Penutup yang Kurang Greget
Namun pernyataan Stallone pada wawancaranya dengan salah satu media AS, seakan menyiratkan bahwa franchise ini kemungkinan akan tetap lanjut, entah sebagai sekuel ataupun prekuel.
Rambo: Last Blood memang menyajikan berbagai homage akan 4 film sebelumnya. Baik dalam bentuk adegan kilas balik maupun rekonstruksi adegan lawas yang kemudian dimodifikasi agar terlihat segar. Dimana hal tersebut tentu saja menghadirkan kembali nuansa nostalgia yang menyenangkan.Â
Desingan peluru, ledakan bahkan darah yang bermuncratan dari tubuh lawannya tentu saja tetap ada. Tak lupa, cara bertempur yang hiperbolis sekaligus surealis tetap dipertahankan sehingga kita tahu ini tetap Rambo yang sama seperti kala kita menyaksikan film pertamanya.
Setidaknya hal tersebut juga kemudian ditampilkan secara halus lewat Meksiko yang berada dibalik tembok besar yang memisahkannya dengan daratan Amerika. Dimana kemudian digambarkan sebagai negara penuh kejahatan dan tak ada harapan. Dan sosok Rambo atau kita menyebutnya sebagai Amerika, jelas menjadi harapan akan pembebasan orang-orang tertindas di dalam negara tersebut.
Entah karena durasi filmnya yang hanya 1,5 jam sehingga porsi pendalaman karakter harus dipangkas, atau memang para karakter pendukung tersebut overshadow oleh sosok Rambo itu sendiri. Bahkan karakter yang diperankan Paz Vega pun tak memiliki arti apapun, meskipun sejatinya berpotensi untuk menjadi sidekick Rambo di film ini.
Maka meskipun film ini kemudian mengakhirinya dengan cukup baik, dan klasik khas Rambo tentu saja, namun seakan masih menyisakan sedikit ganjalan terkait konsep open endingnya.Â
Jadi, bisa dibilang Rambo:Last Blood cukup klimaks dalam menghadirkan rentetan final fightnya, namun tak benar-benar bisa dibilang greget untuk film yang dipercaya sebagai penutup saga John Rambo.