Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Widows", Intrik Politik dan Perlawanan Terhadap Stereotip Janda

1 Desember 2018   09:15 Diperbarui: 2 Desember 2018   09:04 1492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Viola Davis dan Liam Neeson (independent.ie)

5 tahun yang lalu, Steve McQueen membuat sebuah gebrakan di industri film Hollywood lewat filmnya yang berjudul 12 Years a Slave. Film ini berhasil menjadi film garapan kulit hitam pertama yang memenangi kategori pamungkas di ajang Oscar yaitu Best Picture.

Film yang sarat akan pesan kemanusiaan, rasisme dan fakta kehidupan para budak kulit hitam di era perang sipil Amerika ini berhasil melejitkan nama Steve McQueen ke dalam jajaran suradara papan atas Hollywood.

Kini 5 tahun pasca 12 Years a Slave, McQueen kembali lagi dalam sebuah film yang berbeda namun tetap memiliki gaya penceritaan khas McQueen.

Diangkat dari sebuah serial televisi Inggris populer di tahun 1983 yang juga merupakan visualisasi dari novel karangan Lynda La Plante, Widows yang kali ini diangkat menjadi sebuah film oleh Steve McQueen tetap membawa narasi yang sama dengan serial aslinya namun dengan bumbu dan pendekatan kekinian untuk menjadikan kisahnya lebih kuat dan relevan. 

Emansipasi wanita, rasisme serta kehidupan yang penuh intrik dan nepotisme, menjadi beberapa pesan utama yang coba diangkat McQueen ke dalam film ini.

Diisi oleh jajaran aktris dan aktor papan atas Hollywood seperti Viola Davis (The Help, Suicide Squad,Fences), Michelle Rodrigues (Fast Furious Series, S.W.A.T), Elizabeth Debicki (Everest,The Great Gatsby), Liam Neeson (Taken, Schindler's List), Jon Bernthal (The Walking Dead, The Punisher tv series), Daniel Kaluuya (Get Out, Black Panther) serta Colin Farrell (Miami Vice, Fantastic Beast), menjadikan film ini memiliki tambahan amunisi yang sangat kuat untuk membentuk sebuah film drama perampokan berkualitas.

Sinopsis

Berlatar kota Chicago masa kini, Harry Rawlings (Liam Neeson), Florek (Jon Bernthal) dan Carlos (Manuel Garcia-Rulfo) terlibat dalam sebuah perampokan besar yang berakhir dengan penyergapan kepolisian dan mendatangkan maut bagi mereka. Para istri mereka pun kini menyandang status sebagai janda dan mendapatkan peninggalan tak terduga dari para suaminya.

Viola Davis dan Liam Neeson (independent.ie)
Viola Davis dan Liam Neeson (independent.ie)
Adalah Veronica (Viola Davis) yang hidupnya berubah drastis pasca kematian suaminya, Harry. Belum juga reda masa berkabungnya, kedatangan Jamal Manning (Bryan Tyree Henry) yang merupakan politisi yang maju di pemilu dewan kota South Side, Chicago merubah hidupnya secara tak terduga.

Jamal mengatakan bahwa Harry dan rekannya telah mencuri uangnya sebesar 2 juta dollar yang akan digunakannya untuk biaya kampanye. Jamal pun meminta Veronica segera mengembalikannya dalam waktu 1 bulan jika tidak ingin sesuatu terjadi pada dirinya.

Terkejut akan kenyataan pekerjaan yang digeluti suaminya selama ini, pada akhirnya membawa Veronica ke dalam fase baru kehidupan yang belum pernah dilakukannya selama ini. Kehilangan banyak hal pada akhirnya menuntunnya pada suatu keputusan besar untuk berani melawan dan lepas dari tekanan orang-orang yang coba memanfaatkannya.

Penemuan buku catatan Harry yang di dalamnya terdapat masterplan aksi perampokan, pada akhirnya menuntun Veronica mengumpulkan para janda lainnya untuk bergabung dalam aksi perampokan yang dipimpinnya. 

Janda Carlos, Linda (Michelle Rodriguez), janda Florek, Alice (Elizabeth Debicki) serta dibantu oleh Belle (Cynthia Erivo) sebagai supir mereka, kemudian bergabung bersama Veronica untuk menjalankan sebuah rencana perampokan. 

