5 tahun yang lalu, Steve McQueen membuat sebuah gebrakan di industri film Hollywood lewat filmnya yang berjudul 12 Years a Slave. Film ini berhasil menjadi film garapan kulit hitam pertama yang memenangi kategori pamungkas di ajang Oscar yaitu Best Picture.
Film yang sarat akan pesan kemanusiaan, rasisme dan fakta kehidupan para budak kulit hitam di era perang sipil Amerika ini berhasil melejitkan nama Steve McQueen ke dalam jajaran suradara papan atas Hollywood.
Kini 5 tahun pasca 12 Years a Slave, McQueen kembali lagi dalam sebuah film yang berbeda namun tetap memiliki gaya penceritaan khas McQueen.
Diangkat dari sebuah serial televisi Inggris populer di tahun 1983 yang juga merupakan visualisasi dari novel karangan Lynda La Plante, Widows yang kali ini diangkat menjadi sebuah film oleh Steve McQueen tetap membawa narasi yang sama dengan serial aslinya namun dengan bumbu dan pendekatan kekinian untuk menjadikan kisahnya lebih kuat dan relevan.Â
Emansipasi wanita, rasisme serta kehidupan yang penuh intrik dan nepotisme, menjadi beberapa pesan utama yang coba diangkat McQueen ke dalam film ini.
Diisi oleh jajaran aktris dan aktor papan atas Hollywood seperti Viola Davis (The Help, Suicide Squad,Fences), Michelle Rodrigues (Fast Furious Series, S.W.A.T), Elizabeth Debicki (Everest,The Great Gatsby), Liam Neeson (Taken, Schindler's List), Jon Bernthal (The Walking Dead, The Punisher tv series), Daniel Kaluuya (Get Out, Black Panther) serta Colin Farrell (Miami Vice, Fantastic Beast), menjadikan film ini memiliki tambahan amunisi yang sangat kuat untuk membentuk sebuah film drama perampokan berkualitas.
Sinopsis
Berlatar kota Chicago masa kini, Harry Rawlings (Liam Neeson), Florek (Jon Bernthal) dan Carlos (Manuel Garcia-Rulfo) terlibat dalam sebuah perampokan besar yang berakhir dengan penyergapan kepolisian dan mendatangkan maut bagi mereka. Para istri mereka pun kini menyandang status sebagai janda dan mendapatkan peninggalan tak terduga dari para suaminya.
Jamal mengatakan bahwa Harry dan rekannya telah mencuri uangnya sebesar 2 juta dollar yang akan digunakannya untuk biaya kampanye. Jamal pun meminta Veronica segera mengembalikannya dalam waktu 1 bulan jika tidak ingin sesuatu terjadi pada dirinya.
Terkejut akan kenyataan pekerjaan yang digeluti suaminya selama ini, pada akhirnya membawa Veronica ke dalam fase baru kehidupan yang belum pernah dilakukannya selama ini. Kehilangan banyak hal pada akhirnya menuntunnya pada suatu keputusan besar untuk berani melawan dan lepas dari tekanan orang-orang yang coba memanfaatkannya.
Penemuan buku catatan Harry yang di dalamnya terdapat masterplan aksi perampokan, pada akhirnya menuntun Veronica mengumpulkan para janda lainnya untuk bergabung dalam aksi perampokan yang dipimpinnya.Â
Janda Carlos, Linda (Michelle Rodriguez), janda Florek, Alice (Elizabeth Debicki) serta dibantu oleh Belle (Cynthia Erivo) sebagai supir mereka, kemudian bergabung bersama Veronica untuk menjalankan sebuah rencana perampokan.Â
Para janda yang tidak memiliki pengalaman merampok ini pada akhirnya menuntun mereka pada banyak kejadian yang tak terduga. Kejadian yang pada akhirnya membuka mata Veronica dan janda lainnya terkait fakta dibalik aksi perampokan yang dilakukan suami mereka.
Film Perampokan dengan Unsur Drama yang Kuat
Steve McQueen melakukan pendekatan yang lebih mendalam pada unsur dramanya dibanding adegan aksi penuh ledakan. Dengan cerdas McQueen meramu sisi emosional para janda menjadi rangkaian kejadian yang menguatkan alasan mereka untuk melakukan aksi perampokan yang sebelumnya tak pernah mereka lakukan atau pikirkan.
Pembuka film yang dimulai dari adegan romantis antara Veronica dan Harry yang kemudian saling berpotongan/intercut dengan adegan kejar-kejaran antara polisi dan komplotan Harry, menjadi sebuah adegan singkat nan emosional yang mampu menjadi penjelasan yang cukup untuk menggambarkan bagaimana saling mengasihinya mereka berdua.
Pun pada adegan intercut lain yang menggambarkan si cantik Alice dengan suami kasarnya atau Linda dengan kehidupan wiraswasta bersama suaminya yang nampak harmonis, sudah cukup menjadi dasar kisah yang bisa ikut diselami bersama penonton film ini.
Dengan kata lain, film ini membiarkan penontonnya untuk ikut masuk ke dalam kisah penuh intrik dan emosi sebelum benar-benar disajikan konklusi utama di akhir cerita. Mirip dengan apa yang dilakukan McQueen pada 12 Years a Slave 5 tahun lalu.
