Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Glass", Konspirasi dan Tragedi dalam Babak Akhir Kisah Manusia Super

17 Januari 2019   11:54 Diperbarui: 17 Januari 2019   19:54 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Glass (Universal Pictures)

Masih ingat David Dunn dengan kekuatan fisik tak terbatasnya? Atau Kevin Wendell Crumb dengan 24 kepribadiannya? Atau juga Elijah Price dengan tubuh serapuh kaca namun memiliki kekuatan pikiran yang luar biasa? 

Jika masih ingat, berarti anda sudah siap untuk menyaksikan film Glass ini. Jika belum, silakan menyaksikan Unbreakable dan Split terlebih dahulu, agar tidak bingung selama menonton di bioskop.

M. Night Shyamalan & Bruce Willis(Collider.com)
M. Night Shyamalan & Bruce Willis(Collider.com)
Ya, Glass merupakan film penutup trilogi manusia super, atau bisa dibilang konsep manusia super rekaan sutradara M. Night Shyamalan. Dimulai dari kisah pertemuan David Dunn dan Elijah Price yang dikenal dengan sebutan Mr. Glass dalam film Unbreakable (2000).

Shyamalan melanjutkan sekuelnya secara diam-diam dengan memperkenalkan tokoh Kevin Wendell Crumb yang memiliki 24 kepribadian dalam film Split(2017). Ya, kita baru mengetahui bahwa Split adalah sekuel dari Unbreakable setelah melihat adegan terakhirnya.

Diproduksi dengan budget hanya 20 Juta USD, Glass menjadi film bertema superhero termurah untuk saat ini. Bahkan mengalahkan budget film pertamanya Unbreakable yang berjumlah 75 Juta USD. Tapi apakah Glass mampu menyamai kualitas dua film sebelumnya?

Yuk, langsung saja kita masuk ke pembahasannya.

Sinopsis

Slashfilm.com
Slashfilm.com
19 tahun berlalu sejak kejadian final pada film Unbreakable, kini David Dunn(Bruce Willis) menjalani bisnis alat keamanan bersama dengan anak semata wayangnya yang kini sudah beranjak dewasa, Joseph Dunn(Spencer Treat Clark). 

Di malam hari, mereka berdua bekerjasama memberantas kejahatan di sekitaran Philladelphia dengan Dunn yang menggunakan ponco hijau sebagai kostumnya dan "Sang Pengawas" menjadi nama alter-ego nya.

Sementara Kevin Wendell Crumb(James McAvoy) dengan 24 kepribadiannya, masih berkeliaran mencari mangsa wanita muda untuk dikorbankan kepada The Beast yang ada dalam dirinya.

Hollywoodreporter.com
Hollywoodreporter.com
Suatu kejadian menuntun Kevin dan David Dunn dalam sebuah pertemuan dan pertempuran. Namun keduanya kemudian berhasil ditangkap oleh polisi dan dirawat oleh psikiater, Dr.Ellie Staple (Sarah Paulson). 

Ellie Staple ingin menyembuhkan mereka dengan menghipnosis cara pandang mereka tentang pengertian superhero dalam diri mereka.

Namun ternyata, tempat mereka dirawat merupakan tempat yang sama dengan tempat Elijah Price atau Mr.Glass dirawat. Dengan tiga orang berkekuatan super berkumpul di tempat tersebut, Ellie Staple tentu memiliki rencana spesial untuk mereka. 

Namun tentu saja, ada rencana lain di luar rencana Ellie Staple yang juga tercipta di tempat tersebut. Karena kita tahu, disitu juga ada Mr.Glass si mastermind handal.

Konsep Manusia Super dalam Narasi Gelap
Sejak film Unbreakable dirilis 19 tahun silam, Shyamalan sejatinya telah memperkenalkan konsep superhero baru dalam narasi yang cukup gelap. 

Sementara di tahun yang sama X-Men baru muncul dengan konsep superhero yang lebih sederhana dan tiga versi Batman yang telah dibuat hingga tahun 2000 masih setia bermain-main dengan konsep distopia kota penuh kriminalitasnya.

Belum ada Nolan dengan Batmannya yang mengguncang dunia saat itu. Pun belum ada film Chronicle yang menyajikan kisah kemungkinan kekuatan super disalahgunakan oleh anak muda.

Thisisinsider.com
Thisisinsider.com
Apa yang ditampilkan Unbreakable pada saat itu kemudian mempertanyakan ulang pengertian kita soal superhero itu sendiri. Apakah seorang pahlawan super memang harus menggunakan jubah dan atribut dalam melakukan aksinya? 

Bagaimana seseorang tahu dia manusia super jika tidak diberi tahu melalui serangkaian peristiwa yang dialaminya? Dan yang paling penting, apakah superhero itu tercipta dengan sendirinya atau melalui konsep pola pikir yang dibentuk orang-orang sekitarnya?

Dalam Glass, narasi seperti itu kembali dihadirkan setelah pada Split kita disuguhi kisah thriller mencekam yang lebih dominan. Glass masih berkutat seputar konsep superhero baru yang relevan dengan kehidupan modern, bahkan memiliki sisi getir dan pahit seputar kehidupan masa lalu. 

Konspirasi dan tragedi jelas menjadi sajian utama film ini. Sehingga Glass memang menghadirkan kisah yang kelam, dewasa dan mengikuti jejak 2 film pendahulunya. 

Jelas, Glass tidak mencoba menjadi sama dengan film superhero mainstream meskipun unsur-unsur komikal tersebut masih ada yaitu sosok jagoan, sosok penjahat utama dan sosok mastermind dibalik segala tindak-tanduk sang penjahat utama.

