Radiasi ultraviolet (UV) yang tinggi di pegunungan juga merupakan tantangan lingkungan bagi edelweis. Untuk melindungi dirinya dari radiasi berlebihan, tanaman ini mengembangkan pigmen tertentu pada daun yang bertindak sebagai filter UV alami. Pigmen ini tidak hanya melindungi jaringan tanaman dari kerusakan sel akibat radiasi UV tetapi juga memberikan warna khas pada daun edelweis. Ini merupakan salah satu contoh bagaimana iklim dan faktor-faktor alam lainnya mendorong adaptasi spesifik pada edelweis agar dapat bertahan hidup di ketinggian (Setiawan, 2018).
Adaptasi edelweis terhadap suhu rendah dan radiasi UV tinggi juga berperan penting dalam kelangsungan hidupnya. Tanaman ini tumbuh dengan laju yang sangat lambat, yang memungkinkan pembentukan jaringan tanaman yang lebih tebal dan kuat, sehingga mampu bertahan lebih lama dibandingkan tanaman lain. Kemampuan bertahan dalam kondisi lingkungan yang sulit ini membuat edelweis dikenal sebagai tanaman yang "abadi," yang tetap indah dan kokoh meskipun berada di lingkungan yang keras (Rahayu & Santoso, 2022).
Selain itu, persebaran edelweis juga sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim global yang menyebabkan peningkatan suhu secara umum. Peningkatan suhu di daerah pegunungan berpotensi merusak ekosistem edelweis karena tanaman ini tidak toleran terhadap suhu tinggi. Suhu yang semakin hangat dapat menyebabkan edelweis berpindah ke daerah yang lebih tinggi untuk mempertahankan kondisi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhannya. Jika tren ini berlanjut, persebaran edelweis di Bromo Tengger Semeru bisa mengalami penurunan (Pratama, 2020).
Perubahan pola curah hujan akibat perubahan iklim juga memengaruhi kelangsungan hidup edelweis. Curah hujan yang semakin tidak menentu dapat mengganggu siklus pertumbuhan edelweis yang membutuhkan periode kering untuk pertumbuhannya. Ketidakpastian ini menyebabkan beberapa tanaman tidak dapat beradaptasi secara cepat, sehingga menurunkan daya tahan edelweis terhadap perubahan musim yang drastis. Perubahan iklim juga dapat memicu pertumbuhan spesies invasif yang mengancam keberadaan edelweis (Siregar, 2021).
Faktor angin di daerah pegunungan juga memengaruhi persebaran dan adaptasi edelweis. Angin yang kuat dan dingin di ketinggian dapat merusak tanaman yang tidak memiliki struktur yang kokoh. Edelweis mengembangkan batang yang kuat serta sistem akar yang dalam untuk mempertahankan posisinya di tanah meskipun terkena angin kencang. Adaptasi ini membantu edelweis bertahan dari angin ekstrem dan mencegah erosi tanah di sekitar tanaman, yang juga bermanfaat bagi ekosistem pegunungan secara keseluruhan (Astuti et al., 2019).
Sifat adaptif edelweis terhadap kondisi iklim ekstrem ini menjadikannya spesies indikator perubahan ekosistem pegunungan. Keberadaan atau penurunan populasi edelweis dapat menunjukkan adanya perubahan signifikan dalam lingkungan sekitar, seperti perubahan suhu dan kelembaban. Sebagai tanaman endemik yang sensitif terhadap perubahan lingkungan, edelweis menjadi penting untuk pemantauan ekologi jangka panjang di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (Pratiwi & Haryanto, 2020).
Secara keseluruhan, kelangsungan hidup edelweis di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru sangat bergantung pada stabilitas kondisi iklim. Setiap perubahan dalam suhu, curah hujan, radiasi, atau angin dapat memengaruhi pola persebaran dan kemampuan adaptasinya. Oleh karena itu, upaya pelestarian edelweis perlu memperhatikan aspek iklim serta dampak potensial dari perubahan iklim global untuk memastikan keberlangsungan tanaman ini sebagai bagian dari kekayaan flora Indonesia yang khas (Rahayu & Santoso, 2022).
Bentuk dan Mekanisme Adaptasi Tanaman Edelweis terhadap Perubahan Iklim di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
- Adaptasi Morfologi
Tanaman Edelweis memiliki adaptasi morfologi yang mendukung keberlangsungan hidupnya di lingkungan yang terbatas sumber daya dan bersuhu ekstrem. Daun Edelweis yang tebal dan berbulu membantu tanaman mempertahankan kelembapan dan melindunginya dari suhu rendah. Bulu halus di daun mengurangi penguapan sehingga kelembapan tetap terjaga meskipun tanah pegunungan seperti di Bromo Tengger Semeru sering kering. Bentuk daun yang kecil dan sempit juga mengurangi dampak angin kencang yang bisa meningkatkan laju penguapan. Sukmawati (2018) menyebutkan bahwa bulu halus pada daun Edelweis membantu menjaga suhu internal tanaman, sehingga dapat bertahan di iklim dingin malam hari dan panas siang hari pada ketinggian tersebut.
- Adaptasi Fisiologi Terhadap Kelembapan
Pada lingkungan pegunungan yang cenderung kering, Edelweis menyesuaikan diri secara fisiologis untuk mengatur keseimbangan air. Tanaman ini menyimpan air dalam jaringan parenkim sebagai cadangan saat kelembapan rendah. Menurut Hernowo & Wardani (2019), mekanisme ini memungkinkan Edelweis mengontrol laju transpirasi melalui stomata sehingga dapat tetap melakukan fotosintesis meski suplai air terbatas. Adaptasi ini juga membantu Edelweis bertahan dalam kondisi kekeringan yang mungkin terjadi akibat perubahan iklim, seperti berkurangnya curah hujan di wilayah konservasi.
- Mekanisme Penyesuaian Fotosintesis
Fotosintesis adalah proses vital yang mendukung energi tanaman, dan proses ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Edelweis mampu beradaptasi untuk mengoptimalkan fotosintesis di bawah intensitas cahaya tinggi di ketinggian. Pramono (2020) menemukan bahwa Edelweis dapat menyesuaikan fotosintesisnya agar tetap efisien meski intensitas cahaya berubah, baik saat matahari terik siang hari maupun saat cahaya lebih rendah pagi atau sore hari. Adaptasi ini memberi Edelweis keunggulan dalam lingkungan dengan intensitas cahaya tinggi seperti di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
- Kemampuan Bertahan di Tanah Miskin Unsur Hara