Sementara Starlight sendiri menjadi interpretasi seorang pahlawan yang memperjuangkan hak-hak wanita, namun tertindas hanya karena predikat anak bawang yang disematkan kepadanyan. Namun layaknya sinar terang yang menjadi arti dari namanya, Starlight pun nyatanya memang menjadi secercah sinar yang menjadi harapan di tengah kelompok superhero "amoral" tersebut.
Dengan plot kuat dan pembangunan konflik yang menarik, film ini lantas menyandingkan visual deep & dark ala Zack Snyder, dengan koreo pertarungan yang brutal dan banjir darah khas Tarantino. Menjadikan The Boys sebuah serial superhero berbeda, yang memang diperuntukkan untuk orang-orang dewasa.
Sementara dari karakterisasi, film ini meletakkan para tokohnya baik yang protagonis maupun antagonis di wilayah abu-abu. The Boys nampak membiarkan kita untuk memilih karakter mana yang sejatinya "paling baik".
Tak ada batasan yang jelas mengenai sisi baik dan buruknya, lantas membuat serial ini sangat menarik karena mampu bergerak dinamis mengikuti segala intrik politik yang saling dilemparkan kedua sisi.
Dimana pada akhirnya, tujuan finalnya lah yang memberikan konklusi atas hal-hal yang sebelumnya mungkin sempat kita anggap jahat ataupun baik.
Sebuah "Antidote" atas Overdosis Film Superhero
Melihat premis yang cukup unik dimana berbagai kritik dan isu sosial yang diangkat kemudian melebur dalam narasi superhero, tentu menjadikan film ini semacam antidote atau penawar racun atas overdosis kita kepada film superhero.
Sementara The Boys hadir lebih membumi, dengan konflik yang memang telah menjadi fenomena global saat ini. Musuhnya pun bukan berupa monster atau makhluk aneh, melainkan lebih kepada konflik diri sendiri, lingkungan dan institusi. Ya, mirip dengan Gundala yang membuat konfliknya lebih terasa grounded tanpa embel-embel pemusnahan massal umat manusia.