Kegiatan lain yang mengisi hari-hari saat pandemi adalah bersih-bersih, merapikan dan menata rumah seadanya. Ya, sedapatnya saja. Artinya bersih, rapi dan tertata ala aku. Menurut kemampuan dan sudut pandangku. Sebab bisa saja apa yang sudah kubuat mantap menurutku tapi dianggap kurang oleh orang lain yang melihatnya. No problema!
Aktivitas ini juga sering menjadi pelarian ketika aku mumet menulis. Di saat mentok kala menulis serius, aku lakukan tindakan ini. Tidak hanya sekali. Kapan saja mentok dan sekiranya ada bagian rumah yang perlu dibersihkan ditata, aku bertindak. Harapannya, tentu, sesudah itu aku memiliki amunisi untuk menulis lagi.
Itulah hal-hal ringan bersahaja yang aku lakukan selama masa keterasingan di rumah saja akibat pandemi ini. Semuanya itu demi meringankan dan melegakan kepenatan psikologis. Kepenatan yang timbul akibat penetrasinya yang takkenal lelah itu. Semoga dia cepat berlalu!
Wabah ini tidak sepenuhnya bedebah seperti yang kubilang di atas. Covid memang menghimpit tapi aku takmau membiarkan diri tertindih. Makanya aku merayakan hidup ini dengan cara dan kesanggupan yang ada pada diriku. Tentunya, dan pasti, berharap dan berserah penuh pada Sang Khalik Sang Empunya hidup ini.
Dia juga telah membantu aku menambah, memperindah dan mempertajam keterampilanku. Seperti yang sudah kuuraikan sebelumnya. Semua itu telah mewarnai pribadiku. Dan semoga warnaku dapat mewarnai orang lain juga. Dengannya, dunia sekitar kita semakin merona. Bukan merana.
Karena itu, aku mau bilang: Wabah ini memang musibah. Tapi dia juga anugerah.
Tabe!
Tilong-Kupang, NTT
Minggu, 21 Februari 2021 (18.01 wita)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H