Tanaman Edelweis (Anaphalis javanica)
Edelweis (Anaphalis javanica) adalah salah satu tanaman endemik yang hanya ditemukan di dataran tinggi pegunungan Indonesia, termasuk Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Jawa Timur. Tanaman ini sering disebut sebagai "bunga abadi" karena dapat bertahan dalam kondisi lingkungan yang ekstrem dan keindahannya yang tetap terjaga meskipun telah mengering. Pada umumnya, edelweis tumbuh di ketinggian lebih dari 2.000 meter di atas permukaan laut. Keberadaan edelweis ini berperan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem pegunungan sebagai tempat perlindungan dan sumber makanan bagi sejumlah spesies serangga dan hewan kecil (Pratiwi & Haryanto, 2020).
Unsur Iklim mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Edelweis
Unsur iklim yang mempengaruhi pertumbuhan edelweis mencakup suhu udara, curah hujan, kelembapan, angin, dan intensitas cahaya matahari. Unsur-unsur tersebut membantu edelweis untuk bertahan hidup dan berkembang, terutama di lingkungan pegunungan yang ekstrem. (Zakaria, 2016). Suhu udara optimal untuk edelweis berkisar antara 15-20C. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhannya. Edelweis memiliki adaptasi khusus terhadap suhu rendah, memungkinkan mereka bertahan di malam hari yang dingin. Tanaman ini juga memiliki jaringan khusus untuk menahan kelembapan, menjaga mereka tetap hidup di suhu pegunungan yang fluktuatif. (Hernowo & Wardani, 2019)
Selain itu, curah hujan berperan penting dalam menyediakan air bagi edelweis, meskipun tanaman ini cukup tahan terhadap kondisi kering. Curah hujan tahunan yang ideal berkisar antara 1.500 hingga 2.000 mm per tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembusukan akar, sementara curah hujan rendah dapat memperlambat laju pertumbuhannya. Kondisi moderat memungkinkan akar edelweis untuk menyerap cukup air tanpa risiko berlebihan. (Sudirjo & Ambarwati, 2021)
Kelembapan udara juga mempengaruhi tanaman ini. Edelweis dapat bertahan pada kelembapan rendah, karena memiliki adaptasi untuk menyimpan air dalam daun-daunnya yang berbulu lebat. Kelembapan yang terlalu tinggi cenderung meningkatkan risiko jamur pada daun, yang dapat merusak tanaman. Kelembapan ideal berkisar antara 50-60%. Dengan kondisi kelembapan ini, edelweis dapat menjaga keseimbangan air di dalam jaringan tumbuhannya. (Rahayu, 2018)
Angin juga menjadi unsur penting yang mempengaruhi pertumbuhan edelweis. Pada ketinggian yang tinggi, angin bertiup lebih kencang, yang dapat mengeringkan tanah dan daun tanaman. Namun, angin ini juga membantu dalam penyerbukan alami karena bunga edelweis yang berukuran kecil tidak menarik banyak serangga. Penyerbukan yang dibantu angin memperbesar peluang perkembangbiakan alami edelweis. (Nugroho, 2020)
Intensitas cahaya matahari sangat mempengaruhi proses fotosintesis pada edelweis. Di daerah pegunungan, cahaya matahari cukup kuat, terutama di siang hari, yang memungkinkan proses fotosintesis berlangsung optimal. Edelweis membutuhkan sinar matahari penuh sepanjang hari agar dapat tumbuh subur. Cahaya matahari yang cukup membantu edelweis dalam pembentukan energi yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan pembentukan bunga (Setiawan, 2019). Selanjutnya, faktor fotoperiode atau durasi pencahayaan juga mempengaruhi siklus pertumbuhan edelweis. Tanaman ini membutuhkan fotoperiode yang panjang, yakni paparan sinar matahari lebih dari 12 jam sehari, agar dapat berbunga dengan optimal. Pada ketinggian tertentu, fotoperiode ini terpenuhi, sehingga edelweis dapat tumbuh dengan baik. (Pramono, 2020)
Unsur iklim yang ekstrem di pegunungan juga membantu edelweis berkembang secara alami dengan tingkat kompetisi yang rendah dari tanaman lain, mengingat sedikit tanaman yang mampu bertahan di lingkungan tersebut. Edelweis berkembang di tanah yang miskin unsur hara dan berpasir, yang tidak ideal bagi banyak tanaman lain. Lingkungan ekstrem ini memfasilitasi edelweis untuk mendominasi area tersebut. (Sukmawati, 2018)
Karakteristik Iklim Taman Nasional Bromo Tengger Semeru