Dia bergerak kaku, sesekali menggoyangkan kepalanya. Dan percayalah, gestur tubuh seperti itu sangat amat membuatku tidak nyaman.
Seselesainya momen kaku tersebut, aku pun lantas berlari secepat-cepatnya menuju lantai bawah. Kurang dari 3 anak tangga lagi pun ku lompati saking ingin segera sampai di lantai bawah.
Aku yang masih penasaran namun takut, lantas kembali melihat ke balkon rumah tetanggaku, kalau-kalau sosok itu masih ada. Dan ternyata masih ada meskipun hanya sekadar bayangan tipis, yang kemudian menghilang bak ditelan bumi.
Seiring dengan menghilangnya sosok tersebut, anjingku pun lantas kembali bergerak dengan normal dan kemudian menjilati tanganku yang masih terasa kaku setelah kejadian tersebut. Aku yang duduk kursi meja makan lantas tersadar bahwa kini situasi kembali ramai. Sangat ramai hingga membuatku kembali merasa aman dan tenteram.
"Hei, kenapa kamu?" tepukan ibu di pundakku sontak mengagetkanku. "Kok pucat banget mukamu, sakit?" tanya ibuku kembali sambil mengukur panas tubuhku menggunakan tangannya.
"Nggak, kok bu. Cuma tadi.. a.a..aku ngeliat sesuatu," jawabku terbata-bata.
"Hah, lihat apa kamu emangnya?" tanya ibu.
"Aku lihat..k..k..kuntilanak bu. Aku pikir Bu Lik, pas aku pakai kacamataku ternyata bukan," jelasku pada ibu.
Ibu pun kaget mendengar ceritaku. Kaget karena baru kali ini ia dengar kembali ada cerita penampakan di sekitar rumah. Pernah terjadi sebelumnya, tapi itu belasan tahun yang lalu, sebelum aku lahir. Dan sosoknya pun berbeda dengan apa yang aku ceritakan.
Maka sambil mendengar ceritaku lebih dalam, ibu lantas memijat tubuhku sembari dibuatkan teh manis panas agar aku segar kembali. Aku pun diajak berdoa agar gangguan tersebut tak lagi mendatangiku.
Entah berapa menit waktu yang kulewati kala insiden balkon itu terjadi. Tapi yang pasti, malam itu dan beberapa malam sesudahnya, aku tidak lagi bermain Play Station di kamar atas karena masih trauma. Dan kejadian itu masih menjadi pengalaman mistis yang paling jelas aku rasakan dan tak pernah aku lupakan hingga hari ini.