Mungkin bagi beberapa orang, mendengar sebutan heavy metal horror akan terasa sedikit berlebihan. Namun bagi penulis, mengibaratkan film ini dengan musik heavy metal memang nampak paling pas untuk menggambarkan keseluruhan film.
Layaknya musik heavy metal yang keras dan mengehentak, sedari awal SIMA2 langsung menggebrak dengan aneka terornya, jumpscare menyebalkan, hingga atmosfer tidak nyaman yang tercipta dari tiap sudut ruang yang dihadirkan.
Seperti halnya masuk ke dalam wahana rumah berhantu yang dipenuhi aneka teror mengejutkan, seperti itulah SIMA2 bekerja.Â
Adegan horor dan aksinya begitu intens sedari awal, hingga membuat penonton sulit bernapas lega pada tiap adegan mengerikan yang membuat adrenalin membuncah.
Layaknya musik heavy metal yang tanpa tedeng aling-aling menggetarkan telinga para pendengarnya hingga mencapai titik eargasm, SIMA2 pun langsung menggetarkan mata penonton berkat visualisasi yang dihadirkan sedari awal hingga mencapai titik puncak eyegasm.
Sinematografi arahan sinematografer Gunnar Nimpuno (The Night Come For Us, Killers), jelas mampu menghidupkan tiap suasana mencekam walau di tempat yang cenderung terang sekalipun.Â
Gunnar nampaknya memang membiarkan para penontonnya terjebak dalam suasana mencekam dan tak mengizinkan kita untuk sedikit duduk nyaman selama 1 jam 50 menit durasi filmnya.
Pujian tentu saja patut disematkan pada siapapun yang berada pada divisi makeup, wardrobe, serta special effect yang mampu menghadirkan beragam karakter mengerikan di film ini.