Para janda yang tidak memiliki pengalaman merampok ini pada akhirnya menuntun mereka pada banyak kejadian yang tak terduga. Kejadian yang pada akhirnya membuka mata Veronica dan janda lainnya terkait fakta dibalik aksi perampokan yang dilakukan suami mereka.

Film Perampokan dengan Unsur Drama yang Kuat

variety.com
variety.com
Meskipun dikategorikan sebagai heist movie atau film bertema perampokan, sejatinya Widows menawarkan lebih dari sekedar aksi perampokan dahsyat khas film-film aksi Hollywood.

Steve McQueen melakukan pendekatan yang lebih mendalam pada unsur dramanya dibanding adegan aksi penuh ledakan. Dengan cerdas McQueen meramu sisi emosional para janda menjadi rangkaian kejadian yang menguatkan alasan mereka untuk melakukan aksi perampokan yang sebelumnya tak pernah mereka lakukan atau pikirkan.

Pembuka film yang dimulai dari adegan romantis antara Veronica dan Harry yang kemudian saling berpotongan/intercut dengan adegan kejar-kejaran antara polisi dan komplotan Harry, menjadi sebuah adegan singkat nan emosional yang mampu menjadi penjelasan yang cukup untuk menggambarkan bagaimana saling mengasihinya mereka berdua.

Pun pada adegan intercut lain yang menggambarkan si cantik Alice dengan suami kasarnya atau Linda dengan kehidupan wiraswasta bersama suaminya yang nampak harmonis, sudah cukup menjadi dasar kisah yang bisa ikut diselami bersama penonton film ini.

Dengan kata lain, film ini membiarkan penontonnya untuk ikut masuk ke dalam kisah penuh intrik dan emosi sebelum benar-benar disajikan konklusi utama di akhir cerita. Mirip dengan apa yang dilakukan McQueen pada 12 Years a Slave 5 tahun lalu.

Isu Rasial, Intrik Politik dan Kritikan Stereotip Janda di Sepanjang Film

Sumber ilustrasi: thewrap.com
Sumber ilustrasi: thewrap.com
Tak hanya sajian drama yang kuat, film ini juga menyajikan banyak kritikan yang cukup cerdas di sepanjang film. Janda yang selama ini memiliki stereotip negatif seperti wanita lemah, wanita yang hanya bisa mengandalkan pria, bahkan menjadi simbol wanita kesepian dan haus akan hubungan seksual, coba ditepis pada film Widows ini. 

Veronica yang percaya bahwa misi perampokan yang dilakukan para janda ini tidak akan dicurigai kepolisian karena mereka wanita, menjadi sebuah sindirian halus terkait stigma bahwa wanita tidak mungkin melakukan pekerjaan yang selama ini identik dengan laki-laki. Pun Alice yang coba melawan karena kerap menjadi korban KDRT dari suami bahkan mendapatkan "wejangan" untuk menjual diri oleh ibu kandungnya sendiri sepeninggal suaminya, menjadi realita yang diangkat terkait kondisi lemah janda atau wanita yang kemudian kerap dimanfaatkan tubuhnya saja.

Penggunaan latar kota Chicago yang menggantikan London pada serial aslinya pun merupakan sebuah kritikan sosial terkait kehidupan politik Amerika. Seperti kita tahu Chicago-Style Politics merupakan frasa negatif yang dikenal dunia terkait maraknya aksi KKN di kota Chicago yang marak terjadi sejak tahun 1920 bahkan hingga kini. 

Bahkan frasa ini pun sempat digunakan oposisi untuk menyerang Barrack Obama di pemilu 2008 dan 2012 lalu, dimana Obama diketahui hidup di kota Chicago sejak tahun 1985 dan dipercaya ikut membawa gaya politik korup tersebut ke gedung putih.

Sumber: residententertainment.com.au
Sumber: residententertainment.com.au
Dan isu politik yang panas itu pun muncul dalam diri dua kandidat dewan kota yang sedang bertarung yaitu Jack Mulligan (Colin Farrel) dan Jamal Manning (Brian Tyree Henry), dimana dengan senyapnya para janda turut masuk ke dalam lingkar perpolitikan tersebut. 