Isu Rasial, Intrik Politik dan Kritikan Stereotip Janda di Sepanjang Film
Veronica yang percaya bahwa misi perampokan yang dilakukan para janda ini tidak akan dicurigai kepolisian karena mereka wanita, menjadi sebuah sindirian halus terkait stigma bahwa wanita tidak mungkin melakukan pekerjaan yang selama ini identik dengan laki-laki. Pun Alice yang coba melawan karena kerap menjadi korban KDRT dari suami bahkan mendapatkan "wejangan" untuk menjual diri oleh ibu kandungnya sendiri sepeninggal suaminya, menjadi realita yang diangkat terkait kondisi lemah janda atau wanita yang kemudian kerap dimanfaatkan tubuhnya saja.
Penggunaan latar kota Chicago yang menggantikan London pada serial aslinya pun merupakan sebuah kritikan sosial terkait kehidupan politik Amerika. Seperti kita tahu Chicago-Style Politics merupakan frasa negatif yang dikenal dunia terkait maraknya aksi KKN di kota Chicago yang marak terjadi sejak tahun 1920 bahkan hingga kini.Â
Bahkan frasa ini pun sempat digunakan oposisi untuk menyerang Barrack Obama di pemilu 2008 dan 2012 lalu, dimana Obama diketahui hidup di kota Chicago sejak tahun 1985 dan dipercaya ikut membawa gaya politik korup tersebut ke gedung putih.
Jack Mulligan merupakan politisi korup yang ingin mencoba mempertahankan kekuasaan keluarganya di kota Chicago yang sudah bertahan selama puluhan tahun, sementara Jamal Manning yang seorang kulit hitam merupakan lawan yang coba meruntuhkan kekuasaan Mulligan dengan menghalalkan segala cara termasuk membunuh orang-orang yang dianggap menghalangi jalannya menuju kursi panas pemerintahan.Â
Pertarungan keduanya pun banyak diisi dengan isu rasial, pendekatan dengan pemuka agama untuk melancarkan aksinya, serta kampanye penuh janji manis. Kondisi yang relevan dengan dunia perpolitikan Amerika yang juga nampak (ehem)Â relevan dengan Indonesia saat ini.
Teknis Film yang Mengagumkan
 Sisi teknis film ini memang tak perlu diragukan lagi. Naskah yang dikerjakan McQueen bersama Gillian Flynn (Gone Girl) sangat kuat pada pendalaman karakter, sehingga membawa kita ikut menyelami tiap konfliknya. Pun sinematografer Sean Bobbitt (12 Years a Slave, Hunger, Oldboy), nampak sudah mengenal dengan baik visi McQueen.
Pun dari sisi scoring tak perlu diragukan lagi karena ada nama Hans Zimmer (The Dark Knight Trilogy, Interstellar) yang duduk di kursi departemen musik. Hanya saja beberapa scoring nampak familiar dengan scoring pada film-film garapan Christopher Nolan.Â
Entah memang hanya mirip atau memang Hans Zimmer turut memasukkan scoring yang pernah diproduksinya ke dalam film ini. Tidak buruk, hanya saja jadi terasa tidak begitu segar.
 Selain Viola Davis yang sukses memerankan sosok pemimpin para janda ini, Michelle Rodriguez pun berhasil mencuri perhatian berkat kesuksesan dirinya memerankan peran di luar zona nyamannya. Peran sebagai wanita tangguh dan brutal yang kerap diperankannya, justru berpindah tangan ke Cynthia Erivo.
Disini Michelle justru berperan lebih anggun dan bijaksana layaknya seorang wanita dewasa yang realistis. Namun begitu, keduanya berhasil menyajikan peran yang luar biasa di film ini.Â
Penutup
Widows jelas berhasil menyajikan sebuah film penuh intrik politik, kritik sosial serta mengangkat isu yang relevan dengan keadaan saat ini. Tema kesetaraan gender dan ras yang diangkat, sukses menjadi poin penting dalam pengembangan cerita film ini.
Perlawanan terhadap stereotip janda pun berhasil dirajut dengan rapih sejak awal film dan ditutup dengan adegan pamungkas yang menggetarkan serta menghadirkan plot twist yang mengejutkan.
Namun, jika Anda tipikal penikmat film heist dengan pace yang normal bahkan cepat seperti Ocean's Eleven, The Bank Job atau Fast Furious Series, anda pasti tidak akan menemukan keseruannya meskipun di film ini ada nama Liam Neeson yang terkenal lewat film-film aksinya yang cepat dan brutal.
Bagi yang ingin menyaksikan, catat tanggalnya baik-baik. Widows tayang perdana di Indonesia pada tanggal 7 Desember 2018. Namun jika ingin menyaksikan film ini lebih cepat, hari ini atau tanggal 1 Desember 2018 ditayangkan midnight show-nya di beberapa bioskop pilihan. Sila cek pada aplikasi ticketing bioskop anda.
Selamat berakhir pekan. Selamat menonton. Salam Kompasiana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H