Di samping sebuah rahasia yang dijaga selama puluhan tahun demi terciptanya kebahagiaan yang mampu menutup kesedihan yang sebenarnya dialami keluarga Narendra, kelak menjadi semacam 'bom waktu' yang menjadi klimaks cerita film ini.
Di sini, dengan piawainya Angga Sasongko meracik film yang skenario dan skripnya hasil kolaborasi antara Jenny Jusuf, Mohammad Irfan Ramly dan Melarissa Sjarief menjadi sebuah sajian hangat yang terasa masuk ke dalam hati.
Kolaborasi mereka mampu menghasilkan setiap adegan dan dialog menjadi pesan-pesan kehidupan yang tersampaikan dengan baik di dalam dinamika konflik yang terus berkembang secara natural.
Ya, persis layaknya kita berdiskusi soal masalah dan solusi atas suatu problematika bersama sahabat. Hangat, terasa personal dan tak terasa menghakimi.
Film ini juga semakin diperkuat dengan tampilan visual yang mampu memberikan atmosfer hangat di sepanjang film. Khususnya untuk momen-momen yang mampu menangkap landscape kota Jakarta dari mulai gang sempit namun menggugah jenis jajanannya di daerah Glodok dan sekitarnya, sampai wajah Jakarta baru melalui MRT dan gedung-gedung tingginya.
Ditambah dengan deretan soundtrack yang eargasm mulai dari Rehat-nya Kunto Aji, Untuk Hati yang Terluka (Isyana Sarasvati), I Want To Rock N Roll yang upbeat dan distortif dari Arah, hingga lagu dari Ardhito Pramono yang menjadi soundtrack utama film ini berjudul Fine Today.
Semua lagu tersebut nampak pas penempatannya dan tentu saja mampu memberikan tambahan daya gedor pada momen-momen emosional di film ini. Ya, terasa hangat, kuat dan magis di saat bersamaan.
Bahkan baik Narendra muda (Oka Antara), Ajeng muda (Niken Anjani) beserta para pemeran Angkasa, Aurora dan Awan yang ditampilkan dalam 2 fase usia anak-anak pun mampu menambah nuansa lain namun tetap dalam 1 benang merah penceritaan.