Jack Mulligan merupakan politisi korup yang ingin mencoba mempertahankan kekuasaan keluarganya di kota Chicago yang sudah bertahan selama puluhan tahun, sementara Jamal Manning yang seorang kulit hitam merupakan lawan yang coba meruntuhkan kekuasaan Mulligan dengan menghalalkan segala cara termasuk membunuh orang-orang yang dianggap menghalangi jalannya menuju kursi panas pemerintahan. 

Pertarungan keduanya pun banyak diisi dengan isu rasial, pendekatan dengan pemuka agama untuk melancarkan aksinya, serta kampanye penuh janji manis. Kondisi yang relevan dengan dunia perpolitikan Amerika yang juga nampak (ehem) relevan dengan Indonesia saat ini.

Teknis Film yang Mengagumkan

 Sisi teknis film ini memang tak perlu diragukan lagi. Naskah yang dikerjakan McQueen bersama Gillian Flynn (Gone Girl) sangat kuat pada pendalaman karakter, sehingga membawa kita ikut menyelami tiap konfliknya. Pun sinematografer Sean Bobbitt (12 Years a Slave, Hunger, Oldboy), nampak sudah mengenal dengan baik visi McQueen.

slashfilm.com
slashfilm.com
Hal itu diaplikasikannya lewat visual dengan tone warna yang cukup hangat serta dominannya teknik pengambilan gambar melebar untuk menambah kesan artistik dan sinematik khas McQueen. Tak lupa, sajian intercut di awal film juga menjadi salah satu unsur terbaik film ini.

Pun dari sisi scoring tak perlu diragukan lagi karena ada nama Hans Zimmer (The Dark Knight Trilogy, Interstellar) yang duduk di kursi departemen musik. Hanya saja beberapa scoring nampak familiar dengan scoring pada film-film garapan Christopher Nolan. 

Entah memang hanya mirip atau memang Hans Zimmer turut memasukkan scoring yang pernah diproduksinya ke dalam film ini. Tidak buruk, hanya saja jadi terasa tidak begitu segar.

 Selain Viola Davis yang sukses memerankan sosok pemimpin para janda ini, Michelle Rodriguez pun berhasil mencuri perhatian berkat kesuksesan dirinya memerankan peran di luar zona nyamannya. Peran sebagai wanita tangguh dan brutal yang kerap diperankannya, justru berpindah tangan ke Cynthia Erivo.

Disini Michelle justru berperan lebih anggun dan bijaksana layaknya seorang wanita dewasa yang realistis. Namun begitu, keduanya berhasil menyajikan peran yang luar biasa di film ini. 

Penutup

Widows jelas berhasil menyajikan sebuah film penuh intrik politik, kritik sosial serta mengangkat isu yang relevan dengan keadaan saat ini. Tema kesetaraan gender dan ras yang diangkat, sukses menjadi poin penting dalam pengembangan cerita film ini.

Perlawanan terhadap stereotip janda pun berhasil dirajut dengan rapih sejak awal film dan ditutup dengan adegan pamungkas yang menggetarkan serta menghadirkan plot twist yang mengejutkan.

filmbook.com
filmbook.com
Film ini memulai 5 menit awalnya dengan cepat untuk kemudian bergerak lambat hingga kembali cepat di 30 menit terakhir. Jika anda menyukai heist movie yang berjalan lambat semisal The Town atau film Eropa berjudul The Resistance Banker, anda tentu akan segera jatuh cinta dengan film ini. 

Namun, jika Anda tipikal penikmat film heist dengan pace yang normal bahkan cepat seperti Ocean's Eleven, The Bank Job atau Fast Furious Series, anda pasti tidak akan menemukan keseruannya meskipun di film ini ada nama Liam Neeson yang terkenal lewat film-film aksinya yang cepat dan brutal.

Bagi yang ingin menyaksikan, catat tanggalnya baik-baik. Widows tayang perdana di Indonesia pada tanggal 7 Desember 2018. Namun jika ingin menyaksikan film ini lebih cepat, hari ini atau tanggal 1 Desember 2018 ditayangkan midnight show-nya di beberapa bioskop pilihan. Sila cek pada aplikasi ticketing bioskop anda.

Selamat berakhir pekan. Selamat menonton. Salam Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun