Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Dugaan Praktik Manipulasi Jumlah Penonton Bioskop di Tengah Euforia Film "Asih"

15 Oktober 2018   06:57 Diperbarui: 15 Oktober 2018   15:30 9094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Film Asih yang merupakan spin off dari semesta Danur, baru saja tayang di bioskop beberapa hari yang lalu. Euforianya jelas masih terasa dikarenakan semesta Danur sudah memiliki fans nya tersendiri. 

Meskipun beberapa review memberikan nilai positif, namun tak bisa dipungkiri film ini dihujani lebih banyak kritik negatif layaknya dwilogi Danur terdahulu. Namun tetap saja, animo masyarakat terhadap film ini tetap tinggi.

Tirto.id
Tirto.id
Animo masyarakat yang cukup tinggi juga terlihat dari perolehan jumlah penonton di hari pertama penayangannya yang juga cukup baik, 191.557 penonton di hari penayangannya. 

Angka yang sesuai informasi dari akun twitter @bicaraboxoffice menempatkan film ini mendapatkan perolehan angka opening day tertinggi kedua di 2018 dibawah Dilan 1990: 225.219 penonton dan diatas Wiro Sableng: 187.767 penonton. Tentu saja, film ini bakal menjadi film Indonesia selanjutnya yang mampu menembus sejuta lebih penonton.

Namun cukup disayangkan, diluar prestasi yang saat ini sedang dinikmati film Asih beserta jajaran kru nya, film ini justru menjadi pemicu isu yang saat ini cukup hangat dibahas para penggiat dan penikmat film tanah air di media sosial twitter, dan nampaknya praktik model ini juga baru saja tercium di industri film tanah air.

Ya, praktik tersebut adalah praktik manipulasi jumlah penonton dengan teknik yang biasa disebut dengan ngebom tiket.

Lalu bagaimana sebenarnya awal mula dugaan praktik ini menjadi topik hangat khususnya di media sosial twitter? Dan siapakah sebenarnya yang berpotensi melakukan praktik seperti ini? Akan coba saya bahas dalam tulisan kali ini.

Awal Mula Munculnya Isu

Sepengamatan saya, adalah akun twitter @PocongPerfilman yang pertama kali mengangkat isu ini. Akun ini membuat thread yang berisi cerita pribadinya kala menyaksikan film Asih dan menemukan keanehan ketika berada di dalam bioskop. Ceritanya pun kemudian diperkuat oleh "kesaksian" para followernya yang akhirnya menciptakan diskusi sosial media yang cukup seru untuk diikuti.

Karena thread nya cukup panjang, saya akan coba persingkat untuk menuju ke intinya saja. Sementara untuk versi lebih lengkapnya, teman-teman kompasianer bisa langsung menuju akun twitternya. Kira-kira begini isi thread nya;

Kemarin nonton Asih di salah satu mall elite yang kebetulan bersebelahan dengan gedung perkantoran, dan kelasnya A+. Nonton show pertama jam 13.00 yang notabene masih jam kerja, seat sudah terisi setengah ketika cek film lewat aplikasi ticketing online. Akhirnya beli langsung dan dapat di row G karena row A-F full. Ketika masuk bioskop, ternyata Cuma 13-16 orang sementara di aplikasi sudah terisi 80-90 orang. Ketika di dalam bioskop ada beberapa penonton yang tidur bahkan ada yang baru tahu kalau film yang ditontonnya adalah film Asih.

Karena merasa ada yang aneh, di cek juga lah bioskop lainnya lewat aplikasi ticketing tersebut. Dan ternyata pola seat yang terisi untuk film Asih hampir semuanya sama dengan apa yang terjadi di bioskop mall A+ tersebut. Semakin curiga karena teman juga pernah cerita bahwa salah satu film Indonesia dengan penonton terbanyak saat ini juga mengalami praktik serupa.

Setelah kejanggalan itu, diuji coba lah untuk menyaksikan film potensi blockbuster lainnya namun dari ranah Hollywood, Venom. Hasilnya, film ini terlihat penuh di aplikasi ticketing online dan penuh juga di bioskop real nya.