Plot Twist dan Kisah Penutup yang Kurang Menggigit

Glassmovie.com
Glassmovie.com
Shyamalan yang dikenal lewat plot twist jempolan seperti pada film The Sixth Sense (1996), yang juga dinobatkan sebagai film terbaiknya sepanjang masa, masih menghadirkan hal serupa di film Glass ini. 

Meskipun sejak rilis The Village(2004), Shyamalan nampak kehilangan bensin untuk film-film berikut yang dirilisnya, namun tak pernah Shyamalan berhenti memberikan plot twist meskipun di beberapa filmnya nampak tidak maksimal eksekusinya.

Dan sayangnya, Glass juga mengikuti jejak film-film Shyamalan lainnya dalam menghadirkan plot twist yang kurang nendang. Tidak buruk, hanya saja kurang greget untuk sebuah babak akhir trilogi. 

Bahkan terdapat twist yang menurut saya terlalu terburu-buru untuk dikeluarkan, sehingga kurang mendapatkan maknanya.

Geektyrant.com
Geektyrant.com
Tak hanya itu, setiap dialog yang dihadirkan masih cukup cerdas meskipun nampak kurang kuat layaknya dialog-dialog yang muncul di sepanjang film Unbreakable dan Split. Plot hole dan banyaknya adegan janggal di sepanjang film juga menambah poin minus film ini. 

Glass juga nampak memasukkan sedikit unsur multiverse superhero yang kini jamak ditemukan dalam film-film Marvel dan DC. 

Namun hal tersebut justru membuat Glass nampak terjebak antara mempertahankan gaya penceritaan Unbreakable atau mencoba sedikit memasukkan unsur-unsur film superhero modern yang sayangnya tidak berjalan efektif.

Film Tentang Glass namun Dominan Kevin

Screenrant.com
Screenrant.com
Meskipun memiliki judul Glass, namun ternyata kita tidak disajikan kisah Mr.Glass secara mendalam. Alih-alih berfokus pada Mr.Glass, kita justru diberikan kisah Kevin Wendell Crumb dan pendatang baru, Dr.Ellie Staple yang lebih dominan. 

Sementara dari awal hingga pertengahan, kita hanya disajikan kisah Mr Glass yang tak banyak bicara dan nampak seperti orang lumpuh di kursi roda.

Untung saja James McAvoy tampil brilian di film ini. Sehingga sedikit menutupi kekecewaan akan harapan terkait garangnya karakter Mr.Glass dengan pikiran out of the box-nya di film ini.

Comicbook.com
Comicbook.com
Memang, pada akhirnya film ini memiliki kesimpulan dimana semua hal yang terjadi sejak Unbreakable hingga adegan final film ini, bermuara pada satu sosok jenius Mr.Glass. 

Namun, tetap saja hal itu tak lantas membuat kita terpuaskan akan misteri dan gebrakan baru Mr.Glass yang diharapkan hadir lebih banyak di film ini.

Sisi Teknis yang Begitu Baik 
Meskipun memiliki kekurangan dari sisi kekokohan cerita, namun Glass tertolong dengan sisi teknis yang cukup baik. Sinematografer Mike Gioulakis yang sebelumnya juga terlibat dalam film Split nampak mampu mempertahankan tone kelam yang dibawa sejak film Unbreakable. 

Bahkan untuk adegan yang melibatkan sosok The Beast, nuansa horrornya sangat terasa dan menghadirkan kengerian yang cukup efektif.

Mulderville.net
Mulderville.net
Departemen musik juga berhasil mencuri perhatian saya. Bagaimana komposer Wes Dylan Thordson berhasil memadukan scoring khas Unbreakable dengan scoring menyeramkan khas Split. 

Hasilnya, nuansa kelam nan menegangkan tak hanya muncul saat adegan yang melibatkan The Beast saja, namun juga ketika masing-masing manusia super tersebut berurusan dengan konfliknya sendiri.

Penutup

Vox.com
Vox.com
Sebagai sebuah film penutup, Glass memang tidak menyajikan sesuatu yang menimbulkan efek "wow", meskipun plot twist di akhir film berpotensi mengundang banyak diskusi di forum-forum internet. 

Sepertiga film yang nampak membosankan ditambah plot hole yang bertebaran, menjadikan Glass sebagai babak akhir yang nampak kurang maksimal. Untuk sebuah konklusi kisah yang ditunggu hampir 20 tahun, Glass jelas sangat dibawah ekspektasi.

Tapi apakah filmnya sangat buruk? Tentu saja tidak. Glass masih bisa dinikmati dan menjadi salah satu film tentang manusia super yang berbeda dengan film superhero mainstream yang bertebaran saat ini. 

Narasi gelapnya jelas membuat siapapun yang menyukai konsep manusia super dengan kisah yang dewasa semacam The Chronicle ataupun trilogi Batman Nolan, akan menyukai film ini.

Hanya saja, untuk sebuah babak akhir dimana konspirasi dan tragedi jadi menu utama, film ini nampak tak terlalu spesial. Glass jelas hanya menjadi film yang rilisnya nampak menjadi kewajiban saja, bukan keharusan. Karena kalau boleh jujur, jika Glass tak pernah dibuat pun sejatinya tidak ada masalah yang cukup berarti.

Skor dari kritikus memang cukup kejam. Namun dari saya, Glass saya berikan nilai 6/10. Masih layak disaksikan walau tak sebaik Unbreakable dan Split.

Selamat menonton. Salam Kompasiana.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun