergumul lebih dalam dengan alkohol dan kemarahannya. Jack jelas ketergantungan dan alkohol telah merampas kehidupannya.
Masa keemasan Jack mungkin telah sirna, namun bukan berarti ia lantas dilupakan begitu saja. Prestasi Jack jelas masih diingat ketika ia kemudian dipanggil kembali oleh pihak sekolahnya dulu untuk melatih tim basket mereka yang sedang mengalami kesulitan di kompetisi antar sekolah selama bertahun-tahun.
Tawaran ini jelas memicu konflik batin dalam diri Jack. Di satu sisi ini adalah kesempatannya untuk mengambil lagi kehidupannya yang telah direnggut alkohol, namun di sisi lain ia juga merasa tidak percaya diri akan kemampuannya.Â
Emosi yang tidak stabil menjadi alasan lain mengapa Jack kemudian bimbang akan pilihan yang harus diambilnya.
Bukan hanya berjuang untuk memperbaiki tim yang tidak ada motivasi tersebut, namun juga berjuang untuk menahan ego dan luapan emosinya yang kadang sulit untuk dikendalikan.
Formulaic Namun dengan Kadar yang Lebih Gelap
Secara cerita bisa dibilang The Way Back cukup formulaic, di mana nampak tidak memiliki perbedaan dengan sports drama sejenis. Masih tentang tim yang tidak ada motivasi, kehilangan era keemasannya, dan tentang pelatih yang pada awalnya tidak dipercaya akan kemampuan dan kapasitasnya.
Bahkan secara sinematografi pun tak ada yang spesial. Sangat mirip dengan drama olahraga sejenis.
Gavin bersama penulis skenario Brad Ingelsby (Out of Furnace, Run All Night) justru fokus pada sosok Jack Cunningham dan usahanya melepas ketergantungannya pada alkohol serta menahan amarahnya, dengan sports drama menjadi pelengkapnya.
Itulah yang lantas membuat film ini jauh lebih gelap dibanding film bergenre sports drama lainnya. Pusat cerita memang ditumpukan kepada sosok Jack Cunningham, dengan berbagai konflik di masa kepelatihan basketnya difungsikan sebagai kendaraan yang mengantarnya kepada berbagai momen penentu bagi dirinya untuk menuju jalan pulang yang sesungguhnya.
Brandon Wilson dan Melvin Gregg sebagai pebasket yang dilatihnya, hingga Janina Gavankar yang apik berperan sebagai mantan istrinya, tetap bersinar seorang diri di sini. Membuat Ben Affleck layaknya one man show yang terus mendapatkan lampu sorot panggung tanpa tergantikan sedikitpun.
Bahkan menurut penulis, The Way Back menjadi film dengan penampilan terbaiknya setelah Argo dan Gone Girl. Ben jelas mencuri perhatian dengan penampilannya yang begitu meyakinkan sebagai alkoholik yang rapuh, memilih untuk berduka tanpa henti, serta selalu meluapkan emosinya melalui makian kepada wasit dan tim lawan dari pinggir lapangan.
Ben Affleck membuat sosok Jack Cunningham begitu hidup. Membuat kita sebagai penonton bersimpati akan keadaannya, bahkan tak jarang membuat kita juga berempati karena seakan turut merasakan kesulitan yang dideritanya.
Entah ketika ia menyendiri dengan segala kemarahan dan rasa sesal akan keputusan di masa lalunya atau ketika ia masih menyalahkan istrinya akan dosa yang dilakukannya, Ben Affleck nyatanya tetap konsisten memberikan penampilan terbaiknya. Pun ketika ia secara total menjalankan tugasnya sebagai pelatih.
"You want to know why they’re leaving you open? It’s because they don’t think you can hit the ocean from the beach."- Jack Cunningham
Jika sosok pahlawan yang ditugaskan mengembalikan kejayaan biasanya datang dari latar belakang orang baik ke lingkungan yang kurang baik, maka ini sebaliknya. Jack yang dianggap "kurang baik" justru dibutuhkan oleh sekolah swasta Katolik yang tentu saja berstigma baik di masyarakat.
Layaknya film bergenre sports drama lainnya, konflik internal tim seperti hilangnya sosok pemimpin dan anggota tim yang terkena star syndrome turut mewarnai drama di dalamnya. Porsinya pun cukup pas untuk melengkapi konflik utama yang ada dalam sosok Jack Cunningham.
Pun kemudian dilengkapi dengan visualisasi pertandingan khas sport drama yang seru, menegangkan, dan tak jarang turut membuat kita larut pada berbagai konflik yang muncul baik sebelum atau sesudah pertandingan berlangsung.
Meskipun nama baik dan reputasi yang muncul di masa depan jelas lahir sebagai akibat dari keputusan yang dibangun dan dipilih seseorang di masa lalu. Dan pesan tersebut tergambar jelas pada tiap penyampaian secara subtilnya di sepanjang film.
Cerita yang Terasa Personal dan Relevan
Cerita pada The Way Back yang memiliki tema besar tentang kecanduan, masalah kesehatan mental, dan penebusan dosa masa lalu juga semakin terasa personal dan mengena karena mirip dengan pergumulan hidup yang dilalui Ben Affleck di dunia nyata.Â
Karena seperti kita tahu, Ben sempat menjadi alkoholik di mana juga berujung pada tragedi perceraiannya bersama Jennifer Garner yang belakangan juga turut disesalinya pada salah satu wawancaranya di salah satu media AS.
Meskipun diberikan embel-embel based on true story pada pembuka film, namun cerita tentang kejayaan Jack Cunningham tentulah fiktif belaka. Cerita fiktif yang memang diangkat dari kenyataan yang ada di sekitar kita tentang orang-orang yang memperjuangkan hal yang sama layaknya yang dilakukan oleh Jack Cunningham.
Selain itu The Way Back juga menyelipkan tema yang relevan dengan isu yang terus digaungkan saat ini yaitu tentang pentingnya kesehatan mental.Â
Kesehatan mental yang nyatanya masih banyak orang tafsirkan secara mentah sebagai bentuk kegilaan, pada kenyataannya memiliki range yang sangat luas dan banyak bentuknya termasuk seperti yang dialami oleh Jack Cunningham ini.
Tentunya hal ini semakin membuka mata kita tentang bagaimana seharusnya kita menyikapi orang-orang yang memerlukan bantuan tersebut. Sembari juga memberikan berbagai insight bagi diri sendiri untuk lebih peduli terhadap kesehatan mental kita agar tidak menyulitkan diri sendiri bahkan orang lain di sekitar kita.
Penutup
Membuat film ini tidak hanya terasa relevan berkat isu tentang bahayanya alkoholik dan mental health yang dibawanya, namun juga terasa personal karena mirip dengan apa yang dialami Ben Affleck di dunia nyata.
Sembari dilengkapi dengan berbagai gimmick pertandingan khas film drama olahraga yang membuat kita ikut larut dalam berbagai konflik dan ketegangan yang ada selama perjuangan para pebasket muda tersebut di atas lapangan. Seru dan mengaduk emosi tentu saja.
The Way Back juga menjadi satu dari sekian banyak film yang mendapatkan jadwal rilis pada digital platform yang dipercepat pasca merebaknya pandemi covid-19 ini.Â
Di mana bagi teman-teman pembaca yang penasaran menyaksikan film ini lewat platform streaming legal bisa mendapatkan film ini di aplikasi Catchplay+ dengan metode sewa harian.
Bagi penulis The Way Back cukup worth sebagai pilihan #NontonDiRumah selama #DiRumahAja dan cukup layak diberikan nilai 8/10.
Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H