Dan setelah akun tersebut menutup cerita thread nya, sontak banyak mention yang masuk dari follower nya dan juga akun twitter lain yang kebetulan mengikuti thread nya. Dan isinya memang kebanyakan mengamini apa yang dialami si pemilik akun @PocongPerfilman ini. 

Ada yang bercerita tiketnya dibagikan secara gratis ketika membeli produk tertentu di salah satu gerai minimarket, ada yang dibagikan tiket gratis kala selesai transaksi pembelian kain, juga ada yang bercerita bahwa ada kru radio yang datang ke kelas dan membagikan tiket film ini secara gratis yang jumlahnya hingga 400 tiket.

Apakah hal ini benar? Tentu saja ini masih berupa dugaan dan analisa pribadi dari si pemilik akun yang kebetulan juga diperkuat dengan cerita yang dialami langsung oleh pengguna twitter lainnya. Kita tentu belum bisa langsung menjustifikasi isu ini, karena data dan fakta di lapangan pun sejatinya belum terungkap secara lengkap.

Namun sebagai penikmat dan pendukung industri film tanah air, sudah selayaknya kita juga ikut aware terhadap isu ini agar atmosfer persaingan di industri film nasional semakin baik dan bebas dari praktik nakal yang mungkin saja benar dilakukan beberapa oknum bahkan oleh si rumah produksi film itu sendiri.

Cuitan Joko Anwar pun Membahas "Bom Tiket"

Sumber : twitter @jokoanwar
Sumber : twitter @jokoanwar

Tak lama setelah postingan akun @PocongPerfilman ramai diperbincangkan, hari ini Joko Anwar juga menulis cuitan pada laman twitternya yang membahas perihal adanya dugaan borong tiket dari production house film tanah air. 

Namun masih dikaji apakah praktik seperti ini memang benar terjadi dan berpengaruh besar terhadap laku tidaknya suatu film atau benar-benar menarik minat penonton apa tidak setelah mengetahui jumlah penonton yang banyak dan heboh di awal penayangannya.

Dan tentunya, postingan Joko Anwar ini semakin menegaskan bahwa praktik seperti ini sejatinya memiliki potensi untuk benar-benar terjadi di Indonesia, dan nampaknya memang harus segera diinvestigasi oleh pihak berwenang dan kompeten. Lebih bagus lagi apabila tim investigasinya berasal dari kalangan independen.

China Sudah Lebih Dulu Melakukan Praktik "Bom Tiket"

Bbc.com
Bbc.com
Mendengar cerita dari akun @PocongPerfilman terasa seperti benar adanya meskipun belum dapat dibuktikan secara pasti. Hal ini dikarenakan dugaan praktik seperti ini sejatinya pernah diberitakan dan memang benar terjadi namun di negara lain yaitu China. Bahkan investigator kasus ini yang berasal dari pemerintah, juga sudah mengamini adanya praktik "bom tiket" di negara tersebut.

Seperti dikutip dari laman website bbc.com, praktik manipulasi jumlah penonton dengan melakukan "bom tiket" dilakukan untuk menaikkan valuasi saham si produsen atau rumah produksi film tersebut. 

Normalnya valuasi saham sebuah rumah produksi otomatis akan naik serta menarik minat para investor saham apabila filmnya mendapatkan respon positif di pasaran, baik secara kritik ataupun pendapatan komersil. Jadi, film yang memiliki kualitas tinggi memang wajib diproduksi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Namun yang dilakukan para penggiat industri disana justru sebaliknya. Harga saham yang tinggi menjadi tujuan utama melebihi kualitas film itu sendiri. Sehingga praktik "bom tiket" ini dilakukan untuk mendapatkan hasil maksimal secara singkat, tak peduli bagaimana kualitas film sebenarnya.

Bbc.com
Bbc.com
Selain itu, praktik ini juga digunakan untuk menggeser layar bioskop yang menayangkan film Hollywood agar beralih menayangkan film lokal China, karena jumlah penonton film lokal yang lebih banyak meskipun dalam keadaan sebenarnya bioskopnya tidak berisi atau kosong.

Lalu, apakah dugaan "bom tiket" di industri film Indonesia juga dilakukan atas dasar yang sama dengan apa yang terjadi di China? Nampaknya semua baru bisa terjawab ketika isu ini benar-benar berhasil diinvestigasi dengan tepat oleh pihak berwenang.  

Isu yang Perlu Perhatian Khusus

Ilustrasi (klikbontang.com)
Ilustrasi (klikbontang.com)
Tidak bisa dipungkiri, isu yang telah berkembang di jagat media sosial ini tak lama lagi akan berkembang lebih jauh apabila tercium awak media mainstream. Untuk itu, sudah seharusnya isu ini ditanggapi dengan serius dan dilakukan investigasi mendalam untuk mengetahui kebenarannya.

Peran Asih disini jelas bisa menjadi pembuka untuk mendalami dugaan praktik kecurangan  ini. Apakah benar seperti yang ramai diperbincangkan di twitter, atau hanya sekedar dugaan saja.

Jika benar, tentu hal ini akan mengarah ke film-film lainnya yang lebih dulu menembus jutaan penonton untuk diinvestigasi ulang. 

Karena seperti dikutip dari beberapa twit lawas @BicaraBoxOffice, beberapa film nasional yang bockbuster pun sejatinya pernah memiliki masa dimana datanya memiliki anomali yang cukup rumit untuk dijelaskan. Jadi, bisa saja bukan hal tersebut mengarah ke case "bom tiket" ini?

Apalagi, penentuan lama tidaknya film Indonesia ditayangkan di layar bioskop tergantung dari perolehan jumlah penonton sejak hari awal penayangannya. Jadi, tidak salah memang jika akhirnya dugaan ini muncul.

Dan hal lain yang bisa terjadi jika ini benar adalah hilangnya kepercayaan penonton terhadap pencapaian film-film nasional yang saat ini semakin baik. Nantinya masyarakat bisa saja menilai bahwa semua film Indonesia yang tembus 1 juta penonton melakukan praktik kecurangan ini, padahal hal tersebut dilakukan beberapa pihak atau oknum saja. Sementara film yang jumlah pertumbuhan penontonnya organik, akan terkena imbas ketidakpercayaan penonton ini.

Namun jika setelah diinvestigasi ternyata hasilnya salah, berarti atas bioskop yang kosong tersebut kemungkinan merupakan bagian marketing awal film tersebut yang memang membagikan banyak tiket gratis untuk kebutuhan gimmick, kuis atau undangan khusus yang kebetulan saja pesertanya tidak bisa hadir saat film tersebut ditayangkan. Hanya saja dengan jumlah kursi kosong hingga ratusan di jam kantor, rasanya ya.. mungkin saja.

Penutup

Ilustrasi (malangtoday.net)
Ilustrasi (malangtoday.net)
Pada akhirnya, isu ini memang belum bisa didapati kesimpulannya. Namun tentu saja hal ini jadi perhatian khusus bagi kita para penikmat film Indonesia. Sebagai penikmat dan pendukung film Indonesia, kompetisi yang fair dan real jelas menjadi impian kita semua.

Dan melihat beberapa indikasi adanya kecurangan di industri film nasional berkat banyaknya twit dan cerita yang relevan, rasanya kecurangan itu memang berpotensi ada di industri film nasional. Apalagi, dugaan "bom tiket" terjadi di bioskop kelas A+ yang notabene pengunjungnya rata-rata orang yang cenderung menyukai film Hollywood dibanding film Indonesia. Cukup masuk akal memang dugaan "bom tiket" tersebut.

Jika benar terjadi, sangat disayangkan Asih akan menjadi "korban" pertama atas investigasi kasus ini kelak. Namun, rasanya memang harus ada pemicu terlebih dahulu untuk mengungkapkan dugaan praktik yang mungkin saja sudah terjadi dalam waktu yang lama dan menjadi kebiasaan berbagai production house nasional.

Karena biar bagaimanapun, hal ini harus diungkapkan kebenarannya demi tercipatanya persaingan di industri film nasional yang lebih sehat, fair dan menarik, karena tentunya kualitas film harus lebih diutamakan rumah produksi dibanding kuantitasnya. Kuantitas jelas akan meningkat seiring dengan tingginya kualitas yang dimiliki.

Jadi, saatnya untuk terus memantau perkembangan isu ini dan tetap mendukung perfilman Indonesia.

 